Share

Home Originals

Originals 20 Februari 2025

Kontras Kekayaan di Balik Roda Grab dan Gojek Indonesia

Pendiri Grab dan Gojek berada di jajaran elite bisnis Asia Tenggara dengan kekayaan triliunan rupiah

Ilustrasi ojek online dan para pendiri perusahaan/Context-Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Model bisnis layanan transportasi daring seperti Grab dan Gojek telah mengubah cara masyarakat Indonesia bepergian bahkan mengonsumsi makanan. 

Namun, di balik inovasi ini, muncul ketimpangan mencolok antara kesejahteraan para pendiri perusahaan dengan kondisi ekonomi para pengemudi yang menjadi tulang punggung operasional mereka.

Pendiri Grab dan Gojek berada di jajaran elite bisnis Asia Tenggara. Anthony Tan, pendiri Grab, serta Nadiem Makarim, pendiri Gojek, telah mengantarkan perusahaan mereka menjadi raksasa teknologi dengan valuasi miliaran dolar.

Sebaliknya, para pengemudi yang menjalankan operasional sehari-hari kerap mengeluhkan pendapatan yang tidak menentu. 

Sistem bagi hasil dan potongan komisi yang terus berubah, banyak pengemudi kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Banyak pengemudi ojol yang mengeluhkan banyak insentif dipotong, tapi biaya potongan naik sementara pesaing makin banyak sehingga membuat pendapatan menurun jauh. 

Sejak awal, Grab dan Gojek menempatkan diri sebagai perusahaan teknologi, bukan penyedia layanan transportasi. 

Model bisnis ini membuat mereka tidak menganggap pengemudi sebagai karyawan tetap, melainkan mitra independen.

Pendekatan ini terlihat membuat fleksibilitas kerja bagi pengemudi. Namun, di sisi lain, mereka tidak mendapatkan jaminan sosial, asuransi kesehatan, atau perlindungan tenaga kerja yang biasanya dinikmati pekerja formal.

Banyak studi yang memperlihatkan bagaimana skema sharing economy ala perusahaan ojol ini memiliki banyak kekurangan. 

Ini menciptakan peluang ekonomi baru, tetapi juga membuka ruang eksploitasi. Tanpa regulasi yang jelas, kesejahteraan pengemudi bisa terus tergerus. 



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Wahyu Arifin

Originals 20 Februari 2025

Kontras Kekayaan di Balik Roda Grab dan Gojek Indonesia

Pendiri Grab dan Gojek berada di jajaran elite bisnis Asia Tenggara dengan kekayaan triliunan rupiah

Ilustrasi ojek online dan para pendiri perusahaan/Context-Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Model bisnis layanan transportasi daring seperti Grab dan Gojek telah mengubah cara masyarakat Indonesia bepergian bahkan mengonsumsi makanan. 

Namun, di balik inovasi ini, muncul ketimpangan mencolok antara kesejahteraan para pendiri perusahaan dengan kondisi ekonomi para pengemudi yang menjadi tulang punggung operasional mereka.

Pendiri Grab dan Gojek berada di jajaran elite bisnis Asia Tenggara. Anthony Tan, pendiri Grab, serta Nadiem Makarim, pendiri Gojek, telah mengantarkan perusahaan mereka menjadi raksasa teknologi dengan valuasi miliaran dolar.

Sebaliknya, para pengemudi yang menjalankan operasional sehari-hari kerap mengeluhkan pendapatan yang tidak menentu. 

Sistem bagi hasil dan potongan komisi yang terus berubah, banyak pengemudi kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Banyak pengemudi ojol yang mengeluhkan banyak insentif dipotong, tapi biaya potongan naik sementara pesaing makin banyak sehingga membuat pendapatan menurun jauh. 

Sejak awal, Grab dan Gojek menempatkan diri sebagai perusahaan teknologi, bukan penyedia layanan transportasi. 

Model bisnis ini membuat mereka tidak menganggap pengemudi sebagai karyawan tetap, melainkan mitra independen.

Pendekatan ini terlihat membuat fleksibilitas kerja bagi pengemudi. Namun, di sisi lain, mereka tidak mendapatkan jaminan sosial, asuransi kesehatan, atau perlindungan tenaga kerja yang biasanya dinikmati pekerja formal.

Banyak studi yang memperlihatkan bagaimana skema sharing economy ala perusahaan ojol ini memiliki banyak kekurangan. 

Ini menciptakan peluang ekonomi baru, tetapi juga membuka ruang eksploitasi. Tanpa regulasi yang jelas, kesejahteraan pengemudi bisa terus tergerus. 



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Proyek Nexus dan Masa Depan QRIS di Asean

Proyek Nexus bakal memudahkan WNI, warga negara Malaysia, Thailand dan Singapura untuk berbelanja saat melancong di kawasan Asia Tenggara

Naufal Jauhar Nazhif . 15 May 2025

Ini Perhitungan Kemiskinan Orang Indonesia Versi Bank Dunia

Harap perhatikan, 172 juta orang Indonesia bisa disebut miskin dalam semalam. Kenapa?

Naufal Jauhar Nazhif . 13 May 2025

Marsinah: Buruh yang Dibungkam, Kini Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Di antara deretan pahlawan nasional Indonesia, tak satu pun berasal dari barisan buruh. Hingga nama Marsinah kembali menggema

Renita Sukma . 09 May 2025

Premanisme Ormas di Kawasan Industri, Ganggu Investasi?

Banyak investor yang merasa terganggu gara-gara sikap ormas yang kerap memalak dan mengganggu kawasan industri

Naufal Jauhar Nazhif . 06 May 2025