Sentimen Rasial Mudah ‘Digoreng’ Pemimpin Diminta Bijak
Sentimen rasial mudah disulut untuk kepentingan politik sehingga sehingga para tokoh bangsa semestinya tidak memberikan pernyataan yang bersifat rasis
![](https://context.id/images-data/2023/05/23/ilustrasi-unjuk-rasa-menentang-rasisme_reuters.jpg)
Context.id, JAKARTA - Sentimen rasial mudah disulut untuk kepentingan politik sehingga sehingga para tokoh bangsa semestinya menahan diri untuk tidak memberikan pernyataan yang memojokan pihak tertentu, termasuk kalangan Tionghoa.
Tuty Mutia, akademisi sejarah China, Jurusan Sejarah Universitas Indonesia mengatakan bahwa sentimen terhadap etnis ini merupakan sisa sejarah masa lalu dan menurutnya mudah ‘digoreng’ untuk tujuan tertentu. Untuk itu, Tuty meminta para pemimpin perlu bijak dalam memberikan suatu pernyataan.
Dalam pandangannya, kalangan Tionghoa menurutnya tidak perlu resah dengan tudingan-tudingan sumir tertentu yang melahirkan sentimen rasial. Mereka cukup membuktikan bahwa mereka adalah orang Indonesia yang baik.
Senada dengan Tuty Mutia, Johanes Herlijanto, Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) pernyataan dari salah seorang elit politik bahwa 4 persen penduduk menguasai 50 persen perekonomian Indonesia sulit dibuktikan datanya dan hanya berdasarkan asumsi semata.
Menurutnya pernyataan konfiigurasi tersebut sebenarnya sudah didengungkan sejak 1998 silam dan pada tahun itu, sudah dibantah melalui artikel yang ditulis oleh almarhum George Junus Aditjondro yang menyatakan bahwa konfigurasi itu adalah mitos.
Sebelumnya, dikutip dari Bisnis.com, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut lebih dari 50 persen perekonomian Indonesia dikuasai oleh orang China. Pernyataan itu dilontarkan, JK, begitu ia biasa disapa, saat menghadiri acara Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan Silaturahmi Tokoh Bangsa, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, JK juga membandingkan orang-orang kaya di negara lainnya. Dia mengatakan di Pakistan, daftar teratas orang kaya diisi oleh orang Pakistan, begitu pula dengan Arab. Meskipun demikian, JK menyebut keberadaan asing tetap memiliki peran penting di antaranya karena membayar pajak dan berhasil membuka banyak lapangan pekerjaan.
POPULAR
RELATED ARTICLES
Sentimen Rasial Mudah ‘Digoreng’ Pemimpin Diminta Bijak
Sentimen rasial mudah disulut untuk kepentingan politik sehingga sehingga para tokoh bangsa semestinya tidak memberikan pernyataan yang bersifat rasis
![](https://context.id/images-data/2023/05/23/ilustrasi-unjuk-rasa-menentang-rasisme_reuters.jpg)
Context.id, JAKARTA - Sentimen rasial mudah disulut untuk kepentingan politik sehingga sehingga para tokoh bangsa semestinya menahan diri untuk tidak memberikan pernyataan yang memojokan pihak tertentu, termasuk kalangan Tionghoa.
Tuty Mutia, akademisi sejarah China, Jurusan Sejarah Universitas Indonesia mengatakan bahwa sentimen terhadap etnis ini merupakan sisa sejarah masa lalu dan menurutnya mudah ‘digoreng’ untuk tujuan tertentu. Untuk itu, Tuty meminta para pemimpin perlu bijak dalam memberikan suatu pernyataan.
Dalam pandangannya, kalangan Tionghoa menurutnya tidak perlu resah dengan tudingan-tudingan sumir tertentu yang melahirkan sentimen rasial. Mereka cukup membuktikan bahwa mereka adalah orang Indonesia yang baik.
Senada dengan Tuty Mutia, Johanes Herlijanto, Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) pernyataan dari salah seorang elit politik bahwa 4 persen penduduk menguasai 50 persen perekonomian Indonesia sulit dibuktikan datanya dan hanya berdasarkan asumsi semata.
Menurutnya pernyataan konfiigurasi tersebut sebenarnya sudah didengungkan sejak 1998 silam dan pada tahun itu, sudah dibantah melalui artikel yang ditulis oleh almarhum George Junus Aditjondro yang menyatakan bahwa konfigurasi itu adalah mitos.
Sebelumnya, dikutip dari Bisnis.com, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut lebih dari 50 persen perekonomian Indonesia dikuasai oleh orang China. Pernyataan itu dilontarkan, JK, begitu ia biasa disapa, saat menghadiri acara Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan Silaturahmi Tokoh Bangsa, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, JK juga membandingkan orang-orang kaya di negara lainnya. Dia mengatakan di Pakistan, daftar teratas orang kaya diisi oleh orang Pakistan, begitu pula dengan Arab. Meskipun demikian, JK menyebut keberadaan asing tetap memiliki peran penting di antaranya karena membayar pajak dan berhasil membuka banyak lapangan pekerjaan.
POPULAR
RELATED ARTICLES