Liberia, Negara di Afrika yang Dipuji Trump
Liberia adalah satu-satunya negara Afrika yang tidak pernah dijajah selama perebutan benua oleh bangsa Eropa sekaligus republik tertua di Afrika

Context.id, JAKARTA - Beberapa pekan lalu, Presiden AS Donald Trump menuai ejekan setelah memuji Presiden Liberia, Joseph Boakai, atas kemahiran bahasa Inggrisnya yang dianggap indah.
“Bahasa Inggrismu bagus sekali, di mana kamu belajar berbicara begitu indah?" tanya Trump dalam pertemuan di Gedung Putih. Boakai hanya terkekeh dan menjawab, "Ya, di Liberia Pak..."
Komentar Trump ini menyoroti minimnya pengetahuannya tentang Afrika, mengingat bahasa Inggris adalah bahasa resmi Liberia. Tapi, di mana sebenarnya Liberia ini dan bagaimana sejarahnya bisa sebegitu terikat dengan Amerika Serikat?
Negara berpenduduk lima juta orang ini terletak di pantai Afrika Barat, berbatasan dengan Sierra Leone, Guinea, Pantai Gading, dan Samudra Atlantik.
Liberia didirikan pada tahun 1822 sebagai koloni bagi warga kulit hitam Amerika yang merdeka. Pada tahun 1847, Liberia memproklamasikan diri sebagai republik, menjadikannya republik tertua di Afrika.
Melansir Al Jazeera, bersama Etiopia, Liberia adalah satu-satunya negara Afrika yang tidak pernah dijajah selama perebutan benua oleh bangsa Eropa.
Secara resmi, ada 16 kelompok etnis asli Afrika yang membentuk populasi Liberia, dengan kelompok Kpelle sebagai yang terbesar.
Mengapa dan bagaimana Liberia didirikan?
Pendirian Liberia tak lepas dari gerakan abolisionis (anti-perbudakan) di AS. Pada tahun 1822, sekelompok 86 orang bekas budak tiba di Monrovia, ibu kota Liberia saat ini.
Ini upaya dari American Colonization Society (ACS), sebuah organisasi yang didirikan oleh warga kulit putih Amerika. ACS meyakini kehadiran warga kulit hitam yang bebas di AS dapat memicu pemberontakan budak.
Beberapa anggota ACS juga percaya pada inferioritas orang kulit hitam dan menganggap mereka tidak mampu mencapai kesetaraan di masyarakat Amerika.
Tujuan ACS mendirikan koloni di Afrika Barat untuk menampung mereka. Meskipun sebagian memilih beremigrasi secara sukarela, ACS juga diketahui seringkali menekan atau memaksa orang lain untuk pindah.
Liberia secara resmi merdeka pada tahun 1847 dan Joseph Jenkins Roberts, seorang Afrika-Amerika yang berimigrasi ke Liberia pada tahun 1829, terpilih sebagai presiden pertama.
Meskipun para pemimpin adat awalnya menolak upaya Amerika untuk membeli tanah, negara baru ini terbentuk setelah seorang perwira Angkatan Laut AS memaksa penguasa lokal untuk menjual sebidang tanah kepada ACS.
Ibu kotanya dinamai Monrovia, mengambil nama Presiden AS kelima, James Monroe, yang telah mengalokasikan dana pemerintah untuk proyek tersebut.
Diperkirakan, total sekitar 12.000 bekas budak kulit hitam Amerika berimigrasi ke Liberia antara tahun 1820 dan 1861.
Populasi Liberia
Awalnya, Afrika-Amerika dan keturunan mereka, yang dikenal sebagai Americo-Liberia, mendominasi pemerintahan berkat ikatan mereka dengan pemerintah AS.
Meskipun Americo-Liberia hanya merupakan sekitar 5% dari total populasi Liberia, sejak awal republik, mereka meminimalisir keterlibatan politik penduduk asli Afrika.
Penduduk asli, yang banyak bermigrasi dari Sudan barat pada akhir Abad Pertengahan, merupakan mayoritas populasi.
Sebagian kecil lainnya juga bermigrasi dari negara-negara Afrika Barat tetangga selama kampanye anti-perdagangan budak dan pemerintahan kolonial Eropa pada tahun 1800-an.
Bahasa Inggris adalah bahasa resmi Liberia, meskipun ada lebih dari dua lusin bahasa asli yang juga digunakan di sana.
Americo-Liberia, yang mendominasi kekuasaan politik hingga kudeta militer tahun 1980, menetapkan bahasa Inggris sebagai bahasa umum yang digunakan ketika mereka mendirikan republik pada tahun 1847.
Bahasa-bahasa lain yang dituturkan oleh kelompok etnis asli Liberia termasuk dalam tiga kelompok utama, semuanya termasuk dalam rumpun bahasa Niger-Kongo: bahasa Mande, Kwa, dan Mel.
Liberia telah mengalami dua perang saudara besar dalam beberapa dekade terakhir, yang berakar pada perpecahan etnis.
Pertama, kudeta 1980. Samuel Doe, anggota kelompok etnis Krahn pribumi, memimpin kudeta militer yang menggulingkan pemerintahan Americo-Liberia, mengakhiri dominasi politik mereka yang diwarnai ketidaksetaraan etnis.
Presiden Liberia William R. Tolbert terbunuh dalam kudeta ini. Namun, Doe kemudian membawa periode otoritarianisme dan pelanggaran hak asasi manusia.
Kedua, perang Saudara Pertama (1989-2003). Perang pertama meletus pada tahun 1989, ketika Charles Taylor, keturunan budak Amerika yang dibebaskan, melancarkan pemberontakan bersenjata terhadap Doe. Lebih dari 200 ribu jiwa meninggal.
Ketiga, perang Saudara Kedua (1999-2003). Perang kedua pecah pada tahun 1999 ketika kelompok pemberontak, Liberians United for Reconciliation and Democracy (LURD), memulai serangan militer untuk menggulingkan pemerintahan Taylor dengan dukungan dari Guinea.
Konflik ini menyebar ke Guinea dan Sierra Leone, tetapi mereda pada tahun 2003 dengan intervensi pasukan penjaga perdamaian internasional serta pengunduran diri dan pengasingan Taylor. Taylor dihukum 50 tahun penjara atas pelanggaran HAM.
Sejak berakhirnya perang saudara kedua, Liberia sebagian besar mengalami stabilitas politik. Negara ini mengadakan pemilihan demokratis pada tahun 2017, yang menandai transfer kekuasaan damai pertama sejak tahun 1944.
Joseph Boakai terpilih sebagai presiden pada tahun 2023 dengan 50,64 persen suara untuk masa jabatan enam tahun, mengalahkan mantan bintang sepak bola internasional George Weah.
Mengapa Trump bertemu pemimpin Afrika?
Lima negara yang pemimpinnya bertemu Trump Liberia, Gabon, Guinea-Bissau, Mauritania, dan Senegal memiliki sumber daya alam yang belum dimanfaatkan, termasuk mineral tanah jarang, cadangan minyak besar, dan populasi yang luar biasa.
Afrika memang telah menjadi medan pertempuran untuk pengaruh global dalam persaingan geopolitik AS-China. Namun, Trump sendiri dikenal karena pernyataannya yang meremehkan benua tersebut.
Pemerintahan Trump juga diketahui berupaya mendeportasi orang-orang yang melebihi batas visa atau berada di AS secara ilegal ke negara-negara Afrika Barat yang bersedia menerima mereka.
Sebuah rencana dilaporkan disajikan dalam pertemuan tersebut, meskipun rincian tentang apa yang ditawarkan Trump sebagai imbalan dan apakah para pemimpin bersedia menerimanya masih belum jelas.
POPULAR
RELATED ARTICLES
Liberia, Negara di Afrika yang Dipuji Trump
Liberia adalah satu-satunya negara Afrika yang tidak pernah dijajah selama perebutan benua oleh bangsa Eropa sekaligus republik tertua di Afrika

Context.id, JAKARTA - Beberapa pekan lalu, Presiden AS Donald Trump menuai ejekan setelah memuji Presiden Liberia, Joseph Boakai, atas kemahiran bahasa Inggrisnya yang dianggap indah.
“Bahasa Inggrismu bagus sekali, di mana kamu belajar berbicara begitu indah?" tanya Trump dalam pertemuan di Gedung Putih. Boakai hanya terkekeh dan menjawab, "Ya, di Liberia Pak..."
Komentar Trump ini menyoroti minimnya pengetahuannya tentang Afrika, mengingat bahasa Inggris adalah bahasa resmi Liberia. Tapi, di mana sebenarnya Liberia ini dan bagaimana sejarahnya bisa sebegitu terikat dengan Amerika Serikat?
Negara berpenduduk lima juta orang ini terletak di pantai Afrika Barat, berbatasan dengan Sierra Leone, Guinea, Pantai Gading, dan Samudra Atlantik.
Liberia didirikan pada tahun 1822 sebagai koloni bagi warga kulit hitam Amerika yang merdeka. Pada tahun 1847, Liberia memproklamasikan diri sebagai republik, menjadikannya republik tertua di Afrika.
Melansir Al Jazeera, bersama Etiopia, Liberia adalah satu-satunya negara Afrika yang tidak pernah dijajah selama perebutan benua oleh bangsa Eropa.
Secara resmi, ada 16 kelompok etnis asli Afrika yang membentuk populasi Liberia, dengan kelompok Kpelle sebagai yang terbesar.
Mengapa dan bagaimana Liberia didirikan?
Pendirian Liberia tak lepas dari gerakan abolisionis (anti-perbudakan) di AS. Pada tahun 1822, sekelompok 86 orang bekas budak tiba di Monrovia, ibu kota Liberia saat ini.
Ini upaya dari American Colonization Society (ACS), sebuah organisasi yang didirikan oleh warga kulit putih Amerika. ACS meyakini kehadiran warga kulit hitam yang bebas di AS dapat memicu pemberontakan budak.
Beberapa anggota ACS juga percaya pada inferioritas orang kulit hitam dan menganggap mereka tidak mampu mencapai kesetaraan di masyarakat Amerika.
Tujuan ACS mendirikan koloni di Afrika Barat untuk menampung mereka. Meskipun sebagian memilih beremigrasi secara sukarela, ACS juga diketahui seringkali menekan atau memaksa orang lain untuk pindah.
Liberia secara resmi merdeka pada tahun 1847 dan Joseph Jenkins Roberts, seorang Afrika-Amerika yang berimigrasi ke Liberia pada tahun 1829, terpilih sebagai presiden pertama.
Meskipun para pemimpin adat awalnya menolak upaya Amerika untuk membeli tanah, negara baru ini terbentuk setelah seorang perwira Angkatan Laut AS memaksa penguasa lokal untuk menjual sebidang tanah kepada ACS.
Ibu kotanya dinamai Monrovia, mengambil nama Presiden AS kelima, James Monroe, yang telah mengalokasikan dana pemerintah untuk proyek tersebut.
Diperkirakan, total sekitar 12.000 bekas budak kulit hitam Amerika berimigrasi ke Liberia antara tahun 1820 dan 1861.
Populasi Liberia
Awalnya, Afrika-Amerika dan keturunan mereka, yang dikenal sebagai Americo-Liberia, mendominasi pemerintahan berkat ikatan mereka dengan pemerintah AS.
Meskipun Americo-Liberia hanya merupakan sekitar 5% dari total populasi Liberia, sejak awal republik, mereka meminimalisir keterlibatan politik penduduk asli Afrika.
Penduduk asli, yang banyak bermigrasi dari Sudan barat pada akhir Abad Pertengahan, merupakan mayoritas populasi.
Sebagian kecil lainnya juga bermigrasi dari negara-negara Afrika Barat tetangga selama kampanye anti-perdagangan budak dan pemerintahan kolonial Eropa pada tahun 1800-an.
Bahasa Inggris adalah bahasa resmi Liberia, meskipun ada lebih dari dua lusin bahasa asli yang juga digunakan di sana.
Americo-Liberia, yang mendominasi kekuasaan politik hingga kudeta militer tahun 1980, menetapkan bahasa Inggris sebagai bahasa umum yang digunakan ketika mereka mendirikan republik pada tahun 1847.
Bahasa-bahasa lain yang dituturkan oleh kelompok etnis asli Liberia termasuk dalam tiga kelompok utama, semuanya termasuk dalam rumpun bahasa Niger-Kongo: bahasa Mande, Kwa, dan Mel.
Liberia telah mengalami dua perang saudara besar dalam beberapa dekade terakhir, yang berakar pada perpecahan etnis.
Pertama, kudeta 1980. Samuel Doe, anggota kelompok etnis Krahn pribumi, memimpin kudeta militer yang menggulingkan pemerintahan Americo-Liberia, mengakhiri dominasi politik mereka yang diwarnai ketidaksetaraan etnis.
Presiden Liberia William R. Tolbert terbunuh dalam kudeta ini. Namun, Doe kemudian membawa periode otoritarianisme dan pelanggaran hak asasi manusia.
Kedua, perang Saudara Pertama (1989-2003). Perang pertama meletus pada tahun 1989, ketika Charles Taylor, keturunan budak Amerika yang dibebaskan, melancarkan pemberontakan bersenjata terhadap Doe. Lebih dari 200 ribu jiwa meninggal.
Ketiga, perang Saudara Kedua (1999-2003). Perang kedua pecah pada tahun 1999 ketika kelompok pemberontak, Liberians United for Reconciliation and Democracy (LURD), memulai serangan militer untuk menggulingkan pemerintahan Taylor dengan dukungan dari Guinea.
Konflik ini menyebar ke Guinea dan Sierra Leone, tetapi mereda pada tahun 2003 dengan intervensi pasukan penjaga perdamaian internasional serta pengunduran diri dan pengasingan Taylor. Taylor dihukum 50 tahun penjara atas pelanggaran HAM.
Sejak berakhirnya perang saudara kedua, Liberia sebagian besar mengalami stabilitas politik. Negara ini mengadakan pemilihan demokratis pada tahun 2017, yang menandai transfer kekuasaan damai pertama sejak tahun 1944.
Joseph Boakai terpilih sebagai presiden pada tahun 2023 dengan 50,64 persen suara untuk masa jabatan enam tahun, mengalahkan mantan bintang sepak bola internasional George Weah.
Mengapa Trump bertemu pemimpin Afrika?
Lima negara yang pemimpinnya bertemu Trump Liberia, Gabon, Guinea-Bissau, Mauritania, dan Senegal memiliki sumber daya alam yang belum dimanfaatkan, termasuk mineral tanah jarang, cadangan minyak besar, dan populasi yang luar biasa.
Afrika memang telah menjadi medan pertempuran untuk pengaruh global dalam persaingan geopolitik AS-China. Namun, Trump sendiri dikenal karena pernyataannya yang meremehkan benua tersebut.
Pemerintahan Trump juga diketahui berupaya mendeportasi orang-orang yang melebihi batas visa atau berada di AS secara ilegal ke negara-negara Afrika Barat yang bersedia menerima mereka.
Sebuah rencana dilaporkan disajikan dalam pertemuan tersebut, meskipun rincian tentang apa yang ditawarkan Trump sebagai imbalan dan apakah para pemimpin bersedia menerimanya masih belum jelas.
POPULAR
RELATED ARTICLES