Siap-Siap! Tahun Depan Ada Badai Resesi Global
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa negara sedang mempersiapkan ancaman resesi global yang akan terjadi pada 2023.
Context, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa negara sedang mempersiapkan ancaman resesi global yang akan terjadi pada 2023.
Dilansir Tempo, Sri Mulyani menjelaskan bahwa ancaman tersebut muncul akibat adanya kenaikan suku bunga yang menimbulkan gejolak dalam pasar keuangan global. "Tekanan inflasi global sudah direspons berbagai negara dengan kenaikan suku bunga yang drastis dan cepat," ujar Sri Mulyani.
Akibat dari gejolak geopolitik dan hal-hal lainnya yang sedang terjadi saat ini, semua komoditas yang diperdagangkan di pasar keuangan seperti gas, minyak, batu bara, gandum, kelapa sawit, dan lain sebagainya telah berfluktuasi.
Menurut Sri Mulyani, hal ini adalah bukti bahwa saat ini sedang terjadi ketidakpastian di pasar keuangan. "Artinya pasar komoditas ini mencerminkan ketidak pastian yang terjadi di pasar keuangan dan dampak bagi negara seluruh dunia. Kenaikan komoditas telah menyebabkan inflasi tinggi," jelas Sri Mulyani, dikutip Bisnis.
Jika inflasi akan terjadi secara tajam di banyak negara, maka kemungkinan besar akan terjadi peningkatan kemiskinan. Kebijakan ekstrem pun diambil bank sentral di seluruh dunia dengan menaikkan batas suku bunga acuan.
"Bank Dunia sudah menyampaikan bank sentral di seluruh dunia melakukan kenaikan suku bunga secara ekstrim dan bersama - sama maka dunia pasti mengalami resesi di tahun 2023," kata Sri Mulyani.
Dalam penjelasannya, Sri Mulyani mencontohkan beberapa negara yang telah secara agresif manaikkan suku bunga untuk menahan inflasi. Salah satunya adalah Inggris yang telah menaikkan suku bunga hingga 150 basis poin.
Selain itu, negara lainnya yang telah menaikkan suku bunganya adalah Amerika Serikat (AS). Sri Mulyani menjelaskan bahwa saat ini AS telah mengerek suku bunganya mencapai 225 basis poin. Bahayanya, kenaikan suku bunga AS biasanya akan meningkatkan potensi krisis ekonomi di seluruh dunia.
Sinyal Resesi di Kawasan Asia Timur dan Pasifik
Belum 2023, Bank Dunia juga telah melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik diperkirakan akan terjun dan melambat menjadi 3,2 persen pada tahun ini, turun 55,55 persen year-on-year (yoy) dari tahun lalu sebesar 7,2 persen.
Menurut Bank Dunia, selain inflasi dan kenaikan suku bunga yang sedang terjadi di berbagai belahan dunia, salah satu faktor terbesar lainnya adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi China akibat kebijakan Zero Covid.
Akibat hal ini, Bank Dunia memperingatkan negara-negara di kawasan ini dalam kebijakan mengontrol harga pangan, serta subsidi energi. “Kebijakan tersebut dapat merusak produktivitas. Kebijakan yang lebih baik untuk makanan, bahan bakar, dan keuangan akan memacu pertumbuhan dan menjamin terhadap inflasi,” ujar Kepala Ekonom Bank Dunia Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo.
RELATED ARTICLES
Siap-Siap! Tahun Depan Ada Badai Resesi Global
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa negara sedang mempersiapkan ancaman resesi global yang akan terjadi pada 2023.
Context, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa negara sedang mempersiapkan ancaman resesi global yang akan terjadi pada 2023.
Dilansir Tempo, Sri Mulyani menjelaskan bahwa ancaman tersebut muncul akibat adanya kenaikan suku bunga yang menimbulkan gejolak dalam pasar keuangan global. "Tekanan inflasi global sudah direspons berbagai negara dengan kenaikan suku bunga yang drastis dan cepat," ujar Sri Mulyani.
Akibat dari gejolak geopolitik dan hal-hal lainnya yang sedang terjadi saat ini, semua komoditas yang diperdagangkan di pasar keuangan seperti gas, minyak, batu bara, gandum, kelapa sawit, dan lain sebagainya telah berfluktuasi.
Menurut Sri Mulyani, hal ini adalah bukti bahwa saat ini sedang terjadi ketidakpastian di pasar keuangan. "Artinya pasar komoditas ini mencerminkan ketidak pastian yang terjadi di pasar keuangan dan dampak bagi negara seluruh dunia. Kenaikan komoditas telah menyebabkan inflasi tinggi," jelas Sri Mulyani, dikutip Bisnis.
Jika inflasi akan terjadi secara tajam di banyak negara, maka kemungkinan besar akan terjadi peningkatan kemiskinan. Kebijakan ekstrem pun diambil bank sentral di seluruh dunia dengan menaikkan batas suku bunga acuan.
"Bank Dunia sudah menyampaikan bank sentral di seluruh dunia melakukan kenaikan suku bunga secara ekstrim dan bersama - sama maka dunia pasti mengalami resesi di tahun 2023," kata Sri Mulyani.
Dalam penjelasannya, Sri Mulyani mencontohkan beberapa negara yang telah secara agresif manaikkan suku bunga untuk menahan inflasi. Salah satunya adalah Inggris yang telah menaikkan suku bunga hingga 150 basis poin.
Selain itu, negara lainnya yang telah menaikkan suku bunganya adalah Amerika Serikat (AS). Sri Mulyani menjelaskan bahwa saat ini AS telah mengerek suku bunganya mencapai 225 basis poin. Bahayanya, kenaikan suku bunga AS biasanya akan meningkatkan potensi krisis ekonomi di seluruh dunia.
Sinyal Resesi di Kawasan Asia Timur dan Pasifik
Belum 2023, Bank Dunia juga telah melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik diperkirakan akan terjun dan melambat menjadi 3,2 persen pada tahun ini, turun 55,55 persen year-on-year (yoy) dari tahun lalu sebesar 7,2 persen.
Menurut Bank Dunia, selain inflasi dan kenaikan suku bunga yang sedang terjadi di berbagai belahan dunia, salah satu faktor terbesar lainnya adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi China akibat kebijakan Zero Covid.
Akibat hal ini, Bank Dunia memperingatkan negara-negara di kawasan ini dalam kebijakan mengontrol harga pangan, serta subsidi energi. “Kebijakan tersebut dapat merusak produktivitas. Kebijakan yang lebih baik untuk makanan, bahan bakar, dan keuangan akan memacu pertumbuhan dan menjamin terhadap inflasi,” ujar Kepala Ekonom Bank Dunia Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo.
POPULAR
RELATED ARTICLES