Share

Home Originals

Originals 22 Mei 2025

Makin Banyak PHK, Makin Sedikit yang Lapor SPT

Jika upah pekerja naik signifikan walau yang lapor SPT turun, penerimaan pajak akan tetap terdongkrak r n r n

Ilustrasi laporan pajak tahunan/Context-Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Ada satu ironi dalam dunia pajak, ketika perekonomian goyah dan pengangguran naik, negara justru makin membutuhkan Anda si pekerja formal yang taat lapor SPT. Tapi tahun ini, banyak yang absen. Tepatnya, 159 ribu wajib pajak pribadi tak lagi melapor.

Menurut Direktorat Jenderal Pajak, hingga batas akhir pelaporan pada Maret 2025, hanya 12,99 juta orang yang melapor SPT tahunan. Jumlah ini menurun dibandingkan 13,15 juta pada 2024. Secara persentase, penurunan ini kecil sekitar 1,21%. Tapi dalam konteks fiskal negara, setiap angka punya arti.

Apakah ini pertanda bahwa penerimaan pajak akan menurun? Tidak otomatis. Seperti dijelaskan Fajry Akbar dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), yang lebih menentukan adalah upah. “Kalau upah naik, walau yang lapor SPT turun, penerimaan pajak bisa tetap naik,” ujarnya.

Namun di sisi lain, pasar kerja Indonesia sedang berada dalam tekanan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran pada Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang naik 83 ribu dibanding tahun lalu. Banyak yang tergusur dari sektor formal ke sektor informal, di mana pelaporan pajak jauh lebih longgar.

Sekitar 59,4% pekerja Indonesia kini berada di sektor informal. Artinya, mereka cenderung tak masuk dalam sistem perpajakan. Entah karena penghasilan di bawah batas kena pajak, atau karena kesadaran dan edukasi perpajakan yang minim. Sementara itu, mereka yang kena PHK seharusnya mengubah status pajaknya jadi non-efektif, tapi sering kali tidak tahu atau lupa.

Akibatnya, meski banyak yang sebenarnya tidak wajib lapor, angka di dashboard DJP mencerminkan "penurunan kepatuhan". Jadi, ketika kamu mengisi SPT, ingatlah bahwa ini bukan sekadar soal kewajiban. Ini bagian dari ekosistem yang jauh lebih besar seperti stabilitas fiskal, perlindungan sosial dan masa depan negara.



Penulis : Renita Sukma

Editor   : Wahyu Arifin

Originals 22 Mei 2025

Makin Banyak PHK, Makin Sedikit yang Lapor SPT

Jika upah pekerja naik signifikan walau yang lapor SPT turun, penerimaan pajak akan tetap terdongkrak r n r n

Ilustrasi laporan pajak tahunan/Context-Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Ada satu ironi dalam dunia pajak, ketika perekonomian goyah dan pengangguran naik, negara justru makin membutuhkan Anda si pekerja formal yang taat lapor SPT. Tapi tahun ini, banyak yang absen. Tepatnya, 159 ribu wajib pajak pribadi tak lagi melapor.

Menurut Direktorat Jenderal Pajak, hingga batas akhir pelaporan pada Maret 2025, hanya 12,99 juta orang yang melapor SPT tahunan. Jumlah ini menurun dibandingkan 13,15 juta pada 2024. Secara persentase, penurunan ini kecil sekitar 1,21%. Tapi dalam konteks fiskal negara, setiap angka punya arti.

Apakah ini pertanda bahwa penerimaan pajak akan menurun? Tidak otomatis. Seperti dijelaskan Fajry Akbar dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), yang lebih menentukan adalah upah. “Kalau upah naik, walau yang lapor SPT turun, penerimaan pajak bisa tetap naik,” ujarnya.

Namun di sisi lain, pasar kerja Indonesia sedang berada dalam tekanan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran pada Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang naik 83 ribu dibanding tahun lalu. Banyak yang tergusur dari sektor formal ke sektor informal, di mana pelaporan pajak jauh lebih longgar.

Sekitar 59,4% pekerja Indonesia kini berada di sektor informal. Artinya, mereka cenderung tak masuk dalam sistem perpajakan. Entah karena penghasilan di bawah batas kena pajak, atau karena kesadaran dan edukasi perpajakan yang minim. Sementara itu, mereka yang kena PHK seharusnya mengubah status pajaknya jadi non-efektif, tapi sering kali tidak tahu atau lupa.

Akibatnya, meski banyak yang sebenarnya tidak wajib lapor, angka di dashboard DJP mencerminkan "penurunan kepatuhan". Jadi, ketika kamu mengisi SPT, ingatlah bahwa ini bukan sekadar soal kewajiban. Ini bagian dari ekosistem yang jauh lebih besar seperti stabilitas fiskal, perlindungan sosial dan masa depan negara.



Penulis : Renita Sukma

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Indonesia Berburu Pendanaan Iklim di COP30

Sejak COP21, negara-negara maju berjanji mengucurkan US100 miliar per tahun untuk membantu negara berkembang beralih ke energi bersih tapi itu han ...

David Eka . 08 August 2025

Brand Uniqlo akan Terdampak Tarif Trump, Apa Alasannya?

Brand pakaian asal Jepang, Uniqlo, mengakui kebijakan Tarif Trump yang tinggi akan berdampak besar pada operasional bisnis mereka mulai akhir tahu ...

Naufal Jauhar Nazhif . 05 August 2025

Jepang Pecahkan Rekor Internet Dunia, 1,02 Petabit per Detik

Kecepatanya memungkinkan mengunduh seluruh koleksi film di Netflix, puluhan gim berukuran besar atau jutaan lagu dalam hitungan detik

Naufal Jauhar Nazhif . 25 July 2025

Film Superman 2025 Anti Israel, Apa Benar?

Film Superman 2025 mendapat kecaman dari kelompok pro-Israel karena dianggap mempolitisasi perang Israel-Hamas/Palestina.

Naufal Jauhar Nazhif . 23 July 2025