Share

Home Stories

Stories 14 September 2022

Kenaikan Tarif Ojol Tidak Sejahterakan Pengemudi?

Kenaikan tarif ojol atau ojek online yang dimulai Minggu (11/9/2022) membuat pengguna ojol jadi sedikit.

Pengemudi ojek online (ojol) melintas di Jakarta, Minggu (11/9/2022). - Bisnis Indonesia -

Context.id, JAKARTA - Kenaikan tarif ojol atau ojek online yang dimulai Minggu (11/9/2022) justru membuat pengguna ojol jadi sedikit.

Dilansir dari Tempo, seorang driver ojek online bernama Sabiq sebenarnya mendukung kenaikan tarif ojol, karena harga BBM Pertalite yang ia gunakan sehari-hari naik menjadi Rp10.000. Namun, ia mengaku bahwa sejak adanya kenaikan tersebut, ia mengalami penurunan pendapatan.

“Ada penurunan pendapatan. Sebelumnya dalam waktu tiga jam, saya dapat tiga orderan, tetapi sekarang paling hanya satu,” ujar Sabiq pada Tempo.

Senada, pengemudi ojek online lainnya, Reza juga mengatakan hal yang serupa. Ia bahkan menyatakan bahwa kenaikan tarif ojol tidak terlalu membantu menaikkan pendapatannya. 

Pasalnya, potongan untuk perusahaan mitra dinilai cukup besar, yakni 20 persen. Alhasil, kenaikan tarif sebesar Rp600 juga tidak terlalu berpengaruh, apalagi kenaikan BBM juga lebih besar dari pada nominal tersebut.

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menyatakan bahwa akar dari persoalan ini adalah status pengemudi ojol yang hanya dijadikan sebagai mitra. 

Menurut Lily, kondisi antara perusahaan ojol dan pengemudi ojol tidak setara, sehingga tidak seharusnya disebut sebagai mitra. “Padahal kondisinya tidak setara, sehingga tak seharusnya disebut mitra,” ujar Lily, dikutip dari Tempo

Adapun menurut Lily, yang diinginkan oleh pengemudi ojol adalah jaminan kepastian upah yang layak setiap bulannya. 

Berkaca dari Eropa dan Malaysia, di mana pemerintah setempat telah menetapkan pengemudi ojol sebagai pekerja tetap. Maka dari itu, Lily berharap agar pemerintah menerapkan hal serupa agar dapat menerapkan hak-hak yang tercantum dalam UU Ketenagakerjaan. 

Apalagi, seperti yang diketahui bahwa posisi mitra tidak menjamin hak-hak para pengemudi ojol. Mulai dari asuransi ketenagakerjaan, hak-hak cuti, hingga uang lembur. 

Masalah di sini adalah ojek online masih belum diakui secara resmi sebagai transportasi publik. 

Maka dari itu pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan pun menilai agar ojol ini harus segera diakui oleh pemerintah agar hak-hak mereka dapat dilindungi.



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi

Stories 14 September 2022

Kenaikan Tarif Ojol Tidak Sejahterakan Pengemudi?

Kenaikan tarif ojol atau ojek online yang dimulai Minggu (11/9/2022) membuat pengguna ojol jadi sedikit.

Pengemudi ojek online (ojol) melintas di Jakarta, Minggu (11/9/2022). - Bisnis Indonesia -

Context.id, JAKARTA - Kenaikan tarif ojol atau ojek online yang dimulai Minggu (11/9/2022) justru membuat pengguna ojol jadi sedikit.

Dilansir dari Tempo, seorang driver ojek online bernama Sabiq sebenarnya mendukung kenaikan tarif ojol, karena harga BBM Pertalite yang ia gunakan sehari-hari naik menjadi Rp10.000. Namun, ia mengaku bahwa sejak adanya kenaikan tersebut, ia mengalami penurunan pendapatan.

“Ada penurunan pendapatan. Sebelumnya dalam waktu tiga jam, saya dapat tiga orderan, tetapi sekarang paling hanya satu,” ujar Sabiq pada Tempo.

Senada, pengemudi ojek online lainnya, Reza juga mengatakan hal yang serupa. Ia bahkan menyatakan bahwa kenaikan tarif ojol tidak terlalu membantu menaikkan pendapatannya. 

Pasalnya, potongan untuk perusahaan mitra dinilai cukup besar, yakni 20 persen. Alhasil, kenaikan tarif sebesar Rp600 juga tidak terlalu berpengaruh, apalagi kenaikan BBM juga lebih besar dari pada nominal tersebut.

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menyatakan bahwa akar dari persoalan ini adalah status pengemudi ojol yang hanya dijadikan sebagai mitra. 

Menurut Lily, kondisi antara perusahaan ojol dan pengemudi ojol tidak setara, sehingga tidak seharusnya disebut sebagai mitra. “Padahal kondisinya tidak setara, sehingga tak seharusnya disebut mitra,” ujar Lily, dikutip dari Tempo

Adapun menurut Lily, yang diinginkan oleh pengemudi ojol adalah jaminan kepastian upah yang layak setiap bulannya. 

Berkaca dari Eropa dan Malaysia, di mana pemerintah setempat telah menetapkan pengemudi ojol sebagai pekerja tetap. Maka dari itu, Lily berharap agar pemerintah menerapkan hal serupa agar dapat menerapkan hak-hak yang tercantum dalam UU Ketenagakerjaan. 

Apalagi, seperti yang diketahui bahwa posisi mitra tidak menjamin hak-hak para pengemudi ojol. Mulai dari asuransi ketenagakerjaan, hak-hak cuti, hingga uang lembur. 

Masalah di sini adalah ojek online masih belum diakui secara resmi sebagai transportasi publik. 

Maka dari itu pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan pun menilai agar ojol ini harus segera diakui oleh pemerintah agar hak-hak mereka dapat dilindungi.



Penulis : Crysania Suhartanto

Editor   : Putri Dewi


RELATED ARTICLES

Konidin X Nobrands Luncurkan Sepatu Kekinian untuk Generasi Aktif

Konidin gandeng Nobrands luncurkan sepatu edisi terbatas \"The Unstoppable Step \" 14 April 2025, dorong semangat generasi muda terus maju tanpa batas

Media Digital . 17 April 2025

Bagaimana Efek Tarif Trump ke Pekerja Muda?

Tarif resiprokal atau tarif Trump tidak hanya berdampak pada pengusaha, namun juga pekerja muda. Seperti apa?

Renita Sukma . 16 April 2025

Trump Mau AI Ditenagai Batu Bara Indah dan Bersih, Apa Bisa?

Di mata Trump dan Amerika, batu bara adalah energi bersih yang ramah lingkungan

Noviarizal Fernandez . 15 April 2025

Google Gemini Kini Bisa Ubah Dokumen Jadi Podcast

Gemini bakal membacakan isi artikel atau laporan kamu, lengkap dengan intonasi ala penyiar podcast

Noviarizal Fernandez . 14 April 2025