Inilah Cara Pemerintah Jepang untuk Atasi Resesi Seks
Pemerintah Metropolitan Tokyo berencana menerapkan sistem kerja empat hari seminggu bagi pegawainya untuk mengatasi masalah resesi seks dan stres akibat bekerja
Context.id, JAKARTA - Pemerintah Jepang akan mengurangi jam kerja warganya dengan menerapkan kebijakan 4 hari kerja dalam seminggu. Kebijakan ini akan mulai berlaku di Kota Tokyo pada April 2025.
Aturan ini merupakan bagian dari kampanye "reformasi gaya kerja" yang bertujuan untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja, terutama di bidang UMKM dan pemerintah.
Kampanye ini juga bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja, mengembangkan keseimbangan kehidupan orang-orang, mereformasi budaya kerja dan mengatasi tantangan sosial terutama soal minimnya tingkat kelahiran anak.
Seperti diketahui, saat ini angka kelahiran di Jepang terus menurun dari tahun ke tahunnya. Pada 1990, angka kelahiran di Jepang mencapai 10,578. Sementara pada 2020 dan 2024 anjlok hanya mencapai 7,301 serta 6,995 jiwa.
Hal ini dibarengi dengan usia rata-rata penduduk Jepang yang semakin menua, membuat populasinya bakal didominasi oleh angkatan tidak produktif
Kalau ini nggak diatasi, maka populasi Jepang diperkirakan bakal menyusut secara signifikan! Saat ini populasi Jepang ada sekitar 123 juta orang dan diperkirakan pada
2060 hanya 86,7 juta jiwa.
Selain kebijakan 4 hari kerja, pemerintah Tokyo juga akan menerapkan kebijakan "cuti parsial untuk pengasuhan anak". Kebijakan ini memungkinkan karyawan untuk mengurangi jam kerja hingga dua jam per hari untuk mengurus keluarga.
Selain soal populasi, kebijakan ini juga ada kaitannya dengan budaya kerja di Jepang yang sangat amat stressful! Bahkan, banyak orang Jepang yang sampai meninggal karena bekerja atau disebut Karoshi
Budaya kerja yang keras d an biaya hidup yang sangat mahal di Jepang memang membuat stres. Bahkan bagi pekerja perempuannya aja, dengan kondisi saat ini, mereka harus memilih satu dari dua opsi, yakni berkarier atau berkeluarga
Gubernur Tokyo Yuriko Koike berharap dengan adanya fleksibilitas jam kerja ini kesehatan mental pekerja Jepang akan membaik dan kehidupan mereka juga semakin bahagia berujung dengan adanya kelahiran anak sebagai generasi penerus.
RELATED ARTICLES
Inilah Cara Pemerintah Jepang untuk Atasi Resesi Seks
Pemerintah Metropolitan Tokyo berencana menerapkan sistem kerja empat hari seminggu bagi pegawainya untuk mengatasi masalah resesi seks dan stres akibat bekerja
Context.id, JAKARTA - Pemerintah Jepang akan mengurangi jam kerja warganya dengan menerapkan kebijakan 4 hari kerja dalam seminggu. Kebijakan ini akan mulai berlaku di Kota Tokyo pada April 2025.
Aturan ini merupakan bagian dari kampanye "reformasi gaya kerja" yang bertujuan untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja, terutama di bidang UMKM dan pemerintah.
Kampanye ini juga bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja, mengembangkan keseimbangan kehidupan orang-orang, mereformasi budaya kerja dan mengatasi tantangan sosial terutama soal minimnya tingkat kelahiran anak.
Seperti diketahui, saat ini angka kelahiran di Jepang terus menurun dari tahun ke tahunnya. Pada 1990, angka kelahiran di Jepang mencapai 10,578. Sementara pada 2020 dan 2024 anjlok hanya mencapai 7,301 serta 6,995 jiwa.
Hal ini dibarengi dengan usia rata-rata penduduk Jepang yang semakin menua, membuat populasinya bakal didominasi oleh angkatan tidak produktif
Kalau ini nggak diatasi, maka populasi Jepang diperkirakan bakal menyusut secara signifikan! Saat ini populasi Jepang ada sekitar 123 juta orang dan diperkirakan pada
2060 hanya 86,7 juta jiwa.
Selain kebijakan 4 hari kerja, pemerintah Tokyo juga akan menerapkan kebijakan "cuti parsial untuk pengasuhan anak". Kebijakan ini memungkinkan karyawan untuk mengurangi jam kerja hingga dua jam per hari untuk mengurus keluarga.
Selain soal populasi, kebijakan ini juga ada kaitannya dengan budaya kerja di Jepang yang sangat amat stressful! Bahkan, banyak orang Jepang yang sampai meninggal karena bekerja atau disebut Karoshi
Budaya kerja yang keras d an biaya hidup yang sangat mahal di Jepang memang membuat stres. Bahkan bagi pekerja perempuannya aja, dengan kondisi saat ini, mereka harus memilih satu dari dua opsi, yakni berkarier atau berkeluarga
Gubernur Tokyo Yuriko Koike berharap dengan adanya fleksibilitas jam kerja ini kesehatan mental pekerja Jepang akan membaik dan kehidupan mereka juga semakin bahagia berujung dengan adanya kelahiran anak sebagai generasi penerus.
POPULAR
RELATED ARTICLES