Share

Home Originals

Originals 26 Maret 2025

THR, Salah Satu Warisan Perjuangan Organisasi Komunis

Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) yang merupakan sayap PKI berkontribusi menghasilkan kebijakan tunjangan hari raya

Ilustrasi Organ Komunis/Context-Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Setiap menjelang Lebaran, ada satu hal yang tak pernah terlewatkan bagi para pekerja Indonesia: Tunjangan Hari Raya, atau THR. Menjadi momen yang sangat dinanti, THR kini menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi Lebaran. 

Namun, tahukah kamu pemberian THR ini bukanlah sesuatu yang datang begitu saja? 

Perjalanan panjang, penuh protes, dan perjuangan oleh para buruh Indonesia, terutama yang tergabung dalam Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), telah mengukir sejarah panjang yang menghasilkan kebijakan ini.

Pada masa awal kemerdekaan, THR hanya diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh pemerintah, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini dicetuskan oleh Perdana Menteri Soekiman Wirjosandjojo pada tahun 1951. 

Saat itu, besaran THR yang diberikan sangatlah kecil, sekitar Rp125 hingga Rp200, menggunakan kurs pada waktu itu. 

Namun, meski PNS menikmati THR, buruh swasta yang tak kalah menghadapi tekanan ekonomi saat menjelang Lebaran, tidak mendapatkan hak yang sama. Ketika harga sembako terus merangkak naik, protes dari para buruh mulai bergema.

Pada Februari 1952, ribuan buruh melakukan aksi mogok massal, mendesak pemerintah untuk memberikan hak yang sama. Tuntutannya sederhana: THR bukan hanya untuk PNS, tetapi juga untuk seluruh pekerja. 

Pemerintah akhirnya merespons dengan mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan perusahaan swasta untuk memberikan THR, meski pada awalnya statusnya masih sukarela.

Namun, peran SOBSI dalam perjuangan ini tak dapat dipandang sebelah mata. Organisasi buruh yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) ini, menjadi garda terdepan dalam mendesak agar THR menjadi hak resmi bagi seluruh pekerja, bukan sekadar kebijakan sukarela. 

 



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Wahyu Arifin

Originals 26 Maret 2025

THR, Salah Satu Warisan Perjuangan Organisasi Komunis

Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) yang merupakan sayap PKI berkontribusi menghasilkan kebijakan tunjangan hari raya

Ilustrasi Organ Komunis/Context-Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Setiap menjelang Lebaran, ada satu hal yang tak pernah terlewatkan bagi para pekerja Indonesia: Tunjangan Hari Raya, atau THR. Menjadi momen yang sangat dinanti, THR kini menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi Lebaran. 

Namun, tahukah kamu pemberian THR ini bukanlah sesuatu yang datang begitu saja? 

Perjalanan panjang, penuh protes, dan perjuangan oleh para buruh Indonesia, terutama yang tergabung dalam Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), telah mengukir sejarah panjang yang menghasilkan kebijakan ini.

Pada masa awal kemerdekaan, THR hanya diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh pemerintah, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini dicetuskan oleh Perdana Menteri Soekiman Wirjosandjojo pada tahun 1951. 

Saat itu, besaran THR yang diberikan sangatlah kecil, sekitar Rp125 hingga Rp200, menggunakan kurs pada waktu itu. 

Namun, meski PNS menikmati THR, buruh swasta yang tak kalah menghadapi tekanan ekonomi saat menjelang Lebaran, tidak mendapatkan hak yang sama. Ketika harga sembako terus merangkak naik, protes dari para buruh mulai bergema.

Pada Februari 1952, ribuan buruh melakukan aksi mogok massal, mendesak pemerintah untuk memberikan hak yang sama. Tuntutannya sederhana: THR bukan hanya untuk PNS, tetapi juga untuk seluruh pekerja. 

Pemerintah akhirnya merespons dengan mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan perusahaan swasta untuk memberikan THR, meski pada awalnya statusnya masih sukarela.

Namun, peran SOBSI dalam perjuangan ini tak dapat dipandang sebelah mata. Organisasi buruh yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) ini, menjadi garda terdepan dalam mendesak agar THR menjadi hak resmi bagi seluruh pekerja, bukan sekadar kebijakan sukarela. 

 



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Proyek Nexus dan Masa Depan QRIS di Asean

Proyek Nexus bakal memudahkan WNI, warga negara Malaysia, Thailand dan Singapura untuk berbelanja saat melancong di kawasan Asia Tenggara

Naufal Jauhar Nazhif . 15 May 2025

Ini Perhitungan Kemiskinan Orang Indonesia Versi Bank Dunia

Harap perhatikan, 172 juta orang Indonesia bisa disebut miskin dalam semalam. Kenapa?

Naufal Jauhar Nazhif . 13 May 2025

Marsinah: Buruh yang Dibungkam, Kini Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Di antara deretan pahlawan nasional Indonesia, tak satu pun berasal dari barisan buruh. Hingga nama Marsinah kembali menggema

Renita Sukma . 09 May 2025

Premanisme Ormas di Kawasan Industri, Ganggu Investasi?

Banyak investor yang merasa terganggu gara-gara sikap ormas yang kerap memalak dan mengganggu kawasan industri

Naufal Jauhar Nazhif . 06 May 2025