Keamanan Data dalam Terapi Digital: Tantangan dan Solusi
Hasil penelitian menemukan banyak aplikasi atau terapi kesehatan digital yang biasa digunakan wanita tidak memiliki perlindungan privasi yang memadai

Context.id, JAKARTA - Di era digital, berbagai aplikasi kesehatan seperti pelacak menstruasi, pemantau tidur, dan chatbot kesehatan mental semakin populer. Namun, muncul kekhawatiran mengenai penyalahgunaan data pengguna.
Sebuah studi dari University College London dan King's College London mengungkap banyak aplikasi kesehatan wanita tidak memiliki perlindungan privasi yang memadai.
Berbeda dengan aplikasi kesehatan biasa, terapi kesehatan digital, perangkat lunak yang memberikan perawatan berbasis bukti harus melewati proses pengujian dan persetujuan ketat dari regulator industri.
Hal ini memastikan data pasien hanya digunakan untuk tujuan medis yang disetujui dan tidak disalahgunakan.
Menurut Guy Checketts dari Health Innovation Oxford & Thames Valley, seperti dilaporkan The Guardian aplikasi terapi kesehatan harus mematuhi aturan ketat dalam mengumpulkan dan menggunakan data pasien.
Data tersebut hanya boleh digunakan untuk meningkatkan perawatan dan tidak bisa dialihkan untuk keperluan lain.
Selain itu, pengembang harus menggunakan data dalam skala populasi, bukan individu, untuk meningkatkan efektivitas terapi dan mengatasi kendala teknis.
Meski diatur secara ketat, aplikasi atau terapi kesehatan digital sering kali terintegrasi dengan sistem kesehatan lain, yang meningkatkan risiko kebocoran data.
Oleh karena itu, regulasi seperti Data Protection Act dan GDPR (General Data Protection Regulation) harus ditegakkan dengan ketat.
Matt Williams, manajer program kesehatan mental di Health Innovation Oxford & Thames Valley, menekankan pentingnya perjanjian berbagi data yang jelas.
Perjanjian ini mengatur siapa yang bisa mengakses data, jenis data yang dikumpulkan, serta tujuan penggunaannya.
Pelanggaran data bisa berakibat sanksi berat, sehingga perjanjian ini harus selalu diperbarui sesuai perkembangan teknologi dan regulasi.
Meskipun ada tantangan, terapi digital semakin diakui manfaatnya, terutama sebagai alternatif intervensi farmasi dalam kesehatan mental.
Melalui pengelolaan data yang transparan dan aman, terapi digital dapat menjadi solusi inovatif untuk meningkatkan layanan kesehatan.
RELATED ARTICLES
Keamanan Data dalam Terapi Digital: Tantangan dan Solusi
Hasil penelitian menemukan banyak aplikasi atau terapi kesehatan digital yang biasa digunakan wanita tidak memiliki perlindungan privasi yang memadai

Context.id, JAKARTA - Di era digital, berbagai aplikasi kesehatan seperti pelacak menstruasi, pemantau tidur, dan chatbot kesehatan mental semakin populer. Namun, muncul kekhawatiran mengenai penyalahgunaan data pengguna.
Sebuah studi dari University College London dan King's College London mengungkap banyak aplikasi kesehatan wanita tidak memiliki perlindungan privasi yang memadai.
Berbeda dengan aplikasi kesehatan biasa, terapi kesehatan digital, perangkat lunak yang memberikan perawatan berbasis bukti harus melewati proses pengujian dan persetujuan ketat dari regulator industri.
Hal ini memastikan data pasien hanya digunakan untuk tujuan medis yang disetujui dan tidak disalahgunakan.
Menurut Guy Checketts dari Health Innovation Oxford & Thames Valley, seperti dilaporkan The Guardian aplikasi terapi kesehatan harus mematuhi aturan ketat dalam mengumpulkan dan menggunakan data pasien.
Data tersebut hanya boleh digunakan untuk meningkatkan perawatan dan tidak bisa dialihkan untuk keperluan lain.
Selain itu, pengembang harus menggunakan data dalam skala populasi, bukan individu, untuk meningkatkan efektivitas terapi dan mengatasi kendala teknis.
Meski diatur secara ketat, aplikasi atau terapi kesehatan digital sering kali terintegrasi dengan sistem kesehatan lain, yang meningkatkan risiko kebocoran data.
Oleh karena itu, regulasi seperti Data Protection Act dan GDPR (General Data Protection Regulation) harus ditegakkan dengan ketat.
Matt Williams, manajer program kesehatan mental di Health Innovation Oxford & Thames Valley, menekankan pentingnya perjanjian berbagi data yang jelas.
Perjanjian ini mengatur siapa yang bisa mengakses data, jenis data yang dikumpulkan, serta tujuan penggunaannya.
Pelanggaran data bisa berakibat sanksi berat, sehingga perjanjian ini harus selalu diperbarui sesuai perkembangan teknologi dan regulasi.
Meskipun ada tantangan, terapi digital semakin diakui manfaatnya, terutama sebagai alternatif intervensi farmasi dalam kesehatan mental.
Melalui pengelolaan data yang transparan dan aman, terapi digital dapat menjadi solusi inovatif untuk meningkatkan layanan kesehatan.
POPULAR
RELATED ARTICLES