Share

Stories 24 Desember 2024

Nissan dan Honda Pertimbangkan Merger, Solusi Bertahan di Industri EV?

Para analis memandang merger ini sebagai peluang bagi kedua perusahaan untuk memperkuat posisi di pasar EV yang semakin kompetitif.

Honda dan Nissan/Istimewa

Context.id, JAKARTA - Dua raksasa otomotif Jepang, Nissan Motor Co dan Honda Motor Co, tengah membahas kemungkinan kerja sama yang lebih erat, termasuk opsi merger. 

Langkah ini mencuat di tengah tantangan besar yang dihadapi industri otomotif global, seperti dominasi produsen kendaraan listrik (EV) China dan peralihan cepat dari kendaraan berbahan bakar fosil ke listrik.

Dalam pernyataan resmi pada Rabu (18/12), Nissan dan Honda membantah telah mengambil keputusan terkait merger, tetapi mengakui adanya diskusi strategis. 

"Kami sedang mengeksplorasi berbagai kemungkinan kolaborasi di masa depan, namun belum ada keputusan yang dibuat," ungkap perwakilan kedua perusahaan.

Melansir dari Economic Times spekulasi mengenai merger memicu kenaikan saham Nissan hingga 24% di bursa Tokyo, sementara saham Honda turun 3%. 

Mitsubishi Motors Corp, mitra Nissan dalam aliansi yang lebih besar, juga disebut terlibat mengenai pembicaraan merger ini.

Para analis memandang merger ini sebagai peluang bagi kedua perusahaan untuk memperkuat posisi di pasar EV yang semakin kompetitif. 

Jika kedua gergasi ini bergabung, maka persaingan dengan Toyota Motor Corp., pemimpin pasar Jepang, serta Volkswagen AG dari Jerman akan semakin ketat.

Dominasi China
Produsen kendaraan listrik China seperti BYD, Nio, dan Great Wall, telah mengguncang industri global dengan menawarkan kendaraan listrik berbiaya rendah.

Perusahaan-perusahaan ini secara agresif menggerogoti pangsa pasar produsen Jepang, baik di dalam negeri maupun secara global.

Di sisi lain, Nissan, Honda, dan Mitsubishi tertinggal dalam pengembangan teknologi EV. Ketiganya kini berupaya berbagi komponen seperti baterai dan perangkat lunak untuk kendaraan otonom guna mengejar ketertinggalan.

Menurut para ahli, merger dapat memberikan keuntungan signifikan bagi kedua perusahaan. Honda, misalnya, dapat memanfaatkan pengalaman Nissan dalam teknologi baterai dan powertrain hybrid, serta lini produk SUV besar yang belum dimiliki Honda.

Sam Fiorani, Wakil Presiden AutoForecast Solutions, menyebut bahwa produk-produk seperti Nissan Armada dan Infiniti QX80 dapat melengkapi portofolio Honda. 

"Ini adalah segmen yang belum digarap Honda, dan kolaborasi dengan Nissan dapat memberikan pijakan baru," ujar Fiorani

Hambatan 
Meskipun peluang sinergi tampak menjanjikan, sejumlah hambatan besar dapat menghambat rencana ini. Berikut beberapa hambatan yang akan dihadapi

1. Perbedaan budaya dan struktur bisnis
Kendati sama-sama produsen mobil dari Jepang, Nissan dan Honda memiliki budaya perusahaan yang berbeda. Honda lebih fokus pada diversifikasi usaha seperti sepeda motor dan peralatan listrik, sementara Nissan lebih terfokus pada kendaraan roda empat.

2. Kritik mantan eksekutif
Carlos Ghosn, mantan CEO Nissan, dalam wawancaranya dengan The Times menyebut rencana merger ini sebagai langkah putus asa. Dia meragukan sinergi antara kedua perusahaan yang memiliki banyak kesamaan.

3. Kecepatan implementasi
Reuters melaporkan proses pembicaraan ini berjalan lambat, sementara pesaing global seperti Tesla dan BYD terus mempercepat pengembangan teknologi EV mereka.

4. Tantangan finansial
Laporan The Japan Times mengungkap Nissan dan Honda sama-sama mengalami tekanan keuangan akibat penurunan pasar di China dan perubahan preferensi konsumen global.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 24 Desember 2024

Nissan dan Honda Pertimbangkan Merger, Solusi Bertahan di Industri EV?

Para analis memandang merger ini sebagai peluang bagi kedua perusahaan untuk memperkuat posisi di pasar EV yang semakin kompetitif.

Honda dan Nissan/Istimewa

Context.id, JAKARTA - Dua raksasa otomotif Jepang, Nissan Motor Co dan Honda Motor Co, tengah membahas kemungkinan kerja sama yang lebih erat, termasuk opsi merger. 

Langkah ini mencuat di tengah tantangan besar yang dihadapi industri otomotif global, seperti dominasi produsen kendaraan listrik (EV) China dan peralihan cepat dari kendaraan berbahan bakar fosil ke listrik.

Dalam pernyataan resmi pada Rabu (18/12), Nissan dan Honda membantah telah mengambil keputusan terkait merger, tetapi mengakui adanya diskusi strategis. 

"Kami sedang mengeksplorasi berbagai kemungkinan kolaborasi di masa depan, namun belum ada keputusan yang dibuat," ungkap perwakilan kedua perusahaan.

Melansir dari Economic Times spekulasi mengenai merger memicu kenaikan saham Nissan hingga 24% di bursa Tokyo, sementara saham Honda turun 3%. 

Mitsubishi Motors Corp, mitra Nissan dalam aliansi yang lebih besar, juga disebut terlibat mengenai pembicaraan merger ini.

Para analis memandang merger ini sebagai peluang bagi kedua perusahaan untuk memperkuat posisi di pasar EV yang semakin kompetitif. 

Jika kedua gergasi ini bergabung, maka persaingan dengan Toyota Motor Corp., pemimpin pasar Jepang, serta Volkswagen AG dari Jerman akan semakin ketat.

Dominasi China
Produsen kendaraan listrik China seperti BYD, Nio, dan Great Wall, telah mengguncang industri global dengan menawarkan kendaraan listrik berbiaya rendah.

Perusahaan-perusahaan ini secara agresif menggerogoti pangsa pasar produsen Jepang, baik di dalam negeri maupun secara global.

Di sisi lain, Nissan, Honda, dan Mitsubishi tertinggal dalam pengembangan teknologi EV. Ketiganya kini berupaya berbagi komponen seperti baterai dan perangkat lunak untuk kendaraan otonom guna mengejar ketertinggalan.

Menurut para ahli, merger dapat memberikan keuntungan signifikan bagi kedua perusahaan. Honda, misalnya, dapat memanfaatkan pengalaman Nissan dalam teknologi baterai dan powertrain hybrid, serta lini produk SUV besar yang belum dimiliki Honda.

Sam Fiorani, Wakil Presiden AutoForecast Solutions, menyebut bahwa produk-produk seperti Nissan Armada dan Infiniti QX80 dapat melengkapi portofolio Honda. 

"Ini adalah segmen yang belum digarap Honda, dan kolaborasi dengan Nissan dapat memberikan pijakan baru," ujar Fiorani

Hambatan 
Meskipun peluang sinergi tampak menjanjikan, sejumlah hambatan besar dapat menghambat rencana ini. Berikut beberapa hambatan yang akan dihadapi

1. Perbedaan budaya dan struktur bisnis
Kendati sama-sama produsen mobil dari Jepang, Nissan dan Honda memiliki budaya perusahaan yang berbeda. Honda lebih fokus pada diversifikasi usaha seperti sepeda motor dan peralatan listrik, sementara Nissan lebih terfokus pada kendaraan roda empat.

2. Kritik mantan eksekutif
Carlos Ghosn, mantan CEO Nissan, dalam wawancaranya dengan The Times menyebut rencana merger ini sebagai langkah putus asa. Dia meragukan sinergi antara kedua perusahaan yang memiliki banyak kesamaan.

3. Kecepatan implementasi
Reuters melaporkan proses pembicaraan ini berjalan lambat, sementara pesaing global seperti Tesla dan BYD terus mempercepat pengembangan teknologi EV mereka.

4. Tantangan finansial
Laporan The Japan Times mengungkap Nissan dan Honda sama-sama mengalami tekanan keuangan akibat penurunan pasar di China dan perubahan preferensi konsumen global.



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Pembangunan Pabrik BYD Brasil Dihentikan karena Pekerjanya Dijadikan Budak

Para pekerja asal China itu hidup dalam kondisi yang mirip dengan perbudakan karena paspor dan sebagian besar gaji mereka dipotong oleh perusahaan ...

Context.id . 24 December 2024

Benarkah Penjualan EV Melambat pada 2024? Memahami Angka di Baliknya

Banyak yang menyebut tren kendaraan listrik global terus menurun. Namun hasil riset menunjukkan sebaliknya

Context.id . 24 December 2024

Nissan dan Honda Pertimbangkan Merger, Solusi Bertahan di Industri EV?

Para analis memandang merger ini sebagai peluang bagi kedua perusahaan untuk memperkuat posisi di pasar EV yang semakin kompetitif.

Context.id . 24 December 2024

Komentar Faksi-Faksi di Palestina Setelah Rezim Bashar al-Assad Tumbang

Kejatuhan rezim Bashar al-Assad di Suriah mendapat respon positif dari faksi-faksi perjuangan di Palestina

Context.id . 23 December 2024