Hari Perempuan Internasional Berawal dari Perjuangan Buruh!
Tanggal 8 Maret ditetapkan sebagai Hari Perempuan Internasional. Kok bisa? Sepenting apa sampai dijadikan hari spesial?
Context.id, JAKARTA - Setiap 8 Maret, dunia memperingati Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day (IWD). Bahkan, di beberapa negara seperti China, tanggal ini dijadikan hari libur nasional.
Tapi, kenapa sih ada Hari Perempuan Internasional? Kok nggak ada Hari Pria Internasional?
Zaman dulu, perempuan tidak memiliki hak politik dan ekonomi seperti laki-laki. Mereka tidak boleh memilih dalam pemilu, tidak bisa menjadi anggota parlemen, dan jika bekerja, gaji mereka lebih kecil dibanding laki-laki.
Karena ketidakadilan ini, perempuan mulai melakukan perlawanan. Protes besar pertama terjadi di New York pada 8 Maret 1857, saat buruh perempuan di industri garmen mogok kerja.
Mereka menuntut gaji yang layak dan jam kerja manusiawi.
Aksi ini berlanjut pada 8 Maret 1908, ketika 15.000 buruh perempuan kembali turun ke jalan menuntut kenaikan upah, pengurangan jam kerja, serta hak untuk memilih.
Perjuangan buruh perempuan ini menarik perhatian aktivis buruh di Jerman, salah satunya Clara Zetkin.
Pada Konferensi Buruh Perempuan di Denmark tahun 1910, ia mengusulkan agar 8 Maret ditetapkan sebagai Hari Perempuan Internasional. Usulan ini disetujui dan sejak itu, tanggal tersebut menjadi simbol perjuangan hak perempuan.
Namun, baru pada tahun 1975, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meresmikan 8 Maret sebagai Hari Hak Perempuan dan Perdamaian Dunia.
Bagaimana di Indonesia?
Indonesia sudah mengenal Hari Perempuan Internasional sejak 1950-an, terutama berkat inisiatif Laskar Merah Wanita yang dipimpin Umi Sardjono, seorang aktivis buruh perempuan.
Hingga kini, IWD masih diperingati di berbagai kota dengan pawai, orasi, nyanyian, tarian, hingga aksi teatrikal. Tapi jangan bayangkan aksi bakar-bakaran, ya!
Lalu, bagaimana dengan laki-laki? Tenang, Hari Perempuan Internasional bukan hanya untuk perempuan. Siapa pun bisa ikut merayakan dan mendukung kesetaraan hak, tak peduli gendernya apa.
POPULAR
RELATED ARTICLES
Hari Perempuan Internasional Berawal dari Perjuangan Buruh!
Tanggal 8 Maret ditetapkan sebagai Hari Perempuan Internasional. Kok bisa? Sepenting apa sampai dijadikan hari spesial?
Context.id, JAKARTA - Setiap 8 Maret, dunia memperingati Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day (IWD). Bahkan, di beberapa negara seperti China, tanggal ini dijadikan hari libur nasional.
Tapi, kenapa sih ada Hari Perempuan Internasional? Kok nggak ada Hari Pria Internasional?
Zaman dulu, perempuan tidak memiliki hak politik dan ekonomi seperti laki-laki. Mereka tidak boleh memilih dalam pemilu, tidak bisa menjadi anggota parlemen, dan jika bekerja, gaji mereka lebih kecil dibanding laki-laki.
Karena ketidakadilan ini, perempuan mulai melakukan perlawanan. Protes besar pertama terjadi di New York pada 8 Maret 1857, saat buruh perempuan di industri garmen mogok kerja.
Mereka menuntut gaji yang layak dan jam kerja manusiawi.
Aksi ini berlanjut pada 8 Maret 1908, ketika 15.000 buruh perempuan kembali turun ke jalan menuntut kenaikan upah, pengurangan jam kerja, serta hak untuk memilih.
Perjuangan buruh perempuan ini menarik perhatian aktivis buruh di Jerman, salah satunya Clara Zetkin.
Pada Konferensi Buruh Perempuan di Denmark tahun 1910, ia mengusulkan agar 8 Maret ditetapkan sebagai Hari Perempuan Internasional. Usulan ini disetujui dan sejak itu, tanggal tersebut menjadi simbol perjuangan hak perempuan.
Namun, baru pada tahun 1975, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meresmikan 8 Maret sebagai Hari Hak Perempuan dan Perdamaian Dunia.
Bagaimana di Indonesia?
Indonesia sudah mengenal Hari Perempuan Internasional sejak 1950-an, terutama berkat inisiatif Laskar Merah Wanita yang dipimpin Umi Sardjono, seorang aktivis buruh perempuan.
Hingga kini, IWD masih diperingati di berbagai kota dengan pawai, orasi, nyanyian, tarian, hingga aksi teatrikal. Tapi jangan bayangkan aksi bakar-bakaran, ya!
Lalu, bagaimana dengan laki-laki? Tenang, Hari Perempuan Internasional bukan hanya untuk perempuan. Siapa pun bisa ikut merayakan dan mendukung kesetaraan hak, tak peduli gendernya apa.
POPULAR
RELATED ARTICLES