Stories - 20 December 2023

Infrastruktur Pendukung EV Perlu Dibenahi

Infrastruktur pendukung kendaraan listrik seperti SPBKLU dan SPKLU masih perlu dibenahi serta diperbanyak demi memajukan ekosistem kendaraan ramah lingkungan ini


Ilustrasi pengisian kendaraan listrik/ Dok. Institute for Essential Services Reform (IESR)

Context.id, JAKARTA - Seorang pengendara ojek daring (ojol) memukul-mukul sebuah mesin penukaran baterai motor listrik swasta yang terpasang pada emperan salah satu minimarket di bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat, di pekan awal Desember ini.

Ketika itu, saya sudah duduk manis di lokasi selama kurang-lebih 1 jam, untuk mengetik sembari menyesap sensasi kopi dingin di siang hari. Selama itu pula, setidaknya ada empat pengendara ojol yang melakukan hal serupa kepada mesin penukaran baterai itu untuk melampiaskan emosinya.

"Maaf, ya, mas, agak berisik. Pintunya (yang berisi baterai pengganti) nggak bisa kebuka, nih. Kayaknya yang ini ada yang pernah nyongkel, kelihatan bekasnya," ujar salah satu pengendara ojol kepada Context.id, sembari menunjukkan bekas congkelan di salah satu pintu mesin itu.

Apabila dicermati mesin penukar baterai motor listrik atau bahasa kerennya Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) itu memang sudah tampak usang. Sekujur bodinya memiliki banyak bekas penyok, juga bekas congkelan dan goresan kasar di pintu-pintunya.

Beberapa pengendara ojol itu menebak, ada yang tak sabar menunggu pintu terbuka sembari mengisi baterai penuh, sehingga kemudian mencongkelnya dengan kunci motor.

Bukan hanya SPBKLU, nasib serupa pun tercermin dari Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang tersebar di beberapa area Pulau Jawa.

Context.id berkesempatan langsung menemui fenomena itu selama menggeber mobil listrik dari Jakarta ke Surabaya dalam agenda Jelajah Electric Vehicle (EV) 2023 Bisnis Indonesia, 4-14 Desember 2023.

Pada beberapa SPKLU di rest area Tol Trans Jawa maupun SPKLU di dalam kota, kebanyakan terlihat usang, ada yang penerangannya tidak menyala sama sekali, ada pula yang kerap mengalami gangguan konektivitas.

Penasihat Komunitas Mobil Elektrik Indonesia (Koleksi) Rio menyatakan hal serupa. Rio sendiri merupakan pengguna EV senior yang kerap bolak-balik Jakarta-Surabaya menggunakan mobil listrik sejak 2020.

"Kalau dari segi kuantitas tentu sekarang jauh lebih baik. Tapi yang perlu diperhatikan, perawatan SPKLU masih sangat kurang, terutama mesin-mesin lama. Kadang jadi sarang semut, kadang sangat berdebu, ada juga yang gelap gulita," ungkapnya saat ditemui di Rest Area 626 A ruas Tol Ngawi-Kertosono, ketika kami sedang mengecas baterai bersama.

Menurut Rio, gembar-gembor pemerintah mendukung EV sebenarnya sudah baik, tapi komitmen konkret untuk memfasilitasi end-user belum sepenuhnya terlaksana.

Terutama mereka yang menggunakan EV untuk jarak jauh ke luar kota. Tempat publik seperti tempat wisata, hotel, mal, tempat istirahat, sampai kawasan kafetaria dengan banyak UMKM, sudah seharusnya disediakan SPKLU.

"Harusnya di setiap pompa bensin dan rest area di seluruh Indonesia, disediakan SPKLU, bahkan yang kapasitas kecil pun tidak masalah. Ini sangat berguna untuk keadaan darurat. Kalau minimal sudah sampai seperti itu, baru lah boleh dibilang kalau infrastruktur EV sudah memadai," tambahnya.

Promosi Lewat Perbaikan Layanan

Kondisi beberapa SPKLU dan SPBKLU tersebut menjadi cerminan masih banyak pekerjaan rumah berbagai pemangku kepentingan terkait EV, terutama dalam rangka menjaga standar realibilitas setiap mesin pengisi daya berada pada level yang sama.

Rektor Institut Teknologi PLN Iwa Garniwa sepakat bahwa agenda perbaikan harus terus menjadi perhatian, di tengah tumbuhnya tren peralihan dari kendaraan mesin bakar konvensional (ICE) menuju EV di pasaran.

"Masih banyak masyarakat yang belum berminat ke EV. Jadi kampanye peralihan itu harus terukur dan tidak bisa langsung loncat. Maka dari itu, promosi juga jangan hanya soal barangnya, tapi juga budayanya, keandalan layanannya, dan lain-lain," jelasnya, Kamis (14/12/2023).

Iwa menekankan bahwa setiap pengguna EV sudah pasti punya gagap budaya alias culture shock, setelah berpuluh tahun mengumpulkan pengalaman menggunakan kendaraan ICE.

Misalnya, harus mengisi daya secara mandiri dari sebelumnya dilayani petugas, harus lebih melek digitalisasi, juga harus sabar menghadapi interaksi dengan mesin yang kadang-kadang bermasalah.

"Kebiasaan dari antre membeli bensin pakai cash, digantikan menunggu berjam-jam untuk mengecas kendaraan, itu saja sudah punya pengaruh besar bagi aktivitas konsumen. Mereka siap atau tidak menghadapi perbedaan budaya ini? Semua turut ditentukan bagaimana pelayanan dari para stakeholder," tambahnya.

Sebagai contoh, keandalan aplikasi atau laman website terkait pengecasan juga masih jadi soal, baik dari sisi tampilan maupun user experience. Padahal, ekspektasi masyarakat akan selalu meningkat beriringan dengan kemajuan era digitalisasi.

"Para stakeholder harus terus berbenah, karena EV memang beririsan dengan digitalisasi dan otomasi. Masyarakat pasti cepat beradaptasi dengan digitalisasi layanan, sehingga kalau platform-platform pendukung infrastruktur EV dianggap tidak memuaskan, tentu akan menghambat minat mereka," tutupnya.


Penulis : Aziz Rahardyan

Editor   : Wahyu Arifin

MORE  STORIES

Perebutan Likuiditas di Indonesia, Apa Itu?

Likuditas adalah kemampuan entitas dalam memenuhi kewajiban finansialnya yang akan jatuh tempo

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Suku Inuit di Alaska, Tetap Sehat Walau Tak Makan Sayur

Suku Inuit tetap sehat karena memakan banyak organ daging mentah yang mempunyai kandungan vitamin C, nutrisi, dan lemak jenuh tinggi

Context.id | 26-07-2024

Dampingi Korban Kekerasan Seksual Malah Terjerat UU ITE

Penyidik dianggap tidak memperhatikan dan berupaya mencari fakta-fakta yang akurat berkaitan dengan kasus kekerasan seksual

Noviarizal Fernandez | 26-07-2024

Ini Aturan Penggunaan Bahan Pengawet Makanan

Pengawet makanan dari bahan kimia boleh digunakan dengan batas kadar yang sudah ditentukan BPOM

Noviarizal Fernandez | 25-07-2024