Benarkah Tiap WNI Menanggung Utang Rp28 Juta?
Besarnya utang negara yang dimiliki Indonesia bukan berarti setiap penduduk akan menanggung utang sebesar Rp28 juta.
Context.id, JAKARTA - Benarkah setiap penduduk Indonesia menanggung utang negara masing-masing sebesar Rp28 juta? Dalam beberapa kesempatan, seringkali kita mendengar pernyataan tersebut digaungkan.
Lalu, apakah pernyataan tersebut benar, keliru atau kurang tepat?
Menanggapai pernyataan itu, Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Deni Ridwan, menyatakan perhitungan utang negara dengan cara dibagi per individu (menghitung per kapita) kurang tepat.
Sebab, hal itu tidak sesuai dengan kaidah perhitungan utang secara internasional.
"Secara internasional, kaidah umum perhitungan rasio utang per kepala itu tidak dikenal," kata Deni Ridwan, melalui keterangan tertulis yang diterima, Selasa (19/9/2023).
Menurutnya, perhitungan yang kerap digunakan adalah perbandingan utang dengan gross domestic product (GDP). Hal itu sebagai gambaran dari ukuran ekonomi suatu negara, sekaligus kemampuan pemerintah mengumpulkan pajak.
Semakin kecil rasio debt to GDP menunjukkan suatu negara semakin aman atau mampu memenuhi kewajiban utangnya.
Posisi utang pemerintah Indonesia per akhir Juli 2023 sebesar Rp 7.855,53 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 37,78 persen. Posisi tersebut di bawah ambang batas yang diperbolehkan UU No.1/2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60 persen.
Bila diperbandingkan dengan negara lain, posisi utang Indonesia juga tergolong lebih rendah. Seperti, Malaysia 60,4 persen, Filipina 60,9 persen, Thailand 60,96 persen, Argentina 85 persen, Brazil 72,87 persen dan Afrika Selatan 67,4 persen.
Karena itu, Deni Ridwan memastikan bahwa kondisi utang Indonesia masih aman dan dikelola dengan hati-hati.
Terlebih defisit anggaran APBN saat ini sudah di bawah 3 persen dari GDP dan hal ini telah sejalan dengan komitmen konsolidasi fiskal kita agar segera kembali ke batas 3 persen hingga 2023.
"Dalam pengelolaan utang, kita tergolong sangat aman. Kita berkomitmen dalam pengelolaan utang ini, sehingga telah dinilai cukup kredibel oleh investor, baik di dalam atau luar negeri. Terupdate, Lembaga rating R&I memberikan afirmasi rating Indonesia BBB+ dan menaikkan outlook menjadi positif," kata Deni Ridwan.
Faktor lain yang mendukung pengelolaan utang Indonesia sangat positif, lanjutnya adalah komposisi utang yang didominasi oleh domestik dibanding dari luar negeri. Per akhir Juli 2023, outstanding utang domestik dalam rupiah mencapai 72,4 persen.
"Ini menunjukkan pengelolaan kita semakin aman karena utang yang kita terbitkan sekitar 72 persen dalam mata uang rupiah dan dijual di pasar domestik. Resiko currency-nya semakin kecil," kata Deni Ridwan.
Ke depan, lanjutnya, DJPRR Kemenkeu memiliki strategi untuk menjaga agar pengelolaan utang Indonesia makin baik.
"Pertama, dari sisi volume diupayakan makin berkurang. Lalu dari segi komposisi, penerbitan utang dalam rupiah diprioitaskan, Berikutnya, kita juga kurangi refinancing risk atau menjaga rata-rata jatuh tempo semakin panjang. Saat ini rata-rata jatuh tempo utang kita pada 8,15 tahun," terang Deni.
Terakhir adalah dengan meningkatkan peran dari investor ritel. Mengingat saat ini minat masyarakat untuk berinvestasi pada SBN Ritel cukup besar, sekaligus memberikan ruang investasi yang aman bagi masyarakat.
"Kita ingin menggunakan SBN Ritel tidak sekadar alat untuk mendapatkan pembiayaan untuk APBN, tetapi juga sebagai alat untuk redistribusi kekayaan," jelasnya.
Menurutnya, selama ini investor SBN itu kebanyakan adalah institusi, nantinya dia berharap bisa lebih banyak individu sehingga masyarakat punya opsi berinvestasi dengan imbal hasil yang baik dan aman, sekaligus berkontribusi pada pembangunan.
RELATED ARTICLES
Benarkah Tiap WNI Menanggung Utang Rp28 Juta?
Besarnya utang negara yang dimiliki Indonesia bukan berarti setiap penduduk akan menanggung utang sebesar Rp28 juta.
Context.id, JAKARTA - Benarkah setiap penduduk Indonesia menanggung utang negara masing-masing sebesar Rp28 juta? Dalam beberapa kesempatan, seringkali kita mendengar pernyataan tersebut digaungkan.
Lalu, apakah pernyataan tersebut benar, keliru atau kurang tepat?
Menanggapai pernyataan itu, Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Deni Ridwan, menyatakan perhitungan utang negara dengan cara dibagi per individu (menghitung per kapita) kurang tepat.
Sebab, hal itu tidak sesuai dengan kaidah perhitungan utang secara internasional.
"Secara internasional, kaidah umum perhitungan rasio utang per kepala itu tidak dikenal," kata Deni Ridwan, melalui keterangan tertulis yang diterima, Selasa (19/9/2023).
Menurutnya, perhitungan yang kerap digunakan adalah perbandingan utang dengan gross domestic product (GDP). Hal itu sebagai gambaran dari ukuran ekonomi suatu negara, sekaligus kemampuan pemerintah mengumpulkan pajak.
Semakin kecil rasio debt to GDP menunjukkan suatu negara semakin aman atau mampu memenuhi kewajiban utangnya.
Posisi utang pemerintah Indonesia per akhir Juli 2023 sebesar Rp 7.855,53 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 37,78 persen. Posisi tersebut di bawah ambang batas yang diperbolehkan UU No.1/2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60 persen.
Bila diperbandingkan dengan negara lain, posisi utang Indonesia juga tergolong lebih rendah. Seperti, Malaysia 60,4 persen, Filipina 60,9 persen, Thailand 60,96 persen, Argentina 85 persen, Brazil 72,87 persen dan Afrika Selatan 67,4 persen.
Karena itu, Deni Ridwan memastikan bahwa kondisi utang Indonesia masih aman dan dikelola dengan hati-hati.
Terlebih defisit anggaran APBN saat ini sudah di bawah 3 persen dari GDP dan hal ini telah sejalan dengan komitmen konsolidasi fiskal kita agar segera kembali ke batas 3 persen hingga 2023.
"Dalam pengelolaan utang, kita tergolong sangat aman. Kita berkomitmen dalam pengelolaan utang ini, sehingga telah dinilai cukup kredibel oleh investor, baik di dalam atau luar negeri. Terupdate, Lembaga rating R&I memberikan afirmasi rating Indonesia BBB+ dan menaikkan outlook menjadi positif," kata Deni Ridwan.
Faktor lain yang mendukung pengelolaan utang Indonesia sangat positif, lanjutnya adalah komposisi utang yang didominasi oleh domestik dibanding dari luar negeri. Per akhir Juli 2023, outstanding utang domestik dalam rupiah mencapai 72,4 persen.
"Ini menunjukkan pengelolaan kita semakin aman karena utang yang kita terbitkan sekitar 72 persen dalam mata uang rupiah dan dijual di pasar domestik. Resiko currency-nya semakin kecil," kata Deni Ridwan.
Ke depan, lanjutnya, DJPRR Kemenkeu memiliki strategi untuk menjaga agar pengelolaan utang Indonesia makin baik.
"Pertama, dari sisi volume diupayakan makin berkurang. Lalu dari segi komposisi, penerbitan utang dalam rupiah diprioitaskan, Berikutnya, kita juga kurangi refinancing risk atau menjaga rata-rata jatuh tempo semakin panjang. Saat ini rata-rata jatuh tempo utang kita pada 8,15 tahun," terang Deni.
Terakhir adalah dengan meningkatkan peran dari investor ritel. Mengingat saat ini minat masyarakat untuk berinvestasi pada SBN Ritel cukup besar, sekaligus memberikan ruang investasi yang aman bagi masyarakat.
"Kita ingin menggunakan SBN Ritel tidak sekadar alat untuk mendapatkan pembiayaan untuk APBN, tetapi juga sebagai alat untuk redistribusi kekayaan," jelasnya.
Menurutnya, selama ini investor SBN itu kebanyakan adalah institusi, nantinya dia berharap bisa lebih banyak individu sehingga masyarakat punya opsi berinvestasi dengan imbal hasil yang baik dan aman, sekaligus berkontribusi pada pembangunan.
POPULAR
RELATED ARTICLES