Stories - 21 November 2023

Penetapan Upah Minimum Provinsi yang Selalu Tegang

Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan hingga Selasa (21/11) sore sebanyak 26 dari 38 provinsi telah menetapkan UMP sesuai peraturan yang berlaku

Context.id, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan hingga pukul 16.53 WIB sebanyak 28 dari 38 provinsi telah mengirimkan salinan Surat Keputusan Gubernur mengenai penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2024.  

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker, Indah Anggoro Putri, menyampaikan, secara nominal, kenaikan upah minimum terendah sebesar Rp35.750, sedangkan kenaikan tertinggi Rp223.280.

“Persentase [kenaikan UMP 2024] terendah 1,2%, tertinggi 7,5%,” kata Indah kepada media di Kantor Kemnaker, Selasa (21/11/2023). 

Indah menambahkan, pihaknya masih menunggu 10 provinsi yang belum melaporkan salinan SK Gubernur ke Kemnaker dan menunggu hingga pukul 23.59 WIB. 

Nantinya jika ada pemerintah daerah yang belum menyerahkan hingga batas waktu yang ditetapkan, Kemnaker akan melapor ke Kementerian Dalam Negeri, untuk kemudian ditindaklanjuti sesuai peraturan yang berlaku. 

Dari 26 provinsi yang melapor, Indah mengatakan ada 2 provinsi yang tidak menetapkan upah minimum sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2023 tentang Perubahan PP No. 36/2021 tentang Pengupahan. Namun ia enggan menyebutkan provinsi tersebut. 

Untuk tingkat provinsi, DKI Jakarta pada 2023 masih menempati urutan dengan upah tertinggi sebesar Rp4,9 juta. Sedangkan provinsi dengan upah terendah adalah Jawa Tengah, dengan besaran Rp 1,95 juta.

Sementara saat UMP 2024 ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan menjadi Rp5,06 juta (Rp5.067.381). Pj. Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi, mengatakan penetapan upah minimum provinsi 2024 mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 51/2023 tentang Pengupahan.

“Rupiahnya dari Rp4,9 juta menjadi Rp5.067.381 [Rp5,06 juta]. Persentasenya naik 3,38%,” kata Heru dalam konferensi pers di Balai Kota, Jakarta, Selasa (21/11/2023).

Untuk diketahui, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2023 tentang Perubahan PP No. 36/2021 tentang Pengupahan sebagai acuan dalam penetapan UMP 2024. 

“Kepastian kenaikan upah minimum tersebut diperoleh melalui penerapan formula upah minimum dalam PP No. 51/2023 tentang Perubahan PP No. 36/2021 tentang Pengupahan yang mencakup tiga variabel yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu yang disimbolkan dengan bentuk alfa,” kata Menaker Ida Fauziyah dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (21/11/2023). 

Terkait dengan penetapan UMP 2024, kelompok buruh menolak kenaikan di bawah 15%. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menuturkan bahwa saat ini upah tidak sebanding dengan meningkatnya biaya hidup, kesenjangan sosial, dan ekonomi saat ini.  

Dirinya turut membandingkan dengan upah ASN dan TNI/Polri yang naik rata sebesar 8% dan berlaku di seluruh Indonesia. 

“PNS dan TNI/Polri kenaikan upahnya 8% - 12%, masa kenaikan upah buruh lebih rendah. Kami setuju dan mendukung kenaikan upah PNS dan TNI/Polri, tetapi kami menuntut upah buruh di atas PNS,” ujarnya seperti dikutip dari Bisnis.   

Said menekankan bahwa upah yang layak menjadi faktor kunci dalam meningkatkan kualitas hidup pekerja dan keluarganya. Selain itu, upah layak juga dinilai penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Lebih lanjut, Said mengatakan kelompok buruh akan menggelar demonstrasi besar-besaran menolak penetapan UMP 2024 yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan perhitungan buruh.  

Sementara itu, Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia meminta pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk mengembalikan lagi upah minimum sektoral. 

“Seharusnya sektoral itu menjadi sebuah pertimbangan lain. Kenapa? Karena memang tidak bisa dibandingkan, disamakan antara pekerja di garmen dengan kawan-kawan yang ada di sektor industri otomotif,” kata Dedi usai menghadiri Sidang Dewan Pengupahan di Balaikota DKI Jakarta, Jumat malam (17/11/2023). 

Dedi menuturkan, sejak dihilangkannya upah minimum sektoral, para pekerja sektoral sulit untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi, dibandingkan saat kebijakan upah sektoral masih berlaku. Padahal, pekerja dulunya menerima upah di atas 5% dari UMP. 

Namun, dengan dihilangkannya upah minimum sektoral, Dedi menyebut banyak pekerja berteriak. Pasalnya, kebijakan struktur upah tidak berjalan dengan baik di perusahaan. Di satu sisi, posisi upah semakin naik tapi pekerja tetap mengikuti kebijakan penetapan pengupahan setiap tahunnya. 

Sebelumnya, upah sektoral sempat tercantum dalam PP No.78/2015. Dalam beleid ini, Gubernur dapat menetapkan upah minimum sektoral provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan hasil kesepakatan asosiasi pengusaha dan serikat pekerja/buruh di sektor yang bersangkutan.  

Upah minimum sektoral resmi dihapus seiring terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No.36/2021 tentang Pengupahan. Kemudian, dalam surat nomor B-M/243/HI.01.00/XI/2023 tertanggal 15 November 2023, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah melarang gubernur di seluruh Indonesia untuk menetapkan upah minimum sektoral. 


Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

MORE  STORIES

Penting! Ini Alasan Mengapa Ponsel Harus Dimatikan Seminggu Sekali

Ponsel akan menghentikan sementara semua proses yang berjalan di latar belakang, termasuk malware yang mungkin tidak kita sadari sedang aktif.

Context.id | 23-10-2024

Mati dalam Kesendirian, Fenomena di Negara Asia

Kematian kesepian di Asia menunjukkan perlunya membangun koneksi sosial yang nyata dan mengatasi stigma kesehatan mental untuk mendukung generasi muda

Context.id | 23-10-2024

Apa Alasan Kuat yang Membuat Prabowo Disukai Generasi Muda?

Prabowo Subianto mendapat dukungan kuat dari generasi muda, terutama Gen Z, berkat gabungan pendekatan yang lebih manusiawi sekaligus tegas.

Context.id | 23-10-2024

Revolusi Bahasa di Tangan Gen Z

Di tangan Gen Z, media sosial membuat perkembangan bahasa menjadi lebih cepat bahkan melahirkan kosakata baru

Context.id | 22-10-2024