Share

Home Stories

Stories 20 Februari 2025

Keamanan Data dalam Terapi Digital: Tantangan dan Solusi

Hasil penelitian menemukan banyak aplikasi atau terapi kesehatan digital yang biasa digunakan wanita tidak memiliki perlindungan privasi yang memadai

Ilustrasi digital terapi/getimg.ai

Context.id, JAKARTA - Di era digital, berbagai aplikasi kesehatan seperti pelacak menstruasi, pemantau tidur, dan chatbot kesehatan mental semakin populer. Namun, muncul kekhawatiran mengenai penyalahgunaan data pengguna. 

Sebuah studi dari University College London dan King's College London mengungkap banyak aplikasi kesehatan wanita tidak memiliki perlindungan privasi yang memadai.

Berbeda dengan aplikasi kesehatan biasa, terapi kesehatan digital, perangkat lunak yang memberikan perawatan berbasis bukti harus melewati proses pengujian dan persetujuan ketat dari regulator industri. 

Hal ini memastikan data pasien hanya digunakan untuk tujuan medis yang disetujui dan tidak disalahgunakan.

Menurut Guy Checketts dari Health Innovation Oxford & Thames Valley, seperti dilaporkan The Guardian aplikasi terapi kesehatan harus mematuhi aturan ketat dalam mengumpulkan dan menggunakan data pasien. 

Data tersebut hanya boleh digunakan untuk meningkatkan perawatan dan tidak bisa dialihkan untuk keperluan lain.

Selain itu, pengembang harus menggunakan data dalam skala populasi, bukan individu, untuk meningkatkan efektivitas terapi dan mengatasi kendala teknis.

Meski diatur secara ketat, aplikasi atau terapi kesehatan digital sering kali terintegrasi dengan sistem kesehatan lain, yang meningkatkan risiko kebocoran data.

Oleh karena itu, regulasi seperti Data Protection Act dan GDPR (General Data Protection Regulation) harus ditegakkan dengan ketat.

Matt Williams, manajer program kesehatan mental di Health Innovation Oxford & Thames Valley, menekankan pentingnya perjanjian berbagi data yang jelas.

Perjanjian ini mengatur siapa yang bisa mengakses data, jenis data yang dikumpulkan, serta tujuan penggunaannya. 

Pelanggaran data bisa berakibat sanksi berat, sehingga perjanjian ini harus selalu diperbarui sesuai perkembangan teknologi dan regulasi.

Meskipun ada tantangan, terapi digital semakin diakui manfaatnya, terutama sebagai alternatif intervensi farmasi dalam kesehatan mental.

Melalui pengelolaan data yang transparan dan aman, terapi digital dapat menjadi solusi inovatif untuk meningkatkan layanan kesehatan.



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin

Stories 20 Februari 2025

Keamanan Data dalam Terapi Digital: Tantangan dan Solusi

Hasil penelitian menemukan banyak aplikasi atau terapi kesehatan digital yang biasa digunakan wanita tidak memiliki perlindungan privasi yang memadai

Ilustrasi digital terapi/getimg.ai

Context.id, JAKARTA - Di era digital, berbagai aplikasi kesehatan seperti pelacak menstruasi, pemantau tidur, dan chatbot kesehatan mental semakin populer. Namun, muncul kekhawatiran mengenai penyalahgunaan data pengguna. 

Sebuah studi dari University College London dan King's College London mengungkap banyak aplikasi kesehatan wanita tidak memiliki perlindungan privasi yang memadai.

Berbeda dengan aplikasi kesehatan biasa, terapi kesehatan digital, perangkat lunak yang memberikan perawatan berbasis bukti harus melewati proses pengujian dan persetujuan ketat dari regulator industri. 

Hal ini memastikan data pasien hanya digunakan untuk tujuan medis yang disetujui dan tidak disalahgunakan.

Menurut Guy Checketts dari Health Innovation Oxford & Thames Valley, seperti dilaporkan The Guardian aplikasi terapi kesehatan harus mematuhi aturan ketat dalam mengumpulkan dan menggunakan data pasien. 

Data tersebut hanya boleh digunakan untuk meningkatkan perawatan dan tidak bisa dialihkan untuk keperluan lain.

Selain itu, pengembang harus menggunakan data dalam skala populasi, bukan individu, untuk meningkatkan efektivitas terapi dan mengatasi kendala teknis.

Meski diatur secara ketat, aplikasi atau terapi kesehatan digital sering kali terintegrasi dengan sistem kesehatan lain, yang meningkatkan risiko kebocoran data.

Oleh karena itu, regulasi seperti Data Protection Act dan GDPR (General Data Protection Regulation) harus ditegakkan dengan ketat.

Matt Williams, manajer program kesehatan mental di Health Innovation Oxford & Thames Valley, menekankan pentingnya perjanjian berbagi data yang jelas.

Perjanjian ini mengatur siapa yang bisa mengakses data, jenis data yang dikumpulkan, serta tujuan penggunaannya. 

Pelanggaran data bisa berakibat sanksi berat, sehingga perjanjian ini harus selalu diperbarui sesuai perkembangan teknologi dan regulasi.

Meskipun ada tantangan, terapi digital semakin diakui manfaatnya, terutama sebagai alternatif intervensi farmasi dalam kesehatan mental.

Melalui pengelolaan data yang transparan dan aman, terapi digital dapat menjadi solusi inovatif untuk meningkatkan layanan kesehatan.



Penulis : Noviarizal Fernandez

Editor   : Wahyu Arifin


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025