Stories - 19 July 2022

Paxlovid, Obat Terapi Covid-19 Paling Ampuh

Obat antivirus Paxlovid telah mendapatkan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)


Kemasan obat antivirus bernama Paxlovid. -Bloomberg-

Context, JAKARTA - Obat antivirus Paxlovid telah mendapatkan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang dikeluarkan pada Minggu (17/72022). 

Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan jika pemberian Paxlovid ini aman. Efek samping dari obat ini pun bisa dibilang ada di kisaran ringan hingga sedang. Beberapa efek sampingnya antara lain muntah (1,1 persen), sakit kepala (1,4 persen), diare (3,1 persen), dan dysgeusia atau gangguan indra perasa (5,6 persen).

"Paxlovid dalam bentuk kombipak yang terdiri atas Nirmatrelvir 150 mg dan Ritonavir 100 mg dengan indikasi untuk mengobati Covid-19 pada orang dewasa yang tidak memerlukan oksigen tambahan dan yang berisiko tinggi terjadi progresivitas menuju Covid-19 berat," ujar Penny.

Lanjutnya, Penny juga mengatakan jika berdasarkan hasil uji klinik fase 2 dan 3, Paxlovid ini akan sangat bermanfaat bagi pasien Covid-19 dewasa dengan komorbid. Alasannya, obat buatan Pfizer ini bisa menurunkan risiko hospitalisasi dan juga kematian hingga 89 persen.

Meskipun sudah diizinkan, namun Penny mengatakan jika BPOM dan Kementerian Kesehatan akan terus mengawasi penggunaan Paxlovid sebagai terapi Covid-19. Pengawasan yang dilakukan akan sangat ketat, tujuannya agar tidak ada penyalahgunaan obat dan peredaran secara ilegal. 

Pengawasan Paxlovid ini nantinya akan dilakukan sejak masuknya bahan baku pembuatan, saat produksi obat, pendistribusian obat, kemudian pengawasan juga dilakukan saat produk sudah beredar di pasar. 

"Kami mengimbau masyarakat untuk lebih waspada sebelum membeli atau mengkonsumsi produk obat. Masyarakat harus menjadi konsumen cerdas, hindari mengkonsumsi obat-obat ilegal," kata Penny.

Dengan diizinkannya penggunaan Paxlovid di Indonesia, kini obat antivirus yang bisa digunakan untuk terapi Covid-19 menjadi beragam. Sebelumnya, Indonesia sudah menggunakan beberapa antivirus lainnya seperti Favipiravir, Remdesivir, antibodi Monoklonal Regdanvimab, dan Molnupiravir.


Direkomendasikan WHO

Sebelumnya, WHO sudah merekomendasikan penggunaan Paxlovid untuk terapi Covid-19. Menurut organisasi kesehatan dunia tersebut, saat ini Paxlovid merupakan pilihan terbaik untuk pasien beresiko tinggi. 

"Obat antivirus oral Pfizer (kombinasi tablet nirmatrelvir dan ritonavir) sangat direkomendasikan untuk pasien dengan COVID-19 yang tidak parah yang memiliki risiko tertinggi terkena penyakit parah dan dirawat di rumah sakit, seperti pasien yang tidak divaksinasi, lanjut usia, atau imunosupresi," tulis WHO di laman resminya.

Namun sayangnya, obat ini memang sulit untuk didapatkan untuk negara penghasilan rendah dan menengah. Pasalnya, ada beberapa masalah seperti kurangnya transparansi harga dalam kesepakatan bilateral yang dibuat produsen, ketersediaan obat, dan dibutuhkannya pengujian yang cepat dan akurat sebelum menggunakan obat ini.

Terkait hal-hal tersebut, WHO juga telah meminta Pfizer untuk menyelesaikan masalah yang ada untuk kepentingan bersama.

“Oleh karena itu, WHO sangat menganjurkan agar Pfizer membuat harga dan kesepakatannya lebih transparan dan memperluas cakupan geografis lisensinya dengan Kelompok Paten Obat-obatan sehingga lebih banyak produsen generik dapat mulai memproduksi obat dan membuatnya tersedia lebih cepat dengan harga terjangkau,” tulis WHO.

Menurut WHO, rekomendasi yang mereka keluarkan ini berdasarkan 2 uji coba yang dilakukan secara acak kepada 3.078 pasien. Dari uji coba tersebut, karena obat antivirus ini, risiko rawat inap berkurang 85 persen. Kemudian dalam kelompok berisiko tinggi, hasilnya dari kisaran 1.000 pasien, hanya 84 pasien yang dihospitalisasi. 


Sudah Lebih Dulu Digunakan di Negara Lain

Badan Administrasi Makanan dan Obat Amerika Serikat (FDA) telah lebih dulu menyetujui penggunaan obat darurat Paxlovid untuk pengobatan Covid-19. Izin tersebut diterbitkan oleh FDA pada akhir Desember 2021. 

Alasannya, uji klinis yang dilakukan saat itu menunjukan jika Paxlovid 90 persen efektif untuk mengurangi risiko hospitalisasi dan kematian pasien. Kemudian, uji klinis tersebut juga menyebutkan jika Paxlovid bisa menghambat virus corona jenis lain seperti SARS dan MERS.

"Terbukti 90 persen penurunan risiko rawat inap dan kematian pada kelompok berisiko tinggi. Hasil uji klinis ini menakjubkan," kata Gregory Poland dari Mayo clinic, pusat layanan kesehatan terbesar di Indonesia.

Di Amerika Serikat, Paxlovid disediakan dalam bentuk blister yang isinya dua tablet Nirmatelvir 150 mg dan satu tablet Ritonavir 100 mg. Cara Nirmatelvir bekerja adalah dengan menghambat enzim protease yang digunakan SARSCoV-2 untuk bereproduksi di tubuh manusia. Maka dari itu, perkembangan virus akan terhambat. Kemudian, tugas dari Ritonavir adalah untuk menjaga Nirmaltrevir agar tidak cepat terurai. 

Selain Amerika Serikat, beberapa negara lainnya juga sudah menggunakan obat ini untuk terapi Covid-19. Di Benua Asia sendiri, Korea Selatan menjadi negara Asia pertama yang telah menggunakan Paxlovid. Di Asia Tenggara, Singapura telah menggunakan obat ini sejak Februari tahun ini.


Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Putri Dewi

MORE  STORIES

Lamun dan Rumput Laut Bisa Menangkal Perubahan Iklim

Jumlah karbon biru yaitu karbon yang dapat disimpan oleh ekosistem laut dan pesisir secara alami sebanyak 350.000 ton

Context.id | 25-04-2024

Mengenal Duck Syndrome, Istilah yang Lagi Populer

Sindrom ini menggambarkan seseorang yang mencoba menciptakan ilusi kehidupan yang sempurna, tetapi sebenarnya diliputi kecemasan yang sangat besar

Context.id | 25-04-2024

Fragmen Virus Flu Burung dalam Susu Pasteurisasi, Apakah Berbahaya?

Hasil pengetesan beberapa sampel susu pasteurisasi ditemukan sisa-sisa fragmen virus Flu Burung yang telah menginfeksi sapi perah

Context.id | 25-04-2024

Alasan Masyarakat hingga Pejabat Indonesia Gemar Berobat ke Luar Negeri

Pengobatan ke rumah sakit di luar negeri sejak lama menjadi tren yang berkembang di Indonesia

Context.id | 25-04-2024