Share

Home Stories

Stories 07 Agustus 2023

Ketika Pembacaan Proklamasi Ingin Diulang

Kemerdekaan Indonesia ditandai pembacaan naskah proklamasi oleh duet Soekarno-Hatta. Tapi, tahukah anda pembacaan proklamasi ini diminta diulang?

Context, JAKARTA - Kemerdekaan Indonesia ditandai dengan pembacaan naskah proklamasi oleh Soekarno yang didampingi Muhammad Hatta. Tapi tahukah anda kalau pembacaan naskah itu pernah diminta untuk diulangi pada hari yang sama?

Seperti diketahui, pembacaan proklamasi dilakukan di rumah Bung Karno, Jalan Pegangsaan Timur, tanggal 17 Agustus 1945 tepat pukul 10.00 WIB.

Saat itu, banyak orang yang tak ingin ketinggalan peristiwa paling bersejarah itu. Mereka berbondong-bondong ingin menyaksikan pembacaan proklamasi.

Sialnya, kendati sudah buru-buru, masih saja ada yang terlambat. Salah satunya kelompok pemuda anggota Barisan Pelopor di bawah pimpinan S. Brata, Dai Taicho (komandan kesatuan) Penjaringan.

“Sekalipun sudah berlari dari depan rumah sakit pusat [Rumah Sakit Cipta Mangunkusumo], masih tetap terlambat sampai di lokasi. Mereka berteriak-teriak meminta pembacaan proklamasi diulang,” tulis Julius Pour dalam buku berjudul Djakarta 1945.

Meski para pemuda tersebut terus mendesak dan beteriak agar pembacaan proklamasi diulang kembali, Bung Karno tidak bergeming.

Dia enggan menuruti permintaan tersebut dan menyatakan bahwa proklamasi tidak bisa diulang. Proklamasi cukup diucapkan satu kali, tetapi harus berlaku untuk selama-lamanya.

“Oleh karena itu, Proklamasi Kemerdekaan harus kita pertahankan bersama-sama untuk selamanya,” kata sang proklamator.

Selain Barisan Pelopor dari Penjaringan yang memang datang dari wilaya yang jauh, ada tokoh lain yang terlambat tiba di lokasi pembacaan proklamasi.

Tokoh itu adalah Radjiman Wedodiningrat bersama sejumlah anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang tinggal di Cilincing, Jakarta Utara.

“Semalam suntuk kami tidak tidur, ikut merumuskan teks proklamasi. Penulisan baru bisa selesai menjelang subuh, maka kami tertidur sehingga terlambat sampai di sini,” kata Radjiman.

Sementara itu, aktivis wanita, S.K Trimurti mengatakan bahwa dia tidak terlambat mengikuti momen mahapenting bagi perjalanan sejarah Indonesia itu. Dia bahkan sudah tiba di lokasi sejak pagi buta.

“Sejak Kamis malam, dengan beberapa prang kawan, kami semua telah dikumpulkan di Kebon Sirih untuk merebut pemancar radio terdekat. Tetapi, komando menyerbut tidak kunjung datang. Baru menjelang dini hari, Bung Karni [Soekarni, tokoh pemuda] muncul. Dia melarang kami bergerak dengan alasan Bung Karno sudah setuju akan membacakan proklamasi di Pegangsaan Timur, Jumat pagi,” kenang Trimurti.

Sesudah mendengar pembatalan aksi itu, dia langsung pulang ke rumahnya di Kramat Kwitang untuk menyiapkan bubur unutk anak-anaknya. Karena sudah terlanjut pagi, dia langsung berangkat ke rumah Bung Karno dengan berjalan kaki.

“Hitung-hitung olaharaga pagi,” tuturnya.

Selepas itu, sejarah mencatat bahwa kemerdekaan Indonesia yang ditandai dengan pembacaan proklamasi yang berlangsung singkat itu terus diperjuangkan dengan mempertaruhkan nyawa, darah, keringat dan air mata.  

Jangan lupa tonton videonya di sini, ya!



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 07 Agustus 2023

Ketika Pembacaan Proklamasi Ingin Diulang

Kemerdekaan Indonesia ditandai pembacaan naskah proklamasi oleh duet Soekarno-Hatta. Tapi, tahukah anda pembacaan proklamasi ini diminta diulang?

Context, JAKARTA - Kemerdekaan Indonesia ditandai dengan pembacaan naskah proklamasi oleh Soekarno yang didampingi Muhammad Hatta. Tapi tahukah anda kalau pembacaan naskah itu pernah diminta untuk diulangi pada hari yang sama?

Seperti diketahui, pembacaan proklamasi dilakukan di rumah Bung Karno, Jalan Pegangsaan Timur, tanggal 17 Agustus 1945 tepat pukul 10.00 WIB.

Saat itu, banyak orang yang tak ingin ketinggalan peristiwa paling bersejarah itu. Mereka berbondong-bondong ingin menyaksikan pembacaan proklamasi.

Sialnya, kendati sudah buru-buru, masih saja ada yang terlambat. Salah satunya kelompok pemuda anggota Barisan Pelopor di bawah pimpinan S. Brata, Dai Taicho (komandan kesatuan) Penjaringan.

“Sekalipun sudah berlari dari depan rumah sakit pusat [Rumah Sakit Cipta Mangunkusumo], masih tetap terlambat sampai di lokasi. Mereka berteriak-teriak meminta pembacaan proklamasi diulang,” tulis Julius Pour dalam buku berjudul Djakarta 1945.

Meski para pemuda tersebut terus mendesak dan beteriak agar pembacaan proklamasi diulang kembali, Bung Karno tidak bergeming.

Dia enggan menuruti permintaan tersebut dan menyatakan bahwa proklamasi tidak bisa diulang. Proklamasi cukup diucapkan satu kali, tetapi harus berlaku untuk selama-lamanya.

“Oleh karena itu, Proklamasi Kemerdekaan harus kita pertahankan bersama-sama untuk selamanya,” kata sang proklamator.

Selain Barisan Pelopor dari Penjaringan yang memang datang dari wilaya yang jauh, ada tokoh lain yang terlambat tiba di lokasi pembacaan proklamasi.

Tokoh itu adalah Radjiman Wedodiningrat bersama sejumlah anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang tinggal di Cilincing, Jakarta Utara.

“Semalam suntuk kami tidak tidur, ikut merumuskan teks proklamasi. Penulisan baru bisa selesai menjelang subuh, maka kami tertidur sehingga terlambat sampai di sini,” kata Radjiman.

Sementara itu, aktivis wanita, S.K Trimurti mengatakan bahwa dia tidak terlambat mengikuti momen mahapenting bagi perjalanan sejarah Indonesia itu. Dia bahkan sudah tiba di lokasi sejak pagi buta.

“Sejak Kamis malam, dengan beberapa prang kawan, kami semua telah dikumpulkan di Kebon Sirih untuk merebut pemancar radio terdekat. Tetapi, komando menyerbut tidak kunjung datang. Baru menjelang dini hari, Bung Karni [Soekarni, tokoh pemuda] muncul. Dia melarang kami bergerak dengan alasan Bung Karno sudah setuju akan membacakan proklamasi di Pegangsaan Timur, Jumat pagi,” kenang Trimurti.

Sesudah mendengar pembatalan aksi itu, dia langsung pulang ke rumahnya di Kramat Kwitang untuk menyiapkan bubur unutk anak-anaknya. Karena sudah terlanjut pagi, dia langsung berangkat ke rumah Bung Karno dengan berjalan kaki.

“Hitung-hitung olaharaga pagi,” tuturnya.

Selepas itu, sejarah mencatat bahwa kemerdekaan Indonesia yang ditandai dengan pembacaan proklamasi yang berlangsung singkat itu terus diperjuangkan dengan mempertaruhkan nyawa, darah, keringat dan air mata.  

Jangan lupa tonton videonya di sini, ya!



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025