Mengapa Harga Emas Naik-Turun Seperti Rollercoaster? Ini Sejarahnya
Dalam dunia yang makin tak menentu dari perang dagang hingga ketegangan geopolitik emas kembali menjadi primadona.
Context.id, JAKARTA - Harga emas sempat menyentuh Rp2 juta per gram, membuat banyak orang buru-buru membeli logam mulia ini walaupun akhirnya turun lagi di bawah angka itu.
Tapi, kalau kita menengok ke belakang, sejarah harga emas sebenarnya tidak sesederhana grafik yang terus menanjak.
Era 1970-an: Awal Kegilaan Emas
Krisis minyak, inflasi tinggi, dan keputusan Presiden Nixon untuk memutuskan keterkaitan dolar AS dengan emas mengubah segalanya.
Harga emas yang tadinya stabil di US$35 per ons, melonjak drastis menjadi US$850 di tahun 1980, seiring ketegangan geopolitik seperti invasi Soviet ke Afghanistan dan Revolusi Iran. Emas menjadi pelarian utama dari ketidakpastian.
Tahun 1990-an: Saat Emas Kehilangan Kilau
Tapi euforia itu tidak bertahan lama. Pada akhir 1990-an, harga emas jatuh ke US$251,70 per ons. Bank sentral di seluruh dunia melepas cadangan emas mereka, dan tambang-tambang besar beramai-ramai menjual di pasar berjangka. Risiko emas sebagai aset safe haven dipertanyakan, setidaknya untuk sementara.
2000-an: Kembali Bersinar
Krisis finansial 2008 mengembalikan emas ke puncaknya. Harga emas melonjak hingga US$1.300 per ons. Ketika kepercayaan pada sektor keuangan runtuh, orang-orang kembali mencari keamanan di logam kuning ini.
Siklus itu berulang saat pandemi Covid-19 melanda pada 2020, mendorong harga emas ke kisaran US$1.985 per ons.
2025: Rekor Baru, Ketidakpastian Baru
Saat ini, dengan ketegangan global akibat kebijakan tarif Presiden Trump dan ketidakpastian politik, harga emas terus mencetak rekor, mendekati US$3.074 per ons.
Dalam rupiah, angka ini terasa lebih dramatis, terutama di tengah pelemahan mata uang.
Pelajaran dari Sejarah
Emas tidak selalu naik. Setiap lonjakan emas selalu dikaitkan dengan satu kata kunci: ketidakpastian.
Saat dunia stabil, emas kehilangan daya tarik. Saat dunia guncang dari perang, pandemi, hingga pasar keuangan kacau emas kembali bersinar.
Bagi pekerja muda, ini bukan sekadar cerita investasi. Ini tentang memahami bagaimana ketidakpastian global bisa menggerakkan sesuatu yang tampaknya sederhana seperti harga emas.
Apakah hari ini emas masih menjadi safe haven? Atau, seperti rollercoaster, siap-siaplah untuk naik-turun berikutnya.
RELATED ARTICLES
Mengapa Harga Emas Naik-Turun Seperti Rollercoaster? Ini Sejarahnya
Dalam dunia yang makin tak menentu dari perang dagang hingga ketegangan geopolitik emas kembali menjadi primadona.
Context.id, JAKARTA - Harga emas sempat menyentuh Rp2 juta per gram, membuat banyak orang buru-buru membeli logam mulia ini walaupun akhirnya turun lagi di bawah angka itu.
Tapi, kalau kita menengok ke belakang, sejarah harga emas sebenarnya tidak sesederhana grafik yang terus menanjak.
Era 1970-an: Awal Kegilaan Emas
Krisis minyak, inflasi tinggi, dan keputusan Presiden Nixon untuk memutuskan keterkaitan dolar AS dengan emas mengubah segalanya.
Harga emas yang tadinya stabil di US$35 per ons, melonjak drastis menjadi US$850 di tahun 1980, seiring ketegangan geopolitik seperti invasi Soviet ke Afghanistan dan Revolusi Iran. Emas menjadi pelarian utama dari ketidakpastian.
Tahun 1990-an: Saat Emas Kehilangan Kilau
Tapi euforia itu tidak bertahan lama. Pada akhir 1990-an, harga emas jatuh ke US$251,70 per ons. Bank sentral di seluruh dunia melepas cadangan emas mereka, dan tambang-tambang besar beramai-ramai menjual di pasar berjangka. Risiko emas sebagai aset safe haven dipertanyakan, setidaknya untuk sementara.
2000-an: Kembali Bersinar
Krisis finansial 2008 mengembalikan emas ke puncaknya. Harga emas melonjak hingga US$1.300 per ons. Ketika kepercayaan pada sektor keuangan runtuh, orang-orang kembali mencari keamanan di logam kuning ini.
Siklus itu berulang saat pandemi Covid-19 melanda pada 2020, mendorong harga emas ke kisaran US$1.985 per ons.
2025: Rekor Baru, Ketidakpastian Baru
Saat ini, dengan ketegangan global akibat kebijakan tarif Presiden Trump dan ketidakpastian politik, harga emas terus mencetak rekor, mendekati US$3.074 per ons.
Dalam rupiah, angka ini terasa lebih dramatis, terutama di tengah pelemahan mata uang.
Pelajaran dari Sejarah
Emas tidak selalu naik. Setiap lonjakan emas selalu dikaitkan dengan satu kata kunci: ketidakpastian.
Saat dunia stabil, emas kehilangan daya tarik. Saat dunia guncang dari perang, pandemi, hingga pasar keuangan kacau emas kembali bersinar.
Bagi pekerja muda, ini bukan sekadar cerita investasi. Ini tentang memahami bagaimana ketidakpastian global bisa menggerakkan sesuatu yang tampaknya sederhana seperti harga emas.
Apakah hari ini emas masih menjadi safe haven? Atau, seperti rollercoaster, siap-siaplah untuk naik-turun berikutnya.
POPULAR
RELATED ARTICLES