Share

Home Stories

Stories 27 Mei 2025

Bahasa Inggris, Tiket ke Panggung Global

Keinginan masyarakat Indonesia untuk menembus dunia kerja dan pendidikan global terus meningkat. Namun satu hal mendasar justru tertinggal, kemampuan berbahasa Inggris.

Ratnesh Jha Global General Manager di Educational Testing Service (ETS) (kanan) saat berbincang dengan Context soal pentingnya bahasa Inggris/Context

Context.id, JAKARTA – Tagar #KaburAjaDulu sempat viral, mencerminkan keinginan besar warga Indonesia untuk mencari peluang di luar negeri. Di media sosial, orang saling bertukar informasi, mulai dari beasiswa, lowongan kerja, hingga strategi hidup hemat di negara asing. 

Tapi semangat untuk “kabur dulu” itu menyisakan ironi, banyak yang belum siap secara bahasa. Menurut UNESCO, per Februari 2024, Indonesia menduduki peringkat kedua di Asean dalam jumlah pelajar yang menempuh studi di luar negeri lebih dari 59.000 orang. 

Sementara itu, survei Decoding Global Talent 2024 yang dilakukan Jobstreet bersama Boston Consulting Group dan mitranya menunjukkan dua dari tiga responden Indonesia berminat bekerja di luar negeri.

Namun, kemampuan bahasa Inggris Indonesia tertinggal jauh. Dalam laporan EF English Proficiency Index 2024, Indonesia berada di peringkat ke-18 dari 20 negara Asia, dengan skor 486 atau masuk kategori rendah. 

Sebagai pembanding, Malaysia berada di kategori tinggi dengan skor 566. Padahal, dalam arena global, bahasa Inggris bukan sekadar nilai tambah, melainkan prasyarat. 

Ratnesh Jha, Global General Manager di Educational Testing Service (ETS), lembaga global penyedia solusi pendidikan dan pengembangan talenta bahasa Inggris  mengatakan bahasa adalah gerbang pertama untuk melangkah ke kancah global. 

“Bahasa memungkinkan Anda untuk melangkah. Tanpa itu, Anda bahkan belum bisa mulai bermain di panggung global,” katanya kepada Context, Rabu (21/5) di Jakarta.

Pushkar Saran, Direktur ETS untuk Asia Tenggara, mengaitkan pentingnya bahasa Inggris dikuasai masyarakat Indonesia dengan ambisi besar Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045. 

Mengutip laporan McKinsey, ia menyebut pergeseran ke ekonomi jasa sebagai prasyarat utama. Di sektor ini, kecakapan bahasa Inggris adalah mata uang baru.

“Korea Selatan menjadi contoh sukses. Butuh dua dekade bagi mereka untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi dan pertumbuhan ekonomi mereka berjalan seiring dengan peningkatan kemampuan bahasa Inggris,” ujar Pushkar. 

Ia mencatat ETS menjalankan sekitar dua juta tes TOEIC atau alat ukur kemampuan bahasa Inggris profesional per tahun di Korea Selatan dan peminatnya terus meningkat setiap tahunnya. 

Menjawab kebutuhan ini, ETS meluncurkan TOEIC Link, sebuah sistem asesmen fleksibel yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan institusi di tiap negara. 

“Tes kami global, tapi dirancang tetap relevan secara lokal,” kata Ratnesh.

Semangat untuk “kabur” memang penting. Tapi tanpa bekal bahasa, banyak yang akan gagal sebelum sempat benar-benar pergi.



Penulis : Renita Sukma

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 27 Mei 2025

Bahasa Inggris, Tiket ke Panggung Global

Keinginan masyarakat Indonesia untuk menembus dunia kerja dan pendidikan global terus meningkat. Namun satu hal mendasar justru tertinggal, kemampuan berbahasa Inggris.

Ratnesh Jha Global General Manager di Educational Testing Service (ETS) (kanan) saat berbincang dengan Context soal pentingnya bahasa Inggris/Context

Context.id, JAKARTA – Tagar #KaburAjaDulu sempat viral, mencerminkan keinginan besar warga Indonesia untuk mencari peluang di luar negeri. Di media sosial, orang saling bertukar informasi, mulai dari beasiswa, lowongan kerja, hingga strategi hidup hemat di negara asing. 

Tapi semangat untuk “kabur dulu” itu menyisakan ironi, banyak yang belum siap secara bahasa. Menurut UNESCO, per Februari 2024, Indonesia menduduki peringkat kedua di Asean dalam jumlah pelajar yang menempuh studi di luar negeri lebih dari 59.000 orang. 

Sementara itu, survei Decoding Global Talent 2024 yang dilakukan Jobstreet bersama Boston Consulting Group dan mitranya menunjukkan dua dari tiga responden Indonesia berminat bekerja di luar negeri.

Namun, kemampuan bahasa Inggris Indonesia tertinggal jauh. Dalam laporan EF English Proficiency Index 2024, Indonesia berada di peringkat ke-18 dari 20 negara Asia, dengan skor 486 atau masuk kategori rendah. 

Sebagai pembanding, Malaysia berada di kategori tinggi dengan skor 566. Padahal, dalam arena global, bahasa Inggris bukan sekadar nilai tambah, melainkan prasyarat. 

Ratnesh Jha, Global General Manager di Educational Testing Service (ETS), lembaga global penyedia solusi pendidikan dan pengembangan talenta bahasa Inggris  mengatakan bahasa adalah gerbang pertama untuk melangkah ke kancah global. 

“Bahasa memungkinkan Anda untuk melangkah. Tanpa itu, Anda bahkan belum bisa mulai bermain di panggung global,” katanya kepada Context, Rabu (21/5) di Jakarta.

Pushkar Saran, Direktur ETS untuk Asia Tenggara, mengaitkan pentingnya bahasa Inggris dikuasai masyarakat Indonesia dengan ambisi besar Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045. 

Mengutip laporan McKinsey, ia menyebut pergeseran ke ekonomi jasa sebagai prasyarat utama. Di sektor ini, kecakapan bahasa Inggris adalah mata uang baru.

“Korea Selatan menjadi contoh sukses. Butuh dua dekade bagi mereka untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi dan pertumbuhan ekonomi mereka berjalan seiring dengan peningkatan kemampuan bahasa Inggris,” ujar Pushkar. 

Ia mencatat ETS menjalankan sekitar dua juta tes TOEIC atau alat ukur kemampuan bahasa Inggris profesional per tahun di Korea Selatan dan peminatnya terus meningkat setiap tahunnya. 

Menjawab kebutuhan ini, ETS meluncurkan TOEIC Link, sebuah sistem asesmen fleksibel yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan institusi di tiap negara. 

“Tes kami global, tapi dirancang tetap relevan secara lokal,” kata Ratnesh.

Semangat untuk “kabur” memang penting. Tapi tanpa bekal bahasa, banyak yang akan gagal sebelum sempat benar-benar pergi.



Penulis : Renita Sukma

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Onomatoplay Retail: Pengalaman Belanja yang ‘Disajikan’ Bak Hidangan

Pernahkah kamu melihat toko/merek non-makanan menyajikan produk bak hidangan? Mereka tak sekadar menjual, tapi menawarkan pengalaman personal yang ...

Context.id . 30 July 2025

Beras Bisa Bikin Bir Non-Alkohol Lebih Enak?

Bir yang dibuat dengan beras memiliki rasa worty yang lebih rendah, karena kadar aldehida yang lebih sedikit

Renita Sukma . 25 July 2025

Konten TikTok Picu Self Diagnosis dan Misinformasi soal Kesehatan Mental

Pengguna TikTok perlu hati-hati dalam menerima informasi soal konten bertema kesehatan mental.

Context.id . 25 July 2025

The Devil Wears Prada 2: Andy Sachs Ikuti Jejak Karir Miranda?

Dari asisten Miranda ke jurnalis surat kabar, kini Andy Sachs kembali tampil mewah. Apa yang terjadi di \"The Devil Wears Prada 2 \"?

Context.id . 25 July 2025