Share

Home Originals

Originals 26 Mei 2025

Siapa Greg Abel, Pewaris Takhta Buffet di Berkshire Hathaway?

Setelah enam dekade duduk di kursi puncak, Warren Buffett akhirnya mengisyaratkan waktunya mendekat ke garis akhir

Ilustrasi Warren Buffett menyiapkan penerus takhta/Context-Rizki Ghazali

Context.id, JAKARTA - Sang Oracle of Omaha, tokoh legendaris di balik transformasi Berkshire Hathaway dari perusahaan tekstil menjadi raksasa investasi lintas sektor, akan pensiun pada akhir 2025. 

Usia Warren Buffett kini 94, kekayaannya masih menyentuh Rp2.787 triliun dan pengaruhnya tetap tak tergoyahkan. Tapi seperti semua era, bahkan yang paling megah pun harus berakhir.

Siapa yang akan mengisi ruang kosong itu?

Nama Greg Abel sudah lama beredar sebagai penerus. Sejak 2021, Buffett secara terbuka menyebut Abel sebagai calon pemimpin masa depan. 

Namun kala itu, sang maestro belum benar-benar siap turun panggung. Kini, giliran Abel berdiri di ujung pelataran kekuasaan.

Tak banyak yang tahu, Abel bukanlah nama flamboyan di Wall Street. Ia memulai kariernya di MidAmerican Energy tahun 1992, sebuah perusahaan energi regional. 

Tapi saat Berkshire mengakuisisi MidAmerican, Abel tak hanya ikut pindah kapal ia mulai mendayung. Pada 2008, ia menjabat CEO MidAmerican (yang kemudian berubah nama menjadi Berkshire Hathaway Energy). 

Sepuluh tahun berselang, ia naik menjadi vice chairman yang mengawasi bisnis non-asuransi Berkshire mulai dari Dairy Queen dan See’s Candies, hingga BNSF Railway dan NetJets.

Bagi konglomerat yang menghindari spotlight dan lebih suka efisiensi dibanding flamboyansi, Abel tampak seperti pilihan yang logis.

Dia dikenal teliti, konservatif, dan punya rekam jejak solid antara 2010 hingga 2022, sektor yang dikelolanya menyumbang tambahan ekuitas US$53 miliar.

Bahkan divisinya mencatat laba tahunan rata-rata 13 persen, mengalahkan tim investasi Berkshire sendiri. Namun, pertanyaannya bukan hanya apakah ia kompeten tapi apakah ia bisa “menjadi” Buffett. 

Bisa kah ia menjaga reputasi Berkshire sebagai perusahaan dengan filosofi investasi jangka panjang yang nyaris religius, sambil tetap beradaptasi dengan pasar yang kini digerakkan oleh AI, ESG, dan tekanan pasar modal jangka pendek



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Wahyu Arifin

Originals 26 Mei 2025

Siapa Greg Abel, Pewaris Takhta Buffet di Berkshire Hathaway?

Setelah enam dekade duduk di kursi puncak, Warren Buffett akhirnya mengisyaratkan waktunya mendekat ke garis akhir

Ilustrasi Warren Buffett menyiapkan penerus takhta/Context-Rizki Ghazali

Context.id, JAKARTA - Sang Oracle of Omaha, tokoh legendaris di balik transformasi Berkshire Hathaway dari perusahaan tekstil menjadi raksasa investasi lintas sektor, akan pensiun pada akhir 2025. 

Usia Warren Buffett kini 94, kekayaannya masih menyentuh Rp2.787 triliun dan pengaruhnya tetap tak tergoyahkan. Tapi seperti semua era, bahkan yang paling megah pun harus berakhir.

Siapa yang akan mengisi ruang kosong itu?

Nama Greg Abel sudah lama beredar sebagai penerus. Sejak 2021, Buffett secara terbuka menyebut Abel sebagai calon pemimpin masa depan. 

Namun kala itu, sang maestro belum benar-benar siap turun panggung. Kini, giliran Abel berdiri di ujung pelataran kekuasaan.

Tak banyak yang tahu, Abel bukanlah nama flamboyan di Wall Street. Ia memulai kariernya di MidAmerican Energy tahun 1992, sebuah perusahaan energi regional. 

Tapi saat Berkshire mengakuisisi MidAmerican, Abel tak hanya ikut pindah kapal ia mulai mendayung. Pada 2008, ia menjabat CEO MidAmerican (yang kemudian berubah nama menjadi Berkshire Hathaway Energy). 

Sepuluh tahun berselang, ia naik menjadi vice chairman yang mengawasi bisnis non-asuransi Berkshire mulai dari Dairy Queen dan See’s Candies, hingga BNSF Railway dan NetJets.

Bagi konglomerat yang menghindari spotlight dan lebih suka efisiensi dibanding flamboyansi, Abel tampak seperti pilihan yang logis.

Dia dikenal teliti, konservatif, dan punya rekam jejak solid antara 2010 hingga 2022, sektor yang dikelolanya menyumbang tambahan ekuitas US$53 miliar.

Bahkan divisinya mencatat laba tahunan rata-rata 13 persen, mengalahkan tim investasi Berkshire sendiri. Namun, pertanyaannya bukan hanya apakah ia kompeten tapi apakah ia bisa “menjadi” Buffett. 

Bisa kah ia menjaga reputasi Berkshire sebagai perusahaan dengan filosofi investasi jangka panjang yang nyaris religius, sambil tetap beradaptasi dengan pasar yang kini digerakkan oleh AI, ESG, dan tekanan pasar modal jangka pendek



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Kenapa Kita Kalah dari Malaysia dan Thailand Soal Wisata Medis?

Indonesia kehilangan sekitar Rp165 triliun setiap tahun hanya karena warganya memilih berobat ke luar negeri

Renita Sukma . 17 June 2025

Dari Bulan ke Asteroid, China Mengincar Langit Lebih Tinggi

Peluncuran Tianwen-2 meluncur ke antariksa membuat dunia menyaksikan babak baru dari persaingan galaksi antara negara Barat dengan China yang mewa ...

Renita Sukma . 16 June 2025

Melihat Pundi-pundi Kekayaan Istri Presiden Prancis, Brigitte Macron

Dari pewaris cokelat hingga ibu negara paling mandiri secara finansial di Eropa

Naufal Jauhar Nazhif . 13 June 2025

Malaysia Jadi Favorit Wisatawan Indonesia, Kenapa?

Jika mau melancong ke negara Asia Tenggara, ada alternatif yang lebih murah dari Malaysia

Naufal Jauhar Nazhif . 11 June 2025