Australia Dilanda Krisis Energi, Apa yang Terjadi?
Australia sedang dilanda krisis energi karena masalah keterbatasan pasokan gas di Australia bagian timur akibat banyaknya permintaan.
Context.id, JAKARTA - Australia sedang dilanda krisis energi terbesarnya selama 50 tahun terakhir. Menteri Energi, Chris Bowen dan Bendahara Australia, Jim Chalmers bahkan menyatakan bahwa negara tersebut sedang dilanda badai energi yang cukup berat.
Hal ini disebabkan karena masalah keterbatasan pasokan gas di Australia bagian timur akibat banyaknya permintaan. Apalagi, saat ini banyak negara Eropa yang meminta pasokan gas dari negara tersebut, sebagai imbas dari sanksi Rusia.
Parahnya di saat yang bersamaan, sekitar 30 persen generator batubara tua di Australia sedang tidak beroperasi karena sedang dalam pemeliharaan. Selain itu, beberapa generator gas juga memerlukan biaya yang cukup mahal untuk pengoperasiannya, yang berakibat pada naiknya harga grosir dan berimbas pada harga listrik yang semakin mahal.
Sayangnya, Australia kini juga sedang dilanda musim dingin, sehingga listrik yang digunakan untuk memanaskan ruangan juga lebih banyak. Hal itu pun berakibat fatal pada pemborosan listrik, padahal negaranya sedang krisis listrik.
Pemerintah pun terpaksa menaikan harga listrik sebesar 18 persen atau jika dibandingkan dengan tahun lalu, peningkatan harga mencapai 5 kali lipat.
Beruntungnya, tidak semua negara bagian di Australia terdampak krisis ini. Hanya negara bagian Victoria, Australia Selatan (SA), New South Wales (NSW), dan Queensland yang terdampak. Sedangkan negara bagian lain, seperti Canberra dan Australia Barat sudah terlindung dari krisis listrik karena mayoritas listriknya sudah menggunakan energi terbarukan.
Apa Dampak dari Krisis Energi Ini?
Dilansir dari The Oz, International Deutsche Bank menyatakan bahwa lonjakan harga gas dan listrik yang mendadak ini dapat mendorong laju inflasi hingga 6 persen. Namun saat ini, inflasi sudah mencapai 5,1 persen.
Jika harga inflasi barang tetap di angka tersebut hingga akhir Juni, listrik juga akan dilanda inflasi hingga 20 persen pada akhir tahun. Hal inipun akan berimbas pada hal lainnya, seperti suku bunga. Diperkirakan Reserve Bank of Australia (bank sentral Australia) akan menaikan suku bunga lebih cepat untuk menekan laju inflasi.
RELATED ARTICLES
Australia Dilanda Krisis Energi, Apa yang Terjadi?
Australia sedang dilanda krisis energi karena masalah keterbatasan pasokan gas di Australia bagian timur akibat banyaknya permintaan.
Context.id, JAKARTA - Australia sedang dilanda krisis energi terbesarnya selama 50 tahun terakhir. Menteri Energi, Chris Bowen dan Bendahara Australia, Jim Chalmers bahkan menyatakan bahwa negara tersebut sedang dilanda badai energi yang cukup berat.
Hal ini disebabkan karena masalah keterbatasan pasokan gas di Australia bagian timur akibat banyaknya permintaan. Apalagi, saat ini banyak negara Eropa yang meminta pasokan gas dari negara tersebut, sebagai imbas dari sanksi Rusia.
Parahnya di saat yang bersamaan, sekitar 30 persen generator batubara tua di Australia sedang tidak beroperasi karena sedang dalam pemeliharaan. Selain itu, beberapa generator gas juga memerlukan biaya yang cukup mahal untuk pengoperasiannya, yang berakibat pada naiknya harga grosir dan berimbas pada harga listrik yang semakin mahal.
Sayangnya, Australia kini juga sedang dilanda musim dingin, sehingga listrik yang digunakan untuk memanaskan ruangan juga lebih banyak. Hal itu pun berakibat fatal pada pemborosan listrik, padahal negaranya sedang krisis listrik.
Pemerintah pun terpaksa menaikan harga listrik sebesar 18 persen atau jika dibandingkan dengan tahun lalu, peningkatan harga mencapai 5 kali lipat.
Beruntungnya, tidak semua negara bagian di Australia terdampak krisis ini. Hanya negara bagian Victoria, Australia Selatan (SA), New South Wales (NSW), dan Queensland yang terdampak. Sedangkan negara bagian lain, seperti Canberra dan Australia Barat sudah terlindung dari krisis listrik karena mayoritas listriknya sudah menggunakan energi terbarukan.
Apa Dampak dari Krisis Energi Ini?
Dilansir dari The Oz, International Deutsche Bank menyatakan bahwa lonjakan harga gas dan listrik yang mendadak ini dapat mendorong laju inflasi hingga 6 persen. Namun saat ini, inflasi sudah mencapai 5,1 persen.
Jika harga inflasi barang tetap di angka tersebut hingga akhir Juni, listrik juga akan dilanda inflasi hingga 20 persen pada akhir tahun. Hal inipun akan berimbas pada hal lainnya, seperti suku bunga. Diperkirakan Reserve Bank of Australia (bank sentral Australia) akan menaikan suku bunga lebih cepat untuk menekan laju inflasi.
POPULAR
RELATED ARTICLES