Share

Home Stories

Stories 19 Februari 2024

Kecurangan Pemilu 2024 dan Pelibatan Pemimpin Birokrasi

Pemilu 2024 diwarnai oleh protes dan ketidakpercayaan publik akibat banyaknya dugaan pelanggaran atau kecurangan.

Context.id, JAKARTA - Pemilu 2024 yang berlangsung 14 Februari lalu diwarnai oleh protes dan ketidakpercayaan publik akibat banyaknya dugaan pelanggaran atau kecurangan.

Banyak dugaan pelanggaran pemilu yang ditemukan dari masing-masing kubu paslon maupun koalisi masyarakat pemantau hajat demokrasi itu.

Sekretaris Perkumpulan Jaga  Pemilu, Luky Djani mengatakan kecurangan dan amburadulnya pelaksanaan Pemilu 2024 bukan hanya terjadi di dalam negeri, tapi juga di luar negeri.

“Masalah administrasi dan kesiapan pelaksanaan pemilu di luar negeri sangat kacau dan kejadian seperti ini selalu berulang” ujarnya, Sabtu (17/02/2024).

Selain Perkumpulan Jaga Pemilu, temuan kecurangan juga dihimpun Omong-Omong Media. Organisasi ini menemukan tindak kecurangan Pemilu 2024 yang tersebar di 6 provinsi dan 17 kabupaten kota.



Okky Madasari, perwakilan Omong-Omong Media menjelaskan banyak TPS, terutama di daerah yang sudah “diamankan” oleh aparatur desa.

“Jadi kepala desa dan ketua organisasi di bawahnya sudah bergerak untuk memenangkan dan mengarahkan pemilih untuk mencoblos salah satu paslon, bahkan di level caleg pun sudah melibatkan kepala desa dan bawahannya” ujarnya.

Okky menilai hal itu melanggar pasal 282 UU Pemilu yang menegaskan pejabat negara baik pejabat struktural dan fungsional serta kepala desa dilarang untuk melakukan tindakan yang berpotensi untuk menguntungkan ataupun merugikan peserta pemilu.

Okky menjelaskan, dari temuan organisasinya tindakan mengarahkan pemilih untuk memenangkan salah satu paslon dilakukan secara langsung ataupun terselubung, mulai dari pendekatan halus hingga ancaman verbal.

Tak hanya itu saja, tindak kecurangan juga memasuki ranah lembaga pendidikan seperti pesantren.  

“Di beberapa pesantren terdapat arahan dan bujukan berupa pemberian uang langsung dari kepala pesantren terhadap santri dengan nilai yang cukup fantastis mulai ratusan ribu hingga satu juta per orang untuk membantu memenangkan salah satu paslon” tambahnya.

Politik uang, campur tangan otoritas lokal, ketidaksiapan pelaksanaan pemilu skala nasional dan internasional, perundungan terhadap petugas KPPS serta pengarahan pencoblosan terhadap lansia terjadi selama pelaksanaan Pemilu 2024.

“Sehingga dibutuhkan siasat baru untuk menemukan ide dan gagasan pendidikan politik agar sampai ke masyarakat luas dan intimidasi-intimidasi di lapangan serta politik ketakutan bisa diminimalisir” tegas Okky.

Sumber: Data konferensi pers Jagapemilu 2024


Penulis: Candra Soemirat
 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 19 Februari 2024

Kecurangan Pemilu 2024 dan Pelibatan Pemimpin Birokrasi

Pemilu 2024 diwarnai oleh protes dan ketidakpercayaan publik akibat banyaknya dugaan pelanggaran atau kecurangan.

Context.id, JAKARTA - Pemilu 2024 yang berlangsung 14 Februari lalu diwarnai oleh protes dan ketidakpercayaan publik akibat banyaknya dugaan pelanggaran atau kecurangan.

Banyak dugaan pelanggaran pemilu yang ditemukan dari masing-masing kubu paslon maupun koalisi masyarakat pemantau hajat demokrasi itu.

Sekretaris Perkumpulan Jaga  Pemilu, Luky Djani mengatakan kecurangan dan amburadulnya pelaksanaan Pemilu 2024 bukan hanya terjadi di dalam negeri, tapi juga di luar negeri.

“Masalah administrasi dan kesiapan pelaksanaan pemilu di luar negeri sangat kacau dan kejadian seperti ini selalu berulang” ujarnya, Sabtu (17/02/2024).

Selain Perkumpulan Jaga Pemilu, temuan kecurangan juga dihimpun Omong-Omong Media. Organisasi ini menemukan tindak kecurangan Pemilu 2024 yang tersebar di 6 provinsi dan 17 kabupaten kota.



Okky Madasari, perwakilan Omong-Omong Media menjelaskan banyak TPS, terutama di daerah yang sudah “diamankan” oleh aparatur desa.

“Jadi kepala desa dan ketua organisasi di bawahnya sudah bergerak untuk memenangkan dan mengarahkan pemilih untuk mencoblos salah satu paslon, bahkan di level caleg pun sudah melibatkan kepala desa dan bawahannya” ujarnya.

Okky menilai hal itu melanggar pasal 282 UU Pemilu yang menegaskan pejabat negara baik pejabat struktural dan fungsional serta kepala desa dilarang untuk melakukan tindakan yang berpotensi untuk menguntungkan ataupun merugikan peserta pemilu.

Okky menjelaskan, dari temuan organisasinya tindakan mengarahkan pemilih untuk memenangkan salah satu paslon dilakukan secara langsung ataupun terselubung, mulai dari pendekatan halus hingga ancaman verbal.

Tak hanya itu saja, tindak kecurangan juga memasuki ranah lembaga pendidikan seperti pesantren.  

“Di beberapa pesantren terdapat arahan dan bujukan berupa pemberian uang langsung dari kepala pesantren terhadap santri dengan nilai yang cukup fantastis mulai ratusan ribu hingga satu juta per orang untuk membantu memenangkan salah satu paslon” tambahnya.

Politik uang, campur tangan otoritas lokal, ketidaksiapan pelaksanaan pemilu skala nasional dan internasional, perundungan terhadap petugas KPPS serta pengarahan pencoblosan terhadap lansia terjadi selama pelaksanaan Pemilu 2024.

“Sehingga dibutuhkan siasat baru untuk menemukan ide dan gagasan pendidikan politik agar sampai ke masyarakat luas dan intimidasi-intimidasi di lapangan serta politik ketakutan bisa diminimalisir” tegas Okky.

Sumber: Data konferensi pers Jagapemilu 2024


Penulis: Candra Soemirat
 



Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Astronaut, Popok dan Martabat Manusia di Antariksa

Mengapa mengompol di luar angkasa bukanlah aib, tapi keharusan profesional

Renita Sukma . 04 June 2025

Vietnam Blokir Telegram, Antara Keamanan Negara dan Sensor Digital

Pemerintah Vietnam kembali menjadi sorotan setelah memerintahkan pemblokiran Telegram yang sangat populer di negara komunis itu

Renita Sukma . 03 June 2025

Gara-gara Konklaf UMKM Roma Raih Keuntungan Besar

Peziarah dan turis habiskan dana sampai 600 Juta Euro saat berkunjung ke Roma

Noviarizal Fernandez . 03 June 2025

Berapa Banyak Energi yang Sebenarnya Digunakan AI?

Model AI berbeda dengan komputer biasa karena membutuhkan daya gigantik untuk belajar dan mengolah miliaran informasi demi menghasilkan respons cerdas

Renita Sukma . 03 June 2025