Perang Dagang AS vs China, Bagaimana Nasib Indonesia?
Potensi perang dagang antara Amerika Serikat dengan China kembali mencuat menjelang pelantikan Donald Trump sebagai presiden AS. Bagaimana dampaknya terhadap Indonesia?
Context.id, JAKARTA - Sehari setelah dilantik, Presiden AS Donald Trump langsung menabuh genderang perang dagang dengan China melalui ancaman penerapan tarif impor 10% produk China mulai 1 Februari 2025. Kenaikan tarif ini memang sejalan dengan kebijakan proteksionisme dan slogan 'America First' yang diusungnya.
"Daripada mengenakan pajak kepada warga negara kita untuk memperkaya negara lain, kita akan mengenakan tarif dan pajak kepada negara asing untuk memperkaya warga negara kita," tegas Trump dalam pidato perdananya sebagai presiden usai dilantik di Gedung Capitol, Senin (20/1).
Langkah ini akan digeber melalui pembentukan External Revenue Service. Nantinya, semua tarif, bea, dan pendapatan yang dipungut dari negara lain akan dikumpulkan di satu tempat.
Nah, kebijakan perang dagang Trump terhadap China diprediksi akan mengubah peta rantai pasok global dan diprediksi mempercepat arus investasi ke negara-negara yang dianggap relasi ekonomi politiknya netral dengan AS maupun China.
Kelanjutan pertarungan itu akan berimbas pada pengurangan transaksi perusahaan AS di China. Dampaknya, perusahaan AS bisa memindahkan lokasi usaha ke luar China dan Indonesia termasuk calon potensial relokasi.
Indonesia punya kesempatan untuk mengambil peran ini dengan mendekati AS untuk melakukan pendekatan-pendekatan bilateral yang efektif untuk memastikan relasi perdagangan yang baik dengan Negeri Paman Sam, khususnya untuk memastikan Indonesia memperoleh leverage perdagangan terbaik dengan AS.
Selain Indonesia, Vietnam, Singapura dan Malaysia juga bersiap mengambil kekuntungan dari perang dagang AS-China. Buktinya, perang dagang membuat banyak perusahaan di China justru relokasi ke Vietnam.
Dalam laporan Bank Dunia, setidaknya terdapat 5 dari 8 perusahaan di China yang lebih memilih untuk masuk ke pasar Vietnam dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya, termasuk Indonesia.
Malaysia dan Singapura juga cukup potensial untuk mengambil peluang relokasi pabrik asal China, karena belum lama ini kedua negara sepakat untuk membantuk kawasan ekonomi khusus Johor-Singapore dengan segala fasilitas serta insentif fiskal yang disiapkan untuk memanjakan investor yang menanamkan modalnya
RELATED ARTICLES
Perang Dagang AS vs China, Bagaimana Nasib Indonesia?
Potensi perang dagang antara Amerika Serikat dengan China kembali mencuat menjelang pelantikan Donald Trump sebagai presiden AS. Bagaimana dampaknya terhadap Indonesia?
Context.id, JAKARTA - Sehari setelah dilantik, Presiden AS Donald Trump langsung menabuh genderang perang dagang dengan China melalui ancaman penerapan tarif impor 10% produk China mulai 1 Februari 2025. Kenaikan tarif ini memang sejalan dengan kebijakan proteksionisme dan slogan 'America First' yang diusungnya.
"Daripada mengenakan pajak kepada warga negara kita untuk memperkaya negara lain, kita akan mengenakan tarif dan pajak kepada negara asing untuk memperkaya warga negara kita," tegas Trump dalam pidato perdananya sebagai presiden usai dilantik di Gedung Capitol, Senin (20/1).
Langkah ini akan digeber melalui pembentukan External Revenue Service. Nantinya, semua tarif, bea, dan pendapatan yang dipungut dari negara lain akan dikumpulkan di satu tempat.
Nah, kebijakan perang dagang Trump terhadap China diprediksi akan mengubah peta rantai pasok global dan diprediksi mempercepat arus investasi ke negara-negara yang dianggap relasi ekonomi politiknya netral dengan AS maupun China.
Kelanjutan pertarungan itu akan berimbas pada pengurangan transaksi perusahaan AS di China. Dampaknya, perusahaan AS bisa memindahkan lokasi usaha ke luar China dan Indonesia termasuk calon potensial relokasi.
Indonesia punya kesempatan untuk mengambil peran ini dengan mendekati AS untuk melakukan pendekatan-pendekatan bilateral yang efektif untuk memastikan relasi perdagangan yang baik dengan Negeri Paman Sam, khususnya untuk memastikan Indonesia memperoleh leverage perdagangan terbaik dengan AS.
Selain Indonesia, Vietnam, Singapura dan Malaysia juga bersiap mengambil kekuntungan dari perang dagang AS-China. Buktinya, perang dagang membuat banyak perusahaan di China justru relokasi ke Vietnam.
Dalam laporan Bank Dunia, setidaknya terdapat 5 dari 8 perusahaan di China yang lebih memilih untuk masuk ke pasar Vietnam dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya, termasuk Indonesia.
Malaysia dan Singapura juga cukup potensial untuk mengambil peluang relokasi pabrik asal China, karena belum lama ini kedua negara sepakat untuk membantuk kawasan ekonomi khusus Johor-Singapore dengan segala fasilitas serta insentif fiskal yang disiapkan untuk memanjakan investor yang menanamkan modalnya
POPULAR
RELATED ARTICLES