Amerika Ngiklan di YouTube, Ancam Imigran Ilegal Meksiko
Amerika Serikat baru saja menghabiskan lebih dari setengah juta dolar untuk beriklan di YouTube bukan untuk produk baru, tapi untuk mengancam migran ilegal

Context.id, JAKARTA - Sejak awal April, Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) AS, di bawah kepemimpinan Kristi Noem menayangkan setidaknya 30 iklan di YouTube. Isinya tegas! Kalau masuk AS tanpa izin, siap-siap dideportasi dan dilarang kembali.
Data dari Google Ads Transparency Center menunjukkan, pemerintah AS menggelontorkan hampir US$600.000 buat kampanye ini. Sebagian besar uang itu dibelanjakan di negara bagian yang banyak dihuni komunitas migran, seperti California, Texas, dan Florida.
Misalnya, hanya di California saja, iklan ini menghabiskan lebih dari US$200.000 seperti yang dilaporkan The Wired. Menariknya lagi, kampanye ini tidak fokus di perbatasan, tapi justru ke wilayah dengan komunitas migran yang sudah lama tinggal.
Strateginya jelas, menebar efek kejut di komunitas yang lebih rentan terhadap misinformasi.
Dari YouTube ke layar TV Meksiko
Tak cuma online. Dua bulan setelah kampanye ini dimulai, iklan-iklan berisi ancaman deportasi juga muncul di televisi Meksiko, terutama saat pertandingan sepak bola dan acara prime-time. Dalam salah satu video, Kristi Noem memberi peringatan keras.
"Kalau Anda berniat datang ke AS secara ilegal, jangan coba-coba. Kami akan memburu Anda…!"
Tak butuh waktu lama bagi Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum, untuk merespons keras. Ia menilai iklan-iklan itu sebagai bentuk pelanggaran kedaulatan. Alhasil Sheinbaum mendorong perubahan undang-undang untuk melarang iklan politik asing tayang di Meksiko termasuk di medsos
Sheinbaum mengatakan, jika ingin mempromosikan pariwisata atau budaya, silakan. Tapi jangan membawa propaganda diskriminatif ke negaranya.
Usulan perubahan hukum Sheinbaum menimbulkan pertanyaan baru, kalau UU baru ini disahkan, bagaimana nasib iklan-iklan berbayar dari luar negeri di platform digital? Apakah Facebook, Google, dan YouTube bakal memblokirnya?
Ini bukan soal kecil. Meta dan Google berpotensi harus merombak sistem periklanan mereka di Meksiko pasar yang cukup besar dan sensitif secara politik.
Deportasi, aplikasi dan hak asasi
Kampanye DHS ini juga mengandalkan teknologi baru, seperti aplikasi CBP One. Awalnya, aplikasi ini membantu migran mengajukan suaka. Sekarang, fungsinya meluas menjadwalkan deportasi sukarela.
Tapi, kelompok-kelompok HAM mengatakan aplikasi ini tidak cukup aman dan bisa mempercepat deportasi tanpa perlindungan hukum yang layak. Semua ini bagian dari janji Donald Trump untuk mendeportasi jutaan migran ilegal di tahun 2025, memakai aturan keras seperti Enemy Alien Act.
Meski Meksiko selama ini mau bekerja sama menahan arus migrasi, kampanye Noem ini bisa memperkeruh hubungan dua negara, yang sebelumnya juga sempat panas gara-gara perang tarif dagang.
Sementara DHS terus membakar dana di platform digital, Sheinbaum bersiap menutup pintu untuk iklan asing. Tapi siapa yang akhirnya menang? Jawabannya mungkin baru akan terlihat, baik di perbatasan digital maupun di lapangan.
RELATED ARTICLES
Amerika Ngiklan di YouTube, Ancam Imigran Ilegal Meksiko
Amerika Serikat baru saja menghabiskan lebih dari setengah juta dolar untuk beriklan di YouTube bukan untuk produk baru, tapi untuk mengancam migran ilegal

Context.id, JAKARTA - Sejak awal April, Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) AS, di bawah kepemimpinan Kristi Noem menayangkan setidaknya 30 iklan di YouTube. Isinya tegas! Kalau masuk AS tanpa izin, siap-siap dideportasi dan dilarang kembali.
Data dari Google Ads Transparency Center menunjukkan, pemerintah AS menggelontorkan hampir US$600.000 buat kampanye ini. Sebagian besar uang itu dibelanjakan di negara bagian yang banyak dihuni komunitas migran, seperti California, Texas, dan Florida.
Misalnya, hanya di California saja, iklan ini menghabiskan lebih dari US$200.000 seperti yang dilaporkan The Wired. Menariknya lagi, kampanye ini tidak fokus di perbatasan, tapi justru ke wilayah dengan komunitas migran yang sudah lama tinggal.
Strateginya jelas, menebar efek kejut di komunitas yang lebih rentan terhadap misinformasi.
Dari YouTube ke layar TV Meksiko
Tak cuma online. Dua bulan setelah kampanye ini dimulai, iklan-iklan berisi ancaman deportasi juga muncul di televisi Meksiko, terutama saat pertandingan sepak bola dan acara prime-time. Dalam salah satu video, Kristi Noem memberi peringatan keras.
"Kalau Anda berniat datang ke AS secara ilegal, jangan coba-coba. Kami akan memburu Anda…!"
Tak butuh waktu lama bagi Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum, untuk merespons keras. Ia menilai iklan-iklan itu sebagai bentuk pelanggaran kedaulatan. Alhasil Sheinbaum mendorong perubahan undang-undang untuk melarang iklan politik asing tayang di Meksiko termasuk di medsos
Sheinbaum mengatakan, jika ingin mempromosikan pariwisata atau budaya, silakan. Tapi jangan membawa propaganda diskriminatif ke negaranya.
Usulan perubahan hukum Sheinbaum menimbulkan pertanyaan baru, kalau UU baru ini disahkan, bagaimana nasib iklan-iklan berbayar dari luar negeri di platform digital? Apakah Facebook, Google, dan YouTube bakal memblokirnya?
Ini bukan soal kecil. Meta dan Google berpotensi harus merombak sistem periklanan mereka di Meksiko pasar yang cukup besar dan sensitif secara politik.
Deportasi, aplikasi dan hak asasi
Kampanye DHS ini juga mengandalkan teknologi baru, seperti aplikasi CBP One. Awalnya, aplikasi ini membantu migran mengajukan suaka. Sekarang, fungsinya meluas menjadwalkan deportasi sukarela.
Tapi, kelompok-kelompok HAM mengatakan aplikasi ini tidak cukup aman dan bisa mempercepat deportasi tanpa perlindungan hukum yang layak. Semua ini bagian dari janji Donald Trump untuk mendeportasi jutaan migran ilegal di tahun 2025, memakai aturan keras seperti Enemy Alien Act.
Meski Meksiko selama ini mau bekerja sama menahan arus migrasi, kampanye Noem ini bisa memperkeruh hubungan dua negara, yang sebelumnya juga sempat panas gara-gara perang tarif dagang.
Sementara DHS terus membakar dana di platform digital, Sheinbaum bersiap menutup pintu untuk iklan asing. Tapi siapa yang akhirnya menang? Jawabannya mungkin baru akan terlihat, baik di perbatasan digital maupun di lapangan.
POPULAR
RELATED ARTICLES