AS Mulai Perketat Aturan Bagi Perusahaan Teknologi Milik China
Langkah AS bertujuan untuk membatasi dominasi industri China di sektor teknologi dan energi baru

Context.id, JAKARTA — Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon) resmi menambahkan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL), produsen baterai kendaraan listrik terbesar di dunia, ke dalam daftar "perusahaan militer China" pada Senin (22/1).
Langkah ini menjadi sinyal baru ketegangan ekonomi dan politik antara Washington dan Beijing.
CATL, yang berbasis di Ningde, China, saat ini menguasai sekitar 37% pangsa pasar baterai global. Perusahaan ini menjadi pemasok utama bagi sejumlah produsen kendaraan listrik besar, termasuk Tesla dan Ford.
Namun, dengan dimasukkannya CATL ke dalam daftar hitam, hubungan perusahaan-perusahaan Amerika dengan CATL dapat menghadapi tantangan baru, terutama dalam memperoleh kontrak pertahanan di masa depan.
Keputusan Pentagon juga mencakup Tencent, raksasa teknologi dan permainan video asal China.
Kedua perusahaan, seperti dilansir Business Insider membantah tuduhan keterlibatan dengan militer China.
Dalam pernyataan resminya, CATL menyebut langkah Pentagon sebagai kesalahan besar, menegaskan bahwa perusahaan tidak pernah terlibat dalam aktivitas terkait militer.
Potensi sanksi
Meskipun penetapan ini tidak serta-merta menghambat operasi CATL atau Tencent di Amerika Serikat, langkah tersebut dapat menjadi dasar bagi sanksi lebih lanjut.
Di bawah pemerintahan Donald Trump, misalnya, kebijakan serupa pernah menjadi landasan untuk mengenakan sanksi ekonomi terhadap perusahaan-perusahaan China.
Analis memprediksi langkah ini bertujuan untuk membatasi dominasi industri China di sektor teknologi dan energi baru.
Sejalan dengan itu, pemerintahan Joe Biden juga telah memberlakukan tarif hingga 100% pada kendaraan listrik asal China dan mengusulkan pelarangan penggunaan perangkat lunak China dalam kendaraan yang dijual di AS.
Berita ini langsung berdampak pada pergerakan saham kedua perusahaan. Saham CATL dan Tencent mengalami penurunan tajam pada hari Selasa (23/1).
Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran investor atas potensi sanksi lanjutan yang dapat menghambat ekspansi bisnis kedua perusahaan.
Tesla, salah satu pelanggan terbesar CATL, tampaknya turut terkena dampak dengan adanya ketidakpastian pasokan baterai.
Tesla sebelumnya bekerja sama dengan CATL untuk mengembangkan teknologi baterai pengisian cepat, yang menjadi komponen penting dalam pengembangan kendaraan listriknya.
Arah kebijakan AS-Cina
Langkah Pentagon ini mencerminkan peningkatan regulasi terhadap perusahaan China di berbagai sektor.
Pada masa kampanyenya, Donald Trump bahkan menjanjikan tarif hingga 60% pada seluruh barang impor dari China.
Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan ekonomi Amerika terhadap China.
Namun, langkah ini juga berisiko memperburuk hubungan kedua negara, yang sebelumnya telah mengalami ketegangan akibat isu perdagangan, teknologi, dan keamanan nasional.
Pemerintah China diperkirakan akan merespons langkah ini dengan kebijakan balasan yang dapat memperumit situasi bagi perusahaan multinasional.
Ketegangan antara AS dan China kini melibatkan pemain-pemain besar dalam industri teknologi dan energi global.
Penetapan CATL dan Tencent sebagai "perusahaan militer China" menjadi bagian dari strategi besar AS dalam mempertahankan supremasi ekonominya.
Namun, dampaknya terhadap pasar global dan hubungan kedua negara patut terus diawasi.
RELATED ARTICLES
AS Mulai Perketat Aturan Bagi Perusahaan Teknologi Milik China
Langkah AS bertujuan untuk membatasi dominasi industri China di sektor teknologi dan energi baru

Context.id, JAKARTA — Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon) resmi menambahkan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL), produsen baterai kendaraan listrik terbesar di dunia, ke dalam daftar "perusahaan militer China" pada Senin (22/1).
Langkah ini menjadi sinyal baru ketegangan ekonomi dan politik antara Washington dan Beijing.
CATL, yang berbasis di Ningde, China, saat ini menguasai sekitar 37% pangsa pasar baterai global. Perusahaan ini menjadi pemasok utama bagi sejumlah produsen kendaraan listrik besar, termasuk Tesla dan Ford.
Namun, dengan dimasukkannya CATL ke dalam daftar hitam, hubungan perusahaan-perusahaan Amerika dengan CATL dapat menghadapi tantangan baru, terutama dalam memperoleh kontrak pertahanan di masa depan.
Keputusan Pentagon juga mencakup Tencent, raksasa teknologi dan permainan video asal China.
Kedua perusahaan, seperti dilansir Business Insider membantah tuduhan keterlibatan dengan militer China.
Dalam pernyataan resminya, CATL menyebut langkah Pentagon sebagai kesalahan besar, menegaskan bahwa perusahaan tidak pernah terlibat dalam aktivitas terkait militer.
Potensi sanksi
Meskipun penetapan ini tidak serta-merta menghambat operasi CATL atau Tencent di Amerika Serikat, langkah tersebut dapat menjadi dasar bagi sanksi lebih lanjut.
Di bawah pemerintahan Donald Trump, misalnya, kebijakan serupa pernah menjadi landasan untuk mengenakan sanksi ekonomi terhadap perusahaan-perusahaan China.
Analis memprediksi langkah ini bertujuan untuk membatasi dominasi industri China di sektor teknologi dan energi baru.
Sejalan dengan itu, pemerintahan Joe Biden juga telah memberlakukan tarif hingga 100% pada kendaraan listrik asal China dan mengusulkan pelarangan penggunaan perangkat lunak China dalam kendaraan yang dijual di AS.
Berita ini langsung berdampak pada pergerakan saham kedua perusahaan. Saham CATL dan Tencent mengalami penurunan tajam pada hari Selasa (23/1).
Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran investor atas potensi sanksi lanjutan yang dapat menghambat ekspansi bisnis kedua perusahaan.
Tesla, salah satu pelanggan terbesar CATL, tampaknya turut terkena dampak dengan adanya ketidakpastian pasokan baterai.
Tesla sebelumnya bekerja sama dengan CATL untuk mengembangkan teknologi baterai pengisian cepat, yang menjadi komponen penting dalam pengembangan kendaraan listriknya.
Arah kebijakan AS-Cina
Langkah Pentagon ini mencerminkan peningkatan regulasi terhadap perusahaan China di berbagai sektor.
Pada masa kampanyenya, Donald Trump bahkan menjanjikan tarif hingga 60% pada seluruh barang impor dari China.
Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan ekonomi Amerika terhadap China.
Namun, langkah ini juga berisiko memperburuk hubungan kedua negara, yang sebelumnya telah mengalami ketegangan akibat isu perdagangan, teknologi, dan keamanan nasional.
Pemerintah China diperkirakan akan merespons langkah ini dengan kebijakan balasan yang dapat memperumit situasi bagi perusahaan multinasional.
Ketegangan antara AS dan China kini melibatkan pemain-pemain besar dalam industri teknologi dan energi global.
Penetapan CATL dan Tencent sebagai "perusahaan militer China" menjadi bagian dari strategi besar AS dalam mempertahankan supremasi ekonominya.
Namun, dampaknya terhadap pasar global dan hubungan kedua negara patut terus diawasi.
POPULAR
RELATED ARTICLES