IHSG Rontok, Kenapa Pada Panik?
Indeks harga saham gabungan (IHSG) yang merosot ke teritori negatif pada 18 Maret 2025 membuat BEI melakukan Trading Halt. Apa itu?
Context.id, JAKARTA - Pada 18 Maret 2025 kemarin, pasar saham Indonesia dikejutkan oleh kejatuhan drastis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dibuka di level 6.472, indeks ini tiba-tiba anjlok hingga -6,09% ke level 6.077 hanya dalam hitungan jam.
Situasi ini memaksa Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memberlakukan trading halt, sebuah mekanisme penghentian perdagangan sementara guna meredam kepanikan di pasar.
Kejatuhan IHSG bukan sekadar angka di papan perdagangan, melainkan sinyal bahwa kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia sedang goyah.
Ketika indeks turun tajam, para investor cenderung menarik dananya, yang berpotensi menyebabkan dampak berantai ke sektor ekonomi lainnya.
Tapi apa sih Trading Halt itu dan untuk apa?
Trading halt adalah mekanisme yang diterapkan untuk menghentikan sementara perdagangan saham ketika terjadi penurunan tajam dalam waktu singkat. BEI memiliki tiga tahapan penghentian perdagangan.
Pertama, jika IHSG turun lebih dari 5% dalam sehari, perdagangan dihentikan selama 30 menit. Kedua, jika IHSG terus turun hingga lebih dari 10%, BEI kembali melakukan trading halt selama 30 menit.
Ketiga, jika penurunan mencapai lebih dari 15%, BEI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat menghentikan perdagangan hingga akhir sesi.
Mekanisme ini bukan hal baru. Saat pandemi Covid-19 melanda, BEI beberapa kali menerapkan trading halt akibat volatilitas ekstrem. Bahkan sebelumnya, pada 13 September 2000, perdagangan bursa pernah dihentikan karena ledakan bom di Gedung BEI.
Ketika pasar saham jatuh, efeknya bisa meluas ke berbagai aspek ekonomi. Investor asing yang kehilangan kepercayaan dapat menarik dana mereka dari Indonesia, yang dapat menyebabkan depresiasi rupiah akibat arus modal keluar lebih besar dari arus masuk.
Selain itu juga terjadi penundaan investasi, karena perusahaan dan investor menunggu stabilitas kembali serta meningkatnya ketidakpastian ekonomi di masyarakat. Penurunan IHSG bisa berdampak lebih dari sekadar fluktuasi angka di bursa saham.
Jika kepanikan meluas, sektor riil bisa terkena imbasnya, bank mulai memperketat pinjaman, perusahaan menunda ekspansi, dan daya beli masyarakat melemah akibat ketidakpastian ekonomi.
POPULAR
RELATED ARTICLES
IHSG Rontok, Kenapa Pada Panik?
Indeks harga saham gabungan (IHSG) yang merosot ke teritori negatif pada 18 Maret 2025 membuat BEI melakukan Trading Halt. Apa itu?
Context.id, JAKARTA - Pada 18 Maret 2025 kemarin, pasar saham Indonesia dikejutkan oleh kejatuhan drastis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dibuka di level 6.472, indeks ini tiba-tiba anjlok hingga -6,09% ke level 6.077 hanya dalam hitungan jam.
Situasi ini memaksa Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memberlakukan trading halt, sebuah mekanisme penghentian perdagangan sementara guna meredam kepanikan di pasar.
Kejatuhan IHSG bukan sekadar angka di papan perdagangan, melainkan sinyal bahwa kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia sedang goyah.
Ketika indeks turun tajam, para investor cenderung menarik dananya, yang berpotensi menyebabkan dampak berantai ke sektor ekonomi lainnya.
Tapi apa sih Trading Halt itu dan untuk apa?
Trading halt adalah mekanisme yang diterapkan untuk menghentikan sementara perdagangan saham ketika terjadi penurunan tajam dalam waktu singkat. BEI memiliki tiga tahapan penghentian perdagangan.
Pertama, jika IHSG turun lebih dari 5% dalam sehari, perdagangan dihentikan selama 30 menit. Kedua, jika IHSG terus turun hingga lebih dari 10%, BEI kembali melakukan trading halt selama 30 menit.
Ketiga, jika penurunan mencapai lebih dari 15%, BEI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat menghentikan perdagangan hingga akhir sesi.
Mekanisme ini bukan hal baru. Saat pandemi Covid-19 melanda, BEI beberapa kali menerapkan trading halt akibat volatilitas ekstrem. Bahkan sebelumnya, pada 13 September 2000, perdagangan bursa pernah dihentikan karena ledakan bom di Gedung BEI.
Ketika pasar saham jatuh, efeknya bisa meluas ke berbagai aspek ekonomi. Investor asing yang kehilangan kepercayaan dapat menarik dana mereka dari Indonesia, yang dapat menyebabkan depresiasi rupiah akibat arus modal keluar lebih besar dari arus masuk.
Selain itu juga terjadi penundaan investasi, karena perusahaan dan investor menunggu stabilitas kembali serta meningkatnya ketidakpastian ekonomi di masyarakat. Penurunan IHSG bisa berdampak lebih dari sekadar fluktuasi angka di bursa saham.
Jika kepanikan meluas, sektor riil bisa terkena imbasnya, bank mulai memperketat pinjaman, perusahaan menunda ekspansi, dan daya beli masyarakat melemah akibat ketidakpastian ekonomi.
POPULAR
RELATED ARTICLES