Stories - 22 August 2023

MK Izinkan Kampanye di Lembaga Pendidikan

Mahkamah Konstitusi membolehkan peserta pemilu berkampanye di lembaga pendidikan selama tidak menggunakan atribut & dengan izin pihak sekolah/kampus

Context.id, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di sekolah dan kampus tanpa atribut dan dengan izin pihak sekolah/kampus ramai diperbincangkan oleh publik. 

Kampanye di lembaga pendidikan dilihat berpotensi melibatkan para peserta didik atau civitas akademika untuk ikut berkontribusi menjadikan lembaga tersebut ajang sasaran kampanye yang menargetkan para pemilih perdana. 

Berdasarkan catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilih pada pemilu 2024 didominasi oleh kelompok Generasi Z dan milenial, yakni sebanyak 56% dari total keseluruhan pemilih. 

Bukan hanya itu, putusan itu dapat mengancam netralitas lembaga pendidikan yang selama ini cukup netral di tengah kontestasi politik serta akan mengganggu independensi para pendidik yang dikhawatirkan berimbas pada peserta didik. 

Selain itu, putusan ini dikhawatirkan dijadikan alat politik uang oleh para petinggi pendidikan, baik itu kepala dinas ataupun kepala sekolah. 

Seperti diketahui, melansir laman resmi MK, permohonan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang diajukan oleh Handrey Mantiri dikabulkan sebagian.

Hal itu tertuang dalam putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa (15/08/2023). Putusan yang diucapkan oleh ketua MK Anwar Usman dengan didampingi hakim konstitusi tersebut menjelaskan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu tentang larangan kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah.

Dalam amar putusannya, MK menyatakan, Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu,  berbunyi: '[peserta pemilu dilarang] menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu'," bunyi putusan itu.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai MK ingin gagasan atau ide dari peserta pemilu itu didiskusikan di banyak tempat, termasuk di kampus.

Oleh karena itu, ia rasa keputusan untuk memperbolehkan kampanye di lembaga pendidikan sudah menjadi langkah tepat. Namun, menurutnya, kampanye itu seharusnya hanya dibatasi pada tingkat SMA/SMK dan perguruan tinggi saja serta diikuti dengan peraturan KPU yang jelas serta tegas. 

“Kalau memang [partai] diundang oleh kampus, tidak boleh menggunakan atribut kampanye dan untuk kemudian kesetaraan agar semua peserta pemilu itu bisa didiskusikan idenya dan diundang semua, itu bisa saja,” ungkapnya


Penulis : Context.id

Editor   : Wahyu Arifin

MORE  STORIES

Pengguna Mobil Apa yang Paling Pintar di Jalanan?

Pernah kesal dengan perilaku berkendara sebagian pengemudi mobil dengan brand tertentu? Ini riset yang mengkorelasikan brand mobil yang dikendarai ...

Fahri N. Muharom | 07-09-2024

Bagaimana Sepak Bola Tunanetra Dimainkan?

Atlet sepak bola tunanetra sangat hebat dalam menggunakan kesadaran ruang dan mampu memadukan kecepatan serta teknik bermain

Context.id | 06-09-2024

Nyetir Lebih dari Dua Jam Bisa Bikin Makin Bodoh?

Sebuah studi di Inggris menemukan bahwa mengemudi lebih dari dua jam sehari bisa menurunkan daya otak seseorang.

Naufal Jauhar Nazhif | 06-09-2024

Saat Hewan Ditugaskan Menjadi James Bond

Penggunaan hewan dalam kegiatan militer telah berlangsung selama bertahun-tahun baik itu untuk kegiatan mata-mata atau untuk penyerangan.

Context.id | 05-09-2024