Share

Home Originals

Originals 13 Maret 2025

Mengapa Mantan Presiden Filipina Duterte Ditangkap ICC?

Rodrigo Duterte tidak segan-segan meminta warganya untuk membunuh pengedar dan pecandu narkoba

Ilustrasi Duterte dan gembong narkoba/Context-Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Rodrigo Duterte, mantan Presiden Filipina yang dikenal dengan kebijakan kerasnya dalam memerangi narkoba, kini menghadapi tuntutan serius dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). 

Kampanye tembak mati yang ia terapkan selama masa jabatannya kini membawa konsekuensi hukum yang mengarah pada penangkapannya. 

Namun, apa sebenarnya yang terjadi dalam kampanye ini dan bagaimana kronologi yang membawa Duterte ke penahanan?

Pada 2016, Rodrigo Duterte mulai memimpin Filipina dengan tekad kuat untuk menanggulangi peredaran narkoba yang dianggap mengancam masa depan bangsa. 

Dalam pidatonya yang berani, Duterte tidak segan-segan meminta warganya untuk membunuh pengedar dan pecandu narkoba.

"Saya tidak peduli tentang hak asasi manusia," kata Duterte, menegaskan kebijakan ekstremnya yang tak kenal kompromi.

Meskipun banyak yang mendukung, kebijakan ini segera menuai kritik tajam, baik di dalam negeri maupun internasional. Kampanye ini yang dikenal dengan nama "War on Drugs" telah menyebabkan ribuan nyawa melayang. 

Data dari Kepolisian Filipina menyebutkan angka kematian mencapai 6.200 orang, namun kelompok-kelompok aktivis memperkirakan jumlahnya jauh lebih tinggi.

Sejak 2018, ICC mulai menyelidiki kampanye Duterte ini. Penyelidikan awal mencatat sedikitnya 12.000 orang tewas akibat operasi kepolisian dan aksi vigilante yang terjadi sepanjang kampanye tersebut. 

Pada 2019, Duterte merespons dengan keras, mengancam akan menarik Filipina dari keanggotaan ICC. Hal itu pun terwujud, Filipina secara resmi keluar dari ICC, namun penyelidikan terhadapnya tetap berlangsung.

Pada September 2021, ICC mengeluarkan izin untuk penyelidikan penuh terhadap Duterte. 

Laporan-laporan internasional mengungkapkan sekitar 30.000 orang bisa jadi menjadi korban dari kebijakan ini, yang menurut ICC berpotensi mengarah pada kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pada awal Maret 2025, ia akhirnya ditangkap setelah kembali dari perjalanan ke Hong Kong, dengan perintah penahanan dari ICC. Meskipun berada di balik jeruji besi, Duterte tetap menolak meminta maaf atas kebijakannya. 

Kontributor: Renita Sukma



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Originals 13 Maret 2025

Mengapa Mantan Presiden Filipina Duterte Ditangkap ICC?

Rodrigo Duterte tidak segan-segan meminta warganya untuk membunuh pengedar dan pecandu narkoba

Ilustrasi Duterte dan gembong narkoba/Context-Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Rodrigo Duterte, mantan Presiden Filipina yang dikenal dengan kebijakan kerasnya dalam memerangi narkoba, kini menghadapi tuntutan serius dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). 

Kampanye tembak mati yang ia terapkan selama masa jabatannya kini membawa konsekuensi hukum yang mengarah pada penangkapannya. 

Namun, apa sebenarnya yang terjadi dalam kampanye ini dan bagaimana kronologi yang membawa Duterte ke penahanan?

Pada 2016, Rodrigo Duterte mulai memimpin Filipina dengan tekad kuat untuk menanggulangi peredaran narkoba yang dianggap mengancam masa depan bangsa. 

Dalam pidatonya yang berani, Duterte tidak segan-segan meminta warganya untuk membunuh pengedar dan pecandu narkoba.

"Saya tidak peduli tentang hak asasi manusia," kata Duterte, menegaskan kebijakan ekstremnya yang tak kenal kompromi.

Meskipun banyak yang mendukung, kebijakan ini segera menuai kritik tajam, baik di dalam negeri maupun internasional. Kampanye ini yang dikenal dengan nama "War on Drugs" telah menyebabkan ribuan nyawa melayang. 

Data dari Kepolisian Filipina menyebutkan angka kematian mencapai 6.200 orang, namun kelompok-kelompok aktivis memperkirakan jumlahnya jauh lebih tinggi.

Sejak 2018, ICC mulai menyelidiki kampanye Duterte ini. Penyelidikan awal mencatat sedikitnya 12.000 orang tewas akibat operasi kepolisian dan aksi vigilante yang terjadi sepanjang kampanye tersebut. 

Pada 2019, Duterte merespons dengan keras, mengancam akan menarik Filipina dari keanggotaan ICC. Hal itu pun terwujud, Filipina secara resmi keluar dari ICC, namun penyelidikan terhadapnya tetap berlangsung.

Pada September 2021, ICC mengeluarkan izin untuk penyelidikan penuh terhadap Duterte. 

Laporan-laporan internasional mengungkapkan sekitar 30.000 orang bisa jadi menjadi korban dari kebijakan ini, yang menurut ICC berpotensi mengarah pada kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pada awal Maret 2025, ia akhirnya ditangkap setelah kembali dari perjalanan ke Hong Kong, dengan perintah penahanan dari ICC. Meskipun berada di balik jeruji besi, Duterte tetap menolak meminta maaf atas kebijakannya. 

Kontributor: Renita Sukma



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Indonesia Berburu Pendanaan Iklim di COP30

Sejak COP21, negara-negara maju berjanji mengucurkan US100 miliar per tahun untuk membantu negara berkembang beralih ke energi bersih tapi itu han ...

David Eka . 08 August 2025

Brand Uniqlo akan Terdampak Tarif Trump, Apa Alasannya?

Brand pakaian asal Jepang, Uniqlo, mengakui kebijakan Tarif Trump yang tinggi akan berdampak besar pada operasional bisnis mereka mulai akhir tahu ...

Naufal Jauhar Nazhif . 05 August 2025

Jepang Pecahkan Rekor Internet Dunia, 1,02 Petabit per Detik

Kecepatanya memungkinkan mengunduh seluruh koleksi film di Netflix, puluhan gim berukuran besar atau jutaan lagu dalam hitungan detik

Naufal Jauhar Nazhif . 25 July 2025

Film Superman 2025 Anti Israel, Apa Benar?

Film Superman 2025 mendapat kecaman dari kelompok pro-Israel karena dianggap mempolitisasi perang Israel-Hamas/Palestina.

Naufal Jauhar Nazhif . 23 July 2025