Stories - 10 June 2024

Kapal Bekas dari Luar Negeri Bikin Pusing Indonesia

Kisah Indonesia mendapatkan kapal bekas bukan kali ini saja, tapi juga pernah terjadi saat era Orde Baru yang saat itu diinisiasi BJ Habibie selaku Menteri Riset dan Teknologi


Deretan kapal perang dari Jerman Timur/ Istimewa

Context.id, JAKARTA - Indonesia mendapatkan hibah kapal dari Korea Selatan, yaitu 1 unit kapal Patrol Combat Corvette (PCC) Bucheon 773 bekas untuk TNI Angkatan Laut. 

Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid mengatakan bahwa hibah kapal dari Korea Selatan ke RI tersebut sudah disetujui dalam Rapat Kerja Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI dengan Komisi 1 DPR RI, pekan lalu. 

"Komisi I menyetujui penerimaan hibah berupa 1 unit kapal Patrol Combat Corvette [PCC] ROK [Republic of Korea] Bucheon 773 dari pemerintah Korea Selatan kepada TNI AL sesuai surat Menteri Pertahanan Nomor B/2471/M/XII/2023 tertanggal 19 Desember 2023 perihal Persetujuan Penerimaan Hibah Alpalhankam dari dan ke luar negeri," katanya.

Beruntung kali ini skema transfer kapal bekas itu adalah hibah, bukan dibeli seperti kala Indonesia memborong kapal-kapal bekas eks Jerman Timur pada 1993. Pembelian itu atas dorongan B.J Habibie yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi.

Adapun pembelian terdiri dari 16 Korvet kelas Parchim, 14 kapal pendarat tank dan 12 kapal penyapu ranjau. Kesepakatan untuk membeli puluhan kapal dari Angkatan Laut Jerman Timur menelan biaya sebesar US$482 juta.

Setelah reformasi, ketika tidak terjadi pembredelan media massa, informasi pembelian kapal bekas itu dipersoalkan karena dinilai tidak sesuai dengan kondisi Indonesia.

Pasalnya, ketika diproduksi, kapal-kapal tersebut diproyeksikan untuk beroperasi di perbatasan Laut Baltik, bukan di perairan tropis seperti di Indonesia.

Dihimpun dari berbagai sumber, sebelum kapal datang ke Tanah Air, kabarnya sempat terjadi tarik ulur antara Habibie dan Menteri Keuangan ketika itu, Mar'ie Muhammad. Menkeu enggan membeli kapal tersebut lantaran harga yang dipatok Menristek berbeda dengan hitungan Menkeu.

Buntutnya panjang. Akibat memberi barang bekas, mau tidak mau, harus ada penyisihan dana untuk biaya perbaikan dan perawatan. Pada 2001-2003, Indonesia menerima pinjaman dari Jerman untuk biaya perbaikan dan perawatan serta bongkar-pasang (overhaul) kapal-kapal tersebut dengan nilai 65,6 juta Euro. 

Lembaga masyarakat sipil, Infid kala itu mendesak pemerintah mengusulkan  penyelesaian utang untuk pembelian dan pemeliharaan 39 kapal perang bekas Jerman Timur tersebut dengan mekanisme yang memberi manfaat bagi pembangunan di Indonesia.

LSM itu juga mendesak Pemerintah memperjuangkan diplomasi penghapusan utang ini melalui mekanisme perundingan bilateral sebagai negara-negara yang sudah lama menjalin kerja sama ekonomi dan politik secara saling menguntungkan.

Selain itu, pemerintah diminta melakukan audit terhadap mekanisme pengadaan persenjataan yang biaya pembelian dan pemeliharaan dibiayai oleh utang.


Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

MORE  STORIES

Genosida di Gaza, Apa yang Bisa Dipelajari dari Pemikiran Edward Said?

Edward Said menekankan pentingnya mendengarkan suara terpinggirkan dan konteks sejarah dalam konflik Gaza dan Timur Tengah

Context.id | 14-10-2024

Bagaimana Bambu Jadi Solusi Pangan dan Konstruksi Berkelanjutan?

Bambu muncul sebagai solusi berkelanjutan untuk tantangan konstruksi dan ketahanan pangan di tengah perubahan iklim

Context.id | 14-10-2024

Mengapa Sebagian Besar Miliarder AS Memilih Donald Trump?

Miliarder mendukung kandidat yang pro-bisnis untuk melindungi kepentingan ekonomi mereka.

Context.id | 14-10-2024

Apa yang Crazy Rich Masayoshi Son Ajarkan tentang Investasi

Masayoshi Son mengajarkan keberhasilan investasi bergantung pada keberanian mengambil risiko dan mengenali peluang.

Naufal Jauhar Nazhif | 14-10-2024