Stories - 25 April 2022
Kasus Covid-19 di Shanghai Makin Parah, Kok Bisa?
Setidaknya 26 juta warga di Shanghai, China, terpaksa dikurung di rumah masing-masing. Mereka dilarang meninggalkan rumah akibat Covid-19 yang hingga
Context.id, JAKARTA – Setidaknya 26 juta warga di Shanghai, China, terpaksa dikurung di rumah masing-masing. Mereka dilarang meninggalkan rumah akibat Covid-19 yang hingga kini tak kunjung mereda.
Melansir Financial Times, kasus Covid-19 sudah mencapai angka 21.796 kasus per Sabtu (23/4/2022). Inilah yang membuat pemerintah memberlakukan lockdown dengan memasang pagar di depan rumah warga. Akibatnya, terjadilah krisis makanan, obat-obatan, dan barang krusial lainnya yang menimbulkan protes keras dari warga.
Berikut situasi terkini pandemi Covid-19 di Shanghai, yang telah dirangkum Context.
Krisis Makanan
Akibat lockdown, warga hanya boleh memesan makanan dan minuman dari situs belanja daring. Namun sayangnya, stok makanan sudah langka dan sangat mahal.
Pemerintah telah mengirimkan bahan makanan seperti sayuran, daging, dan telur. Namun, banyak kurir yang juga terkena pembatasan wilayah dan berakibat penurunan kapasitas pengiriman secara keseluruhan.
“Tolong selesaikan masalah kapasitas pengiriman sesegera mungkin,” ujar pengguna di media sosial Weibo melansir dari BBC.
Tes PCR Setiap Hari
Pemerintah membuat kebijakan yang mengadakan pengujian Covid-19 massal setiap harinya untuk mengidentifikasi dan mengisolasi setiap masyarakat positif. Dari sisi pemerintah, hal ini dinilai cukup baik demi menekan penyebaran Covid-19. Namun, terus menuai protes dari warga.
Protes itu datang karena bukan hanya orang dewasa yang dibawa untuk karantina, melainkan juga anak-anak di bawah umur yang dipaksa untuk meninggalkan orang tuanya ataupun sebaliknya.
“Tolong! Kedua orangtuanya terindikasi positif Covid dan dibawa pergi (ke karantina) untuk isolasi, tetapi anaknya sendirian di rumah. Pengurus lingkungan tidak mendengarkan, tolong bantu anak ini!” ujar seseorang di Weibo, melansir What’s on Weibo.
Fasilitas Karantina Tidak Layak
Fasilitas karantina wajib di Shanghai dinilai jauh di bawah standar. Bahkan ada yang menyebut tidak berprikemanusiaan karena terlalu penuh dan sesak.
“Aku belum makan ataupun minum selama empat hari. Seluruh badanku bengkak dan aku tidak bisa buang air kecil. Aku mohon kepada pemerintah Shanghai untuk cepat memberikan penanganan pada saya. Tolong selamatkan nyawaku. Aku tidak boleh mati, aku punya orangtua dan anak yang harus diurus. Aku harus selamat. Aku minta tolong, selamatkan aku,” ujar seorang pasien Covid-19 yang dikarantina melalui Weibo, melansir dari What’s on Weibo.
Pemerintah Mengaku Kesulitan
Pejabat Shanghai sudah mengakui kota tersebut dalam kesulitan dan sedang berusaha untuk memperbaikinya. Namun tetap saja, kebijakan pemerintah Shanghai ini telah lebih dulu memicu amarah dari masyarakat.
Voice of April
Voice of April, video yang menggambarkan parahnya kondisi ekonomi di Shanghai, yang dibuat oleh seorang netizen dan diunggah di sosial media WeChat.
Namun setelah viral, video berdurasi enam menit tersebut malah di takedown oleh internet dan memicu amarah netizen.
Penulis : Crysania Suhartanto
Editor : Putri Dewi
MORE STORIES
Tuai Pro-Kontra, Parlemen Swedia Sahkan Revisi UU Pergantian Kelamin
Parlemen Swedia telah mengesahkan revisi undang-undang baru yang memudahkan seseorang untuk mengubah jenis kelamin mereka
Context.id | 19-04-2024
Google Kembali PHK Karyawan, CEO Memprediksi Tahun Depan Juga
Sebelumnya, Google telah memecat ratusan karyawan pada Januari lalu demi efisiensi keuangan untuk pengembangan teknologi AI
Context.id | 19-04-2024
OJ Simpson, Dari Superstar Jadi Narapidana
Dia kemudian mencapai rekor dan menjadi salah satu pemain terhebat dalam sejarah American football.
Noviarizal Fernandez | 19-04-2024
Post Holiday Blues, Depresi Setelah Liburan
Tak jarang ditemui setelah liburan ada yang belum siap untuk kembali melakukan rutinitas sehingga mengalami kecemasan
Context.id | 19-04-2024
A modern exploration of business, societies, and ideas.
Powered by Bisnis Indonesia.
Copyright © 2024 - Context
Copyright © 2024 - Context