Share

Home Stories

Stories 29 Agustus 2023

BUMN Karya Doyan Utang, Subkontraktor Daerah Menjerit

Pelaku jasa konstruksi swasta gerah dengan semakin parahnya kondisi beberapa BUMN Karya dalam hal pembayaran utang kepada vendor dan subkontraktor.

Context.id, JAKARTA - Pelaku jasa konstruksi swasta gerah dengan semakin parahnya kondisi beberapa BUMN Karya dalam hal pembayaran utang kepada vendor dan subkontraktor. 

Sebagai contoh, Istaka Karya bahkan sampai dilikuidasi demi membayar tumpukan utangnya kepada bank sampai vendor. Waskita Karya dan Amarta Karya mulai mendapat gugatan hukum dari beberapa krediturnya, sementara Wijaya Karya dan PT PP juga mengalami tumpukan utang yang mengganggu kondisi keuangan.

Sekretaris Jenderal Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Andi Rukman Nurdin menggambarkan bahwa fenomena pembayaran molor dari BUMN Karya merupakan penyakit lama yang saat ini menjadi semakin parah.

"Subkontraktor di daerah yang paling dirugikan, karena mereka seakan dianggap bukan prioritas, bisa ditunda-tunda, dicicil sedikit-sedikit. Padahal, justru teman-teman di daerah itu UKM yang patut dilindungi," jelasnya kepada Bisnis, dikutip Selasa (29/8/2023).

Gapensi berharap negara secepatnya merumuskan strategi untuk mengembalikan kesehatan kondisi keuangan para BUMN Karya, tidak lagi memaksa BUMN Karya untuk mengerjakan proyek-proyek bukan prioritas, atau memaksa mereka mengerjakan proyek dengan tingkat pengembalian investasi yang terlampau lama.

"Saya yakin tidak ada BUMN Karya yang mau punya utang ke vendor-vendor kecil. Malu. Tapi karena kondisi mereka sudah payah, utang bank dan obligasinya menumpuk, ditambah dapat penugasan yang bahkan tidak nutup biaya operasional, ya, begini ini jadinya," tutupnya.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah Hardy D. Yambas mengungkap pihaknya sempat menjadi korban bagaimana praktik BUMN Karya di daerah, terutama dalam proyek pemulihan pascabencana gempa dan tsunami 2018.

"Ada pembangunan madrasah nilai kontraknya Rp1,2 miliar, sudah 100 persen sekitar dua tahun lalu. Sampai sekarang baru dibayar Rp300 juta," ujar pria yang juga pengurus BPD Gapensi Sulawesi Tengah itu. 

Hardy menekankan bahwa proyek-proyek pemulihan pascabencana seharusya memberikan efek berganda nyata bagi pelaku usaha dan masyarakat Sulawesi Tengah. Terlebih, pelaku jasa konstruksi merupakan salah satu kontributor terbesar pencipta lapangan kerja.

Alhasil, praktik pembayaran molor dari BUMN Karya justru memberikan dampak negatif bagi pembangunan. Pasalnya, setiap pelaku jasa konstruksi pasti butuh mengambil modal kerja dari perbankan untuk bekerja, sehingga kepastian pembayaran dari BUMN Karya selaku payor merupakan kunci untuk menjaga margin dan mempertahankan keberlanjutan bisnis.

"Proyek seperti pembangunan irigasi, talut, rumah dan sekolah, mayoritas baru dibayar sebagian. Padahal sudah selesai sejak 2-3 tahun lalu. Memang saya percaya pasti lunas walaupun lama. Tapi ini merugikan teman-teman kontraktor di sini. Ada yang bahkan keburu bangkrut duluan sebelum terima pelunasan," ujar Hardy.

Senada, Ketua Umum Indonesia Society of Steel Construction (ISSC) Budi Harta Winata menjelaskan bahwa pembayaran molor dari proyek-proyek BUMN Karya membuat beberapa pelaku usaha konstruksi baja sampai gulung tikar, terutama selepas pandemi Covid-19.

"Kalau kami ikut tender proyek BUMN, dibilang harga mahal dan tidak kompetitif. Padahal, harga mahal ini memang sengaja karena semua anggota ISSC sudah paham kalau pembayarannya pasti molor. Kalau tidak dinaikkan sedikit, margin bisa habis hanya buat bayar bunga bank," jelasnya.



Penulis : Aziz Rahardyan

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 29 Agustus 2023

BUMN Karya Doyan Utang, Subkontraktor Daerah Menjerit

Pelaku jasa konstruksi swasta gerah dengan semakin parahnya kondisi beberapa BUMN Karya dalam hal pembayaran utang kepada vendor dan subkontraktor.

Context.id, JAKARTA - Pelaku jasa konstruksi swasta gerah dengan semakin parahnya kondisi beberapa BUMN Karya dalam hal pembayaran utang kepada vendor dan subkontraktor. 

Sebagai contoh, Istaka Karya bahkan sampai dilikuidasi demi membayar tumpukan utangnya kepada bank sampai vendor. Waskita Karya dan Amarta Karya mulai mendapat gugatan hukum dari beberapa krediturnya, sementara Wijaya Karya dan PT PP juga mengalami tumpukan utang yang mengganggu kondisi keuangan.

Sekretaris Jenderal Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Andi Rukman Nurdin menggambarkan bahwa fenomena pembayaran molor dari BUMN Karya merupakan penyakit lama yang saat ini menjadi semakin parah.

"Subkontraktor di daerah yang paling dirugikan, karena mereka seakan dianggap bukan prioritas, bisa ditunda-tunda, dicicil sedikit-sedikit. Padahal, justru teman-teman di daerah itu UKM yang patut dilindungi," jelasnya kepada Bisnis, dikutip Selasa (29/8/2023).

Gapensi berharap negara secepatnya merumuskan strategi untuk mengembalikan kesehatan kondisi keuangan para BUMN Karya, tidak lagi memaksa BUMN Karya untuk mengerjakan proyek-proyek bukan prioritas, atau memaksa mereka mengerjakan proyek dengan tingkat pengembalian investasi yang terlampau lama.

"Saya yakin tidak ada BUMN Karya yang mau punya utang ke vendor-vendor kecil. Malu. Tapi karena kondisi mereka sudah payah, utang bank dan obligasinya menumpuk, ditambah dapat penugasan yang bahkan tidak nutup biaya operasional, ya, begini ini jadinya," tutupnya.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah Hardy D. Yambas mengungkap pihaknya sempat menjadi korban bagaimana praktik BUMN Karya di daerah, terutama dalam proyek pemulihan pascabencana gempa dan tsunami 2018.

"Ada pembangunan madrasah nilai kontraknya Rp1,2 miliar, sudah 100 persen sekitar dua tahun lalu. Sampai sekarang baru dibayar Rp300 juta," ujar pria yang juga pengurus BPD Gapensi Sulawesi Tengah itu. 

Hardy menekankan bahwa proyek-proyek pemulihan pascabencana seharusya memberikan efek berganda nyata bagi pelaku usaha dan masyarakat Sulawesi Tengah. Terlebih, pelaku jasa konstruksi merupakan salah satu kontributor terbesar pencipta lapangan kerja.

Alhasil, praktik pembayaran molor dari BUMN Karya justru memberikan dampak negatif bagi pembangunan. Pasalnya, setiap pelaku jasa konstruksi pasti butuh mengambil modal kerja dari perbankan untuk bekerja, sehingga kepastian pembayaran dari BUMN Karya selaku payor merupakan kunci untuk menjaga margin dan mempertahankan keberlanjutan bisnis.

"Proyek seperti pembangunan irigasi, talut, rumah dan sekolah, mayoritas baru dibayar sebagian. Padahal sudah selesai sejak 2-3 tahun lalu. Memang saya percaya pasti lunas walaupun lama. Tapi ini merugikan teman-teman kontraktor di sini. Ada yang bahkan keburu bangkrut duluan sebelum terima pelunasan," ujar Hardy.

Senada, Ketua Umum Indonesia Society of Steel Construction (ISSC) Budi Harta Winata menjelaskan bahwa pembayaran molor dari proyek-proyek BUMN Karya membuat beberapa pelaku usaha konstruksi baja sampai gulung tikar, terutama selepas pandemi Covid-19.

"Kalau kami ikut tender proyek BUMN, dibilang harga mahal dan tidak kompetitif. Padahal, harga mahal ini memang sengaja karena semua anggota ISSC sudah paham kalau pembayarannya pasti molor. Kalau tidak dinaikkan sedikit, margin bisa habis hanya buat bayar bunga bank," jelasnya.



Penulis : Aziz Rahardyan

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Diplomasi Olahraga RI-Inggris: Sumbangsih BritCham untuk Anak Indonesia

Program GKSC diharapkan dapat menjadi langkah awal perubahan positif anak-anak dalam hidup mereka.

Helen Angelia . 08 May 2025

Bobby Kertanegara Dapat Hadiah Spesial dari Pendiri Microsoft

Dari boneka paus untuk kucing presiden, hingga keris untuk sang filantropis. Momen yang memperlihatkan diplomasi tak selalu kaku.

Noviarizal Fernandez . 07 May 2025

Siap-siap, Sampah Antariksa Era Soviet Pulang Kampung ke Bumi

Diluncurkan Uni Soviet pada 1972, sayangnya wahana ini gagal menuju Venus karena roket pengangkutnya gagal total

Noviarizal Fernandez . 06 May 2025

Ketika Lampu Padam, Mengapa Blackout Masih Membayangi Indonesia?

Blackout di Indonesia bukanlah kejutan, melainkan semacam ritual yang kembali menghantui setiap dekade

Context.id . 05 May 2025