Stories - 23 September 2022
Bukan Indonesia yang Pusing Subsidi Energi, Siapa Lagi?
Bukan cuma di Indonesia, masalah subsidi di sektor energi ternyata juga terjadi di banyak negara di dunia.
Context, JAKARTA - Bukan cuma di Indonesia, masalah subsidi di sektor energi ternyata juga terjadi di banyak negara di dunia. Di beberapa negara Eropa, pemerintahnya terpaksa harus memutar otak untuk memberikan dana talangan atau subsidi kepada perusahaan pemasok energi.
Permasalahan yang terjadi di seluruh dunia ini disebabkan oleh satu hal yang sama, yaitu perang Rusia-Ukraina. Deretan sanksi ekonomi, pemblokadean jalur ekspor energi, membuat pasokan energi menjadi tidak menentu. Khusus di Eropa, pembatasan pengiriman energi yang dilakukan Rusia membuat sebagian besar negara di benua biru tersebut mengalami krisis energi.
Berkurangnya pasokan energi, terutama gas alam, membuat perusahaan-perusahaan energi di Eropa sangat terbebani. Apalagi, menjelang musim dingin, kebutuhan akan gas alam sebagai salah satu unsur nyalanya listrik dan penghangat di Eropa akan terus melonjak.
Subsidi Energi di Eropa
Seperti contohnya di Jerman, pemerintahnya telah memutuskan bahwa mereka akan menyelamatkan perusahaan energi Uniper yang terancam karena melonjaknya harga energi. Dilansir DW, Kanselir Olaf Scholz mengatakan bahwa pemerintah Jerman akan mengambil 30 persen saham dari perusahaan energi.
Lanjutnya, pemerintah Jerman juga akan memberikan dana talangan atau bailout sebesar Rp113 triliun sebagai modal untuk memperluas jalur kredit. Selain itu, Scholz mengatakan Uniper akan diizinkan untuk menerapkan kenaikan biaya kepada pelanggannya meskipun memiliki kontrak harga tetap.
Sama seperti di Indonesia yang pemerintahnya memberikan Bantuan Langsung Tunai kepada keluarga yang terdampak kenaikan BBM, pemerintah Jerman juga berjanji akan memberikan bantuan kepada rumah tangga di Jerman yang terdampak kenaikan harga energi.
Selain Jerman, Inggris juga telah memutar otak untuk menyelamatkan perusahaan energi di negaranya. Perdana Menteri Inggris yang baru, Lizz Truss mengatakan bahwa Inggris akan memberikan dana talangan sebesar Rp2.217 triliun kepada perusahaan energi akibat bebannya bertambah naik tiga kali lipat.
Meskipun harga energi di Inggris sudah mengikuti mekanisme pasar, namun perusahaan energi di Inggris membutuhkan dana tambahan untuk melakukan pembelian dan pembayaran, yang tentunya akan membebani arus kas. Karena itu, mereka membutuhkan pemerintah Inggris untuk menalangi pembiayaannya.
Untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga energi, dilansir CNN, Inggris akan memberikan bantuan sebesar Rp1.330 triliun kepada rumah tangga dan Rp887 triliun kepada pelaku bisnis.
Hal yang sama juga terjadi di negara-negara Skandinavia dan Prancis. Di Skandinavia, Pemerintah Swedia dan Finlandia telah menyiapkan dana talangan berupa pinjaman dan jaminan kredit dengan total Rp496 triliun agar perusahaan-perusahaan di negara mereka tidak mengalami default. Dilansir Bloomberg, hal ini dilakukan agar pembatasan energi dari Rusia tidak memicu krisis keuangan.
Di Prancis, pemerintahnya berencana untuk menasionalisasi perusahaan energi EDF yang sedang terancam karena krisis energi dengan total biaya hampir Rp127 miliar. Dilansir The Guardian, Perdana Menteri Prancis Elisabeth Borne mengatakan bahwa hal itu dilakukan karena adanya kekhawatiran atas keuangan EDF.
Terjadi Juga di Indonesia
Dalam unggahan di akun Twitternya, Peneliti Ekonomi Poltak Hotradero menjelaskan bahwa penambahan atau pemberian subsidi di sektor energi ini bisa dibilang telah terjadi di berbagai belahan dunia lainnya.
“Apa yang terjadi di Eropa adalah gambaran tentang betapa beratnya tekanan di sektor energi yang dialami berbagai negara di dunia – termasuk Indonesia,” tulis Poltak dalam utasnya.
Menurutnya, apa yang terjadi di Indonesia ini bisa dibilang sebuah keberuntungan. Karena meskipun beban harga bahan bakar minyak melonjak tajam, namun masih bisa ‘ditalangi’ dari peningkatan beberapa komoditas ekspor.
“Ekspor batu bara, sawit, dan mineral adalah yang menolong neraca dagang Indonesia sehingga kendati beban harga BBM melonjak tajam, masih bisa diganjal di APBN 2022 hingga sebesar Rp502 triliun,”
Penulis : Naufal Jauhar Nazhif
Editor : Putri Dewi
MORE STORIES
Jam Kerja Rendah Tapi Produktivitas Tinggi, Berkaca dari Jerman
Data OECD menunjukkan bmeskipun orang Jerman hanya bekerja rata-rata 1.340 jam per tahun, partisipasi perempuan yang tinggi dan regulasi bagus mem ...
Context.id | 29-10-2024
Konsep Adrenal Fatigue Hanyalah Mitos dan Bukan Diagnosis yang Sahih
Konsep adrenal fatigue adalah mitos tanpa dasar ilmiah dan bukan diagnosis medis sah yang hanyalah trik marketing dari pendengung
Context.id | 29-10-2024
Dari Pengusaha Menjadi Sosok Dermawan; Tren Filantropis Pendiri Big Tech
Banyak yang meragukan mengapa para taipan Big Tech menjadi filantropi, salah satunya tudingan menghindari pajak
Context.id | 28-10-2024
Dari Barak ke Ruang Rapat: Sepak Terjang Lulusan Akmil dan Akpol
Para perwira lulusan Akmil dan Akpol memiliki keterampilan kepemimpinan yang berharga untuk dunia bisnis dan pemerintahan.
Context.id | 28-10-2024
A modern exploration of business, societies, and ideas.
Powered by Bisnis Indonesia.
Copyright © 2024 - Context
Copyright © 2024 - Context