Share

Home Stories

Stories 09 Juni 2023

Penguatan Regulasi Tembakau Urgen Demi SDM Andal

Program pengendalian tembakau perlu diperkuat demi SDM yang andal menjelang Bonus Demografi.

Ilustrasi rokok. -Freepik-

Context.id, JAKARTA - Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) mendesak pemerintah Indonesia untuk memperkuat regulasi pengendalian tembakau untuk mendorong peningkatan kualitas SDM Indonesia.

Komnas PT mendesak pemerintah dalam upaya pengendalian konsumsi zat adiktif tembakau. Regulasi program pengendalian tembakau perlu diperkuat sebagai langkah pemerintah menindak tegas rokok.

Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau Bidang Hukum dan Advokasi Tubagus Haryo Karbiyanto mengatakan, jika pemerintah serius menangani masalah konsumsi rokok, ketakutan kepada intervensi industri perlu dihapuskan demi kepentingan rakyat. 

“Perkuat RUU Kesehatan Omnibus yang saat ini sedang berproses sehingga terdapat substansi tegas tentang pengendalian konsumsi rokok. Jangan sampai terjadi lagi seperti kasus ayat tembakau yang sempat hilang pada UU Kesehatan No. 36/2009. Nyawa rakyat tidak boleh dipertaruhkan,” katanya dalam siaran pers Rabu (31/5/23). 

BACA JUGA    Elon Musk Kembali Puncaki Daftar Orang Terkaya di Dunia

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 menunjukkan, Tubagus menjelaskan rokok merupakan salah satu komponen pengeluaran tertinggi rumah tangga penyebab kemiskinan. Jumlah tersebut semakin kontroversial melihat Indonesia sendiri masuk ke dalam 100 besar negara termiskin di dunia.

Dengan kata lain, daya konsumsi terhadap rokok jauh lebih tinggi ketimbang makanan bergizi.

"Komnas Pengendalian Tembakau kembali mendesak Presiden Joko Widodo agar memiliki keberanian untuk bersikap tegas di akhir masa kepemimpinannya dalam upaya pengendalian konsumsi produk zat adiktif tembakau apapun bentuknya, demi mendorong peningkatan kualitas SDM Indonesia menjelang bonus demografi 2045," jelasnya.

BACA JUGA   10 Orang Terkaya di Dunia, Bernard Arnault Masih Jawara

Tubagus juga mengingatkan, Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) mencatat angka stunting pada anak yang merokok 5,5 persen lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak merokok. Kabar buruk kini datang dari generasi masa depan bangsa.

Stunting atau gagal tumbuh menjadi indikator buruknya status gizi dan kesehatan anak-anak. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2022 memaparkan angka stunting masih tinggi di Indonesia, yaitu sekitar 21,6 persen.

Sementara itu, World Health Organization (WHO) melansir bahwa angka kematian akibat merokok mencapai 30 persen atau setara dengan 17,3 juta orang sedangkan angka kematian dini akibat rokok di dunia tercatat hampir mencapai 5,4 juta. 

"Melihat hal-hal di atas, maka jelas program pengendalian tembakau yang turut berpengaruh terhadap keberhasilan program berbagai sektor harus menjadi perhatian serius Presiden Jokowi dan jajarannya, yang didasari dengan regulasi yang kuat demi menjamin dijalankannya upaya pengendalian konsumsi produk adiktif tembakau."



Penulis : Nisrina Khairunnisa

Editor   : Oktaviano Donald

Stories 09 Juni 2023

Penguatan Regulasi Tembakau Urgen Demi SDM Andal

Program pengendalian tembakau perlu diperkuat demi SDM yang andal menjelang Bonus Demografi.

Ilustrasi rokok. -Freepik-

Context.id, JAKARTA - Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) mendesak pemerintah Indonesia untuk memperkuat regulasi pengendalian tembakau untuk mendorong peningkatan kualitas SDM Indonesia.

Komnas PT mendesak pemerintah dalam upaya pengendalian konsumsi zat adiktif tembakau. Regulasi program pengendalian tembakau perlu diperkuat sebagai langkah pemerintah menindak tegas rokok.

Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau Bidang Hukum dan Advokasi Tubagus Haryo Karbiyanto mengatakan, jika pemerintah serius menangani masalah konsumsi rokok, ketakutan kepada intervensi industri perlu dihapuskan demi kepentingan rakyat. 

“Perkuat RUU Kesehatan Omnibus yang saat ini sedang berproses sehingga terdapat substansi tegas tentang pengendalian konsumsi rokok. Jangan sampai terjadi lagi seperti kasus ayat tembakau yang sempat hilang pada UU Kesehatan No. 36/2009. Nyawa rakyat tidak boleh dipertaruhkan,” katanya dalam siaran pers Rabu (31/5/23). 

BACA JUGA    Elon Musk Kembali Puncaki Daftar Orang Terkaya di Dunia

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 menunjukkan, Tubagus menjelaskan rokok merupakan salah satu komponen pengeluaran tertinggi rumah tangga penyebab kemiskinan. Jumlah tersebut semakin kontroversial melihat Indonesia sendiri masuk ke dalam 100 besar negara termiskin di dunia.

Dengan kata lain, daya konsumsi terhadap rokok jauh lebih tinggi ketimbang makanan bergizi.

"Komnas Pengendalian Tembakau kembali mendesak Presiden Joko Widodo agar memiliki keberanian untuk bersikap tegas di akhir masa kepemimpinannya dalam upaya pengendalian konsumsi produk zat adiktif tembakau apapun bentuknya, demi mendorong peningkatan kualitas SDM Indonesia menjelang bonus demografi 2045," jelasnya.

BACA JUGA   10 Orang Terkaya di Dunia, Bernard Arnault Masih Jawara

Tubagus juga mengingatkan, Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) mencatat angka stunting pada anak yang merokok 5,5 persen lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak merokok. Kabar buruk kini datang dari generasi masa depan bangsa.

Stunting atau gagal tumbuh menjadi indikator buruknya status gizi dan kesehatan anak-anak. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2022 memaparkan angka stunting masih tinggi di Indonesia, yaitu sekitar 21,6 persen.

Sementara itu, World Health Organization (WHO) melansir bahwa angka kematian akibat merokok mencapai 30 persen atau setara dengan 17,3 juta orang sedangkan angka kematian dini akibat rokok di dunia tercatat hampir mencapai 5,4 juta. 

"Melihat hal-hal di atas, maka jelas program pengendalian tembakau yang turut berpengaruh terhadap keberhasilan program berbagai sektor harus menjadi perhatian serius Presiden Jokowi dan jajarannya, yang didasari dengan regulasi yang kuat demi menjamin dijalankannya upaya pengendalian konsumsi produk adiktif tembakau."



Penulis : Nisrina Khairunnisa

Editor   : Oktaviano Donald


RELATED ARTICLES

Sushila Karki, Perdana Menteri Perempuan Pertama di Nepal

Setelah meredanya gelombang protes di Nepal, Sushila Karki ditunjuk sebagai Perdana Menteri Sementara dan disebut menandakan tumbuhnya kepercayaan ...

Renita Sukma . 16 September 2025

Penembak Aktivis Charlie Kirk Ditangkap Setelah 33 Jam Diburu

Tyler Robinson, pria 22 tahun dari Utah, berhasil ditangkap setelah buron 33 jam atas tuduhan membunuh aktivis konservatif Charlie Kirk

Renita Sukma . 14 September 2025

Setelah Penggerebekan Imigrasi AS, Pekerja Korea Selatan Dipulangkan

Sekitar 300 pekerja Korea Selatan akhirnya kembali ke negara setelah sempat ditahan oleh imigrasi AS.

Renita Sukma . 14 September 2025

Ada Tuntutan Bubarkan DPR, Secara Hukum Indonesia Bisa?

Tuntutan pembubaran DPR menggaung saat aksi demonstrasi 25 Agustus 2025. Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut hal itu secara hukum tid ...

Renita Sukma . 14 September 2025