Apa Dampak dari Larangan Ekspor CPO?
Jokowi mengetahui adanya dampak buruk yang ditimbulkan, tetapi ia tetap menerapkan kebijakan demi menambah pasokan minyak goreng Indonesia.
Context.id, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa larangan ekspor berlaku pada semua jenis produk minyak sawit atau minyak goreng, termasuk crude palm oil (CPO).
“Pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ke luar negeri,” ujar Jokowi dalam keterangan presiden melalui YouTube Sekretariat Negara, Rabu (27/4/2022) malam.
Pasalnya, sempat terjadi ketidakjelasan informasi mengenai pelarangan ekspor minyak goreng. Kementerian sempat menyatakan bahwa yang dilarang hanyalah produk RBD olein dan CPO masih boleh diekspor.
Pada kesempatan tersebut, Jokowi juga menegaskan bahwa ia mengetahui adanya dampak buruk yang ditimbulkan dari larangan ini. Namun, ia tetap menerapkan kebijakan demi menambah pasokan minyak goreng dalam negeri.
“Larangan ini memang akan menimbulkan dampak negatif. Berpotensi mengurangi produksi hasil petani yang tidak terserap. Namun, tujuan kebijakan ini adalah untuk menambah pasokan dalam negeri, hingga melimpah,” ujar Jokowi
Berikut dampak-dampak buruk dari larangan ekspor ini, yang telah dirangkum Context.
HASIL PANEN KELAPA SAWIT OVERSUPPLY
Komoditas hasil tanaman sawit bakal mengalami kelebihan pasokan (oversupply) di dalam negeri, bahkan mencapai 60 persen. Dengan demikian, perusahaan akan mengurangi jumlah pengolahan sawit.
“Sehingga perusahaan-perusahaan besar pengolahan sawit dan minyak goreng akan mulai mengurangi produksi karena kapasitas tangki penimbunan CPO penuh dan terbatas,” ujar pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio kepada Bisnis.
NAIKNYA HARGA PRODUK TURUNAN MINYAK SAWIT
Kebijakan larangan ekspor juga dapat berdampak pada kenaikan harga produk turunan dari minyak sawit, seperti minyak zaitun dan minyak kelapa.
“Kenaikan ini kemungkinan juga akan diikuti oleh kenaikan harga produk substitusi seperti minyak canola, minyak zaitun, dan minyak kelapa,” ujar asisten peneliti di Center of Strategic and International Study, Ega Kurnia Yazid.
PASOKAN SOLAR PERTAMINA BERKURANG 30 PERSEN
Pendapatan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) diprediksi akan kosong dengan adanya larangan ekspor ini, tentunya karena tidak ada pungutan ekspor yang ditarik. Akibatnya, program biodiesel juga akan terhenti dan pasokan solar Pertamina langsung berkurang 30 persen.
“Kelangkaan solar tambah parah, kecuali Pertamina harus impor solar 30 persen lebih banyak,” ujar Agus Pambagio.
MEMILIKI EFEK DOMINO PADA PEREKONOMIAN INDONESIA
Menurut ekonom senior, Rizal Ramli, larangan ekspor ini akan memiliki efek domino terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Pasalnya, selama ini salah satu perolehan terbesar negara berasal dari industri ekstraktif.
“Lalu nanti Ibu Sri Mulyani bilang kalau kita tidak bisa lagi dapat rejeki dari komoditas, kemudian Sri Mulyani bingung mau tarik pajak dari mana lagi. Padahal Sri Mulyani bilang bahwa kita kelebihan Rp400 triliun itu karena ekspor komoditas batu bara segala macam. Sekarang mau dibatalkan,” ujar Rizal.
Senada dengan Rizal, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bima Yudhistira juga menyatakan bahwa negara akan kehilangan devisa senilai US$3 miliar atau setara dengan Rp4,5 triliun dalam sebulan.
“Sehingga jika diasumsikan pelarangan ekspor berlaku satu bulan penuh, estimasi pada Mei 2022 negara bakal kehilangan devisa sebesar US$3 miliar. Ini setara dengan 12 persen total ekspor non migas,” ujar Bhima pada Bisnis.
BERDAMPAK PADA STABILITAS PANGAN DUNIA
Larangan ekspor ini telah menyebabkan lonjakan minyak goreng di seluruh dunia. Hal ini seakan memperparah kekhawatiran keamanan pangan di tengah Perang Ukraina-Rusia.
“Indonesia adalah produsen utama minyak sawit. Artinya larangan tersebut akan berdampak pada harga pasokan minyak nabati yang akan melonjak tinggi dan menambah tekanan harga pangan dunia,” ujar ekonom senior Hong Kong, Trinh Nguyen.
RELATED ARTICLES
Apa Dampak dari Larangan Ekspor CPO?
Jokowi mengetahui adanya dampak buruk yang ditimbulkan, tetapi ia tetap menerapkan kebijakan demi menambah pasokan minyak goreng Indonesia.
Context.id, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa larangan ekspor berlaku pada semua jenis produk minyak sawit atau minyak goreng, termasuk crude palm oil (CPO).
“Pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ke luar negeri,” ujar Jokowi dalam keterangan presiden melalui YouTube Sekretariat Negara, Rabu (27/4/2022) malam.
Pasalnya, sempat terjadi ketidakjelasan informasi mengenai pelarangan ekspor minyak goreng. Kementerian sempat menyatakan bahwa yang dilarang hanyalah produk RBD olein dan CPO masih boleh diekspor.
Pada kesempatan tersebut, Jokowi juga menegaskan bahwa ia mengetahui adanya dampak buruk yang ditimbulkan dari larangan ini. Namun, ia tetap menerapkan kebijakan demi menambah pasokan minyak goreng dalam negeri.
“Larangan ini memang akan menimbulkan dampak negatif. Berpotensi mengurangi produksi hasil petani yang tidak terserap. Namun, tujuan kebijakan ini adalah untuk menambah pasokan dalam negeri, hingga melimpah,” ujar Jokowi
Berikut dampak-dampak buruk dari larangan ekspor ini, yang telah dirangkum Context.
HASIL PANEN KELAPA SAWIT OVERSUPPLY
Komoditas hasil tanaman sawit bakal mengalami kelebihan pasokan (oversupply) di dalam negeri, bahkan mencapai 60 persen. Dengan demikian, perusahaan akan mengurangi jumlah pengolahan sawit.
“Sehingga perusahaan-perusahaan besar pengolahan sawit dan minyak goreng akan mulai mengurangi produksi karena kapasitas tangki penimbunan CPO penuh dan terbatas,” ujar pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio kepada Bisnis.
NAIKNYA HARGA PRODUK TURUNAN MINYAK SAWIT
Kebijakan larangan ekspor juga dapat berdampak pada kenaikan harga produk turunan dari minyak sawit, seperti minyak zaitun dan minyak kelapa.
“Kenaikan ini kemungkinan juga akan diikuti oleh kenaikan harga produk substitusi seperti minyak canola, minyak zaitun, dan minyak kelapa,” ujar asisten peneliti di Center of Strategic and International Study, Ega Kurnia Yazid.
PASOKAN SOLAR PERTAMINA BERKURANG 30 PERSEN
Pendapatan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) diprediksi akan kosong dengan adanya larangan ekspor ini, tentunya karena tidak ada pungutan ekspor yang ditarik. Akibatnya, program biodiesel juga akan terhenti dan pasokan solar Pertamina langsung berkurang 30 persen.
“Kelangkaan solar tambah parah, kecuali Pertamina harus impor solar 30 persen lebih banyak,” ujar Agus Pambagio.
MEMILIKI EFEK DOMINO PADA PEREKONOMIAN INDONESIA
Menurut ekonom senior, Rizal Ramli, larangan ekspor ini akan memiliki efek domino terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Pasalnya, selama ini salah satu perolehan terbesar negara berasal dari industri ekstraktif.
“Lalu nanti Ibu Sri Mulyani bilang kalau kita tidak bisa lagi dapat rejeki dari komoditas, kemudian Sri Mulyani bingung mau tarik pajak dari mana lagi. Padahal Sri Mulyani bilang bahwa kita kelebihan Rp400 triliun itu karena ekspor komoditas batu bara segala macam. Sekarang mau dibatalkan,” ujar Rizal.
Senada dengan Rizal, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bima Yudhistira juga menyatakan bahwa negara akan kehilangan devisa senilai US$3 miliar atau setara dengan Rp4,5 triliun dalam sebulan.
“Sehingga jika diasumsikan pelarangan ekspor berlaku satu bulan penuh, estimasi pada Mei 2022 negara bakal kehilangan devisa sebesar US$3 miliar. Ini setara dengan 12 persen total ekspor non migas,” ujar Bhima pada Bisnis.
BERDAMPAK PADA STABILITAS PANGAN DUNIA
Larangan ekspor ini telah menyebabkan lonjakan minyak goreng di seluruh dunia. Hal ini seakan memperparah kekhawatiran keamanan pangan di tengah Perang Ukraina-Rusia.
“Indonesia adalah produsen utama minyak sawit. Artinya larangan tersebut akan berdampak pada harga pasokan minyak nabati yang akan melonjak tinggi dan menambah tekanan harga pangan dunia,” ujar ekonom senior Hong Kong, Trinh Nguyen.
POPULAR
RELATED ARTICLES