Stories - 13 July 2022
Indonesia Berisiko Resesi, Apa Artinya?
Banyak negara diprediksi akan masuk ke gelombang resesi di 2023.
Context.id, JAKARTA - Banyak negara diprediksi akan masuk ke gelombang resesi di 2023. Menurut Investopedia, resesi merupakan istilah untuk menyatakan penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi secara umum selama periode tertentu di wilayah tertentu.
Dilansir dari riset perusahaan keuangan Nomura Holdings, prediksi resesi ini berdasarkan keadaan pasar, dimana pemerintah sedang melakukan pengetatan kebijakan dan meningginya laju inflasi. Selain itu, sanksi negara barat pada Rusia juga berpengaruh besar dalam mempengaruhi kenaikan harga, terutama komoditas dan pangan.
“Tanda-tanda meningkat bahwa ekonomi dunia memasuki perlambatan pertumbuhan secara bersamaan,” sesuai yang ditulis Nomura dalam laporannya.
Adapun negara yang memiliki potensi besar untuk jatuh ke zona resesi adalah Eropa, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Kanada, Australia, dan Amerika.
Berkaca dari global resesi pada 1970, keadaan saat ini sama persis dengan situasi global saat itu. Mulai dari eskalasi perang, gangguan pada sisi pasokan, inflasi tinggi, perlambatan ekonomi di negara maju, dan kenaikan suku bunga yang agresif.
Maka dari itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan bahwa jika benar terjadi, resesi ini akan berlangsung lama. “Bisa dikatakan resesinya akan panjang butuh 3-5 tahun untuk recover apalagi belum ada kejelasan kapan perang Rusia-Ukraina akan berakhir,” ujar Bhima.
Apa yang Akan Terjadi pada Indonesia?
Menurut Bhima, resesi yang berkepanjangan ini dapat membuat nilai rupiah yang semakin menurun. Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (13/7/2022) pukul 12.14, nilai tukar 1 USD sama dengan Rp14.984.
Namun jika resesi terjadi, nilai tukar rupiah pada USD bisa mencapai Rp16.000. “Proyeksi menyentuh 16.000 pada akhir tahun ini,” ujar Bhima kepada Bisnis.
Selain itu, inflasi pangan dan energi yang terus meningkat akan membuat ekonomi melambat dan angka pengangguran tinggi, karena kenaikan harga tidak dibarengi dengan naiknya kesempatan kerja.
Lalu, inflasi juga membuat bank sentral melakukan kebijakan keuangan yang agresif, seperti kenaikan suku bunga yang signifikan. Otomatis hal ini akan menghambat pengajuan kredit, dan akan berpengaruh pada bisnis properti, otomotif, serta pembukaan lapangan kerja baru (karena berkurangnya modal bisnis).
Penulis : Crysania Suhartanto
Editor : Putri Dewi
MORE STORIES
Perebutan Likuiditas di Indonesia, Apa Itu?
Likuditas adalah kemampuan entitas dalam memenuhi kewajiban finansialnya yang akan jatuh tempo
Noviarizal Fernandez | 26-07-2024
Suku Inuit di Alaska, Tetap Sehat Walau Tak Makan Sayur
Suku Inuit tetap sehat karena memakan banyak organ daging mentah yang mempunyai kandungan vitamin C, nutrisi, dan lemak jenuh tinggi
Context.id | 26-07-2024
Dampingi Korban Kekerasan Seksual Malah Terjerat UU ITE
Penyidik dianggap tidak memperhatikan dan berupaya mencari fakta-fakta yang akurat berkaitan dengan kasus kekerasan seksual
Noviarizal Fernandez | 26-07-2024
Ini Aturan Penggunaan Bahan Pengawet Makanan
Pengawet makanan dari bahan kimia boleh digunakan dengan batas kadar yang sudah ditentukan BPOM
Noviarizal Fernandez | 25-07-2024
A modern exploration of business, societies, and ideas.
Powered by Bisnis Indonesia.
Copyright © 2024 - Context
Copyright © 2024 - Context