Share

Home Originals

Originals 25 Maret 2025

IHSG Rontok, Kenapa Pada Panik?

Indeks harga saham gabungan (IHSG) yang merosot ke teritori negatif pada 18 Maret 2025 membuat BEI melakukan Trading Halt. Apa itu?

Ilustrasi IHSG rontok/Context-Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Pada 18 Maret 2025 kemarin, pasar saham Indonesia dikejutkan oleh kejatuhan drastis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dibuka di level 6.472, indeks ini tiba-tiba anjlok hingga -6,09% ke level 6.077 hanya dalam hitungan jam. 

Situasi ini memaksa Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memberlakukan trading halt, sebuah mekanisme penghentian perdagangan sementara guna meredam kepanikan di pasar.

Kejatuhan IHSG bukan sekadar angka di papan perdagangan, melainkan sinyal bahwa kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia sedang goyah. 

Ketika indeks turun tajam, para investor cenderung menarik dananya, yang berpotensi menyebabkan dampak berantai ke sektor ekonomi lainnya.

Tapi apa sih Trading Halt itu dan untuk apa? 

Trading halt adalah mekanisme yang diterapkan untuk menghentikan sementara perdagangan saham ketika terjadi penurunan tajam dalam waktu singkat. BEI memiliki tiga tahapan penghentian perdagangan. 

Pertama, jika IHSG turun lebih dari 5% dalam sehari, perdagangan dihentikan selama 30 menit. Kedua, jika IHSG terus turun hingga lebih dari 10%, BEI kembali melakukan trading halt selama 30 menit.

Ketiga, jika penurunan mencapai lebih dari 15%, BEI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat menghentikan perdagangan hingga akhir sesi.

Mekanisme ini bukan hal baru. Saat pandemi Covid-19 melanda, BEI beberapa kali menerapkan trading halt akibat volatilitas ekstrem. Bahkan sebelumnya, pada 13 September 2000, perdagangan bursa pernah dihentikan karena ledakan bom di Gedung BEI. 

Ketika pasar saham jatuh, efeknya bisa meluas ke berbagai aspek ekonomi. Investor asing yang kehilangan kepercayaan dapat menarik dana mereka dari Indonesia, yang dapat menyebabkan depresiasi rupiah akibat arus modal keluar lebih besar dari arus masuk.

Selain itu juga terjadi penundaan investasi, karena perusahaan dan investor menunggu stabilitas kembali serta meningkatnya ketidakpastian ekonomi di masyarakat. Penurunan IHSG bisa berdampak lebih dari sekadar fluktuasi angka di bursa saham. 

Jika kepanikan meluas, sektor riil bisa terkena imbasnya, bank mulai memperketat pinjaman, perusahaan menunda ekspansi, dan daya beli masyarakat melemah akibat ketidakpastian ekonomi.



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Wahyu Arifin

Originals 25 Maret 2025

IHSG Rontok, Kenapa Pada Panik?

Indeks harga saham gabungan (IHSG) yang merosot ke teritori negatif pada 18 Maret 2025 membuat BEI melakukan Trading Halt. Apa itu?

Ilustrasi IHSG rontok/Context-Puspa Larasati

Context.id, JAKARTA - Pada 18 Maret 2025 kemarin, pasar saham Indonesia dikejutkan oleh kejatuhan drastis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dibuka di level 6.472, indeks ini tiba-tiba anjlok hingga -6,09% ke level 6.077 hanya dalam hitungan jam. 

Situasi ini memaksa Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memberlakukan trading halt, sebuah mekanisme penghentian perdagangan sementara guna meredam kepanikan di pasar.

Kejatuhan IHSG bukan sekadar angka di papan perdagangan, melainkan sinyal bahwa kepercayaan investor terhadap ekonomi Indonesia sedang goyah. 

Ketika indeks turun tajam, para investor cenderung menarik dananya, yang berpotensi menyebabkan dampak berantai ke sektor ekonomi lainnya.

Tapi apa sih Trading Halt itu dan untuk apa? 

Trading halt adalah mekanisme yang diterapkan untuk menghentikan sementara perdagangan saham ketika terjadi penurunan tajam dalam waktu singkat. BEI memiliki tiga tahapan penghentian perdagangan. 

Pertama, jika IHSG turun lebih dari 5% dalam sehari, perdagangan dihentikan selama 30 menit. Kedua, jika IHSG terus turun hingga lebih dari 10%, BEI kembali melakukan trading halt selama 30 menit.

Ketiga, jika penurunan mencapai lebih dari 15%, BEI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat menghentikan perdagangan hingga akhir sesi.

Mekanisme ini bukan hal baru. Saat pandemi Covid-19 melanda, BEI beberapa kali menerapkan trading halt akibat volatilitas ekstrem. Bahkan sebelumnya, pada 13 September 2000, perdagangan bursa pernah dihentikan karena ledakan bom di Gedung BEI. 

Ketika pasar saham jatuh, efeknya bisa meluas ke berbagai aspek ekonomi. Investor asing yang kehilangan kepercayaan dapat menarik dana mereka dari Indonesia, yang dapat menyebabkan depresiasi rupiah akibat arus modal keluar lebih besar dari arus masuk.

Selain itu juga terjadi penundaan investasi, karena perusahaan dan investor menunggu stabilitas kembali serta meningkatnya ketidakpastian ekonomi di masyarakat. Penurunan IHSG bisa berdampak lebih dari sekadar fluktuasi angka di bursa saham. 

Jika kepanikan meluas, sektor riil bisa terkena imbasnya, bank mulai memperketat pinjaman, perusahaan menunda ekspansi, dan daya beli masyarakat melemah akibat ketidakpastian ekonomi.



Penulis : Naufal Jauhar Nazhif

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Usai Bedol Dana dari BSI, Muhammadiyah Siap Bangun Bank Syariah Sendiri!

Muhammadiyah dipastikan segera meluncurkan bank syariah. Sinyal ini sebenarnya sudah terlihat sejak pembedolan dana jumbo milik mereka dari BSI. T ...

Renita Sukma . 02 July 2025

Lifting Minyak Tersendat, Sumur Rakyat Jadi Solusi?

Pemerintah resmi mengubah pendekatan, sumur minyak rakyat yang dulu dianggap ilegal, kini justru didorong untuk legal dan berkontribusi ke produks ...

Renita Sukma . 25 June 2025

Perang Iran-Israel Bisa Bikin Harga BBM RI Naik?

Iran yang merasa tersudut mengancam akan menutup akses Selat Hormuz. Hormuz bukan selat sembarangan. Di sinilah 20% minyak dunia melintas tiap hari

Renita Sukma . 24 June 2025

Miskin Versi Bank Dunia, Benarkah 7 dari 10 Orang Indonesia Miskin?

Jika lebih dari setengah warga negara ini dianggap miskin oleh standar global, artinya sudah seberapa jauh standar hidup kita tertinggal?

Naufal Jauhar Nazhif . 20 June 2025