Di Balik Runtuhnya Kekuasaan Partai Ba’ath dan Keluarga Assad di Suriah
Pemberontak Suriah berhasil menguasai Damaskus, sekaligus membuat kekuasaan Assad selama puluhan tahun runtuh
Context.id, JAKARTA - Pada Minggu (8/12) dini hari, pasukan oposisi mendeklarasikan Suriah terbebas dari kekuasaan Presiden Bashar al-Assad saat pasukan oposisi menyerbu ibu kota, Damaskus.
Mantan presiden yang dimaksud dilaporkan meninggalkan Damaskus, tanpa informasi mengenai negara mana yang akan menerimanya.
Runtuhnya kekuasaan keluarga al-Assad yang sudah memerintah lebih dari 53 tahun mengejutkan dunia internasional.
Momen ini digambarkan sebagai peristiwa bersejarah setelah hampir 14 tahun terjadinya perang saudara berdarah di negara itu.
Pasalnya, baru seminggu yang lalu, rezim tersebut masih menguasai sebagian besar wilayah negara. Jadi, bagaimana semuanya bisa hancur begitu cepat itu masih menjadi pertanyaan.
Hal yang menjadi sorotan, keberhasilan pemberontak melakukan kudeta terhadap rezim Bashar justru mendapat dukungan dari masyarakat.
Hal itu terlihat dari ramainya rakyat Suriah yang turun ke jalan-jalan di kota-kota besar seperti Allepo, Damaskus bukan untuk melawan pasukan pemberontak, melainkan menyambutnya.
Bahkan, rakyat Suriah juga terlihat merobohkan patung Assad dan menurunkan poster-poster bergambar Bashar.
Jika berbicara tentang keluarga Assad tidak bisa dilepaskan dari Ba’ath, partai yang berkuasa di Suriah sejak 1963 melalui sebuah kudeta gabungan sipil dan militer.
Partai ini awalnya merupakan sebuah gerakan revitalisasi Arab, yang berfokus pada nasionalisme dan sosialisme Arab
Kekuasaan Assad bermula pada 1970, ketika Hafez al-Assad melakukan kudeta internal partai, hingga akhirnya menjadi pemimpin partai sekaligus Suriah pada 1971
Selama berkuasa rezim ini menggunakan kombinasi represi politik, beraliansi dengan minoritas Alawite dan militer.
Bahkan konstitusi Suriah mencantumkan Partai Ba’ath sebagai haluan bagi pemimpin negara sekaligus menjadi doktrin masyarakat Suriah yang diajarkan mulai dari sekolah, struktur pemerintahan, hingga militer
Setelah Hafez tidak lagi memimpin, kekuasaannya diturunkan kepada anaknya yakni Bashar al-Assad yang akhirnya dijatuhkan oleh pemberontak.
Runtuhnya dinasti Assad sebagai pemimpin negara langsung direspon oleh para diplomat Suriah. Secara serentak, kedubes Suriah di berbagai negara termasuk Indonesia langsung mengganti benderanya menjadi bendera versi pemberontak.
RELATED ARTICLES
Di Balik Runtuhnya Kekuasaan Partai Ba’ath dan Keluarga Assad di Suriah
Pemberontak Suriah berhasil menguasai Damaskus, sekaligus membuat kekuasaan Assad selama puluhan tahun runtuh
Context.id, JAKARTA - Pada Minggu (8/12) dini hari, pasukan oposisi mendeklarasikan Suriah terbebas dari kekuasaan Presiden Bashar al-Assad saat pasukan oposisi menyerbu ibu kota, Damaskus.
Mantan presiden yang dimaksud dilaporkan meninggalkan Damaskus, tanpa informasi mengenai negara mana yang akan menerimanya.
Runtuhnya kekuasaan keluarga al-Assad yang sudah memerintah lebih dari 53 tahun mengejutkan dunia internasional.
Momen ini digambarkan sebagai peristiwa bersejarah setelah hampir 14 tahun terjadinya perang saudara berdarah di negara itu.
Pasalnya, baru seminggu yang lalu, rezim tersebut masih menguasai sebagian besar wilayah negara. Jadi, bagaimana semuanya bisa hancur begitu cepat itu masih menjadi pertanyaan.
Hal yang menjadi sorotan, keberhasilan pemberontak melakukan kudeta terhadap rezim Bashar justru mendapat dukungan dari masyarakat.
Hal itu terlihat dari ramainya rakyat Suriah yang turun ke jalan-jalan di kota-kota besar seperti Allepo, Damaskus bukan untuk melawan pasukan pemberontak, melainkan menyambutnya.
Bahkan, rakyat Suriah juga terlihat merobohkan patung Assad dan menurunkan poster-poster bergambar Bashar.
Jika berbicara tentang keluarga Assad tidak bisa dilepaskan dari Ba’ath, partai yang berkuasa di Suriah sejak 1963 melalui sebuah kudeta gabungan sipil dan militer.
Partai ini awalnya merupakan sebuah gerakan revitalisasi Arab, yang berfokus pada nasionalisme dan sosialisme Arab
Kekuasaan Assad bermula pada 1970, ketika Hafez al-Assad melakukan kudeta internal partai, hingga akhirnya menjadi pemimpin partai sekaligus Suriah pada 1971
Selama berkuasa rezim ini menggunakan kombinasi represi politik, beraliansi dengan minoritas Alawite dan militer.
Bahkan konstitusi Suriah mencantumkan Partai Ba’ath sebagai haluan bagi pemimpin negara sekaligus menjadi doktrin masyarakat Suriah yang diajarkan mulai dari sekolah, struktur pemerintahan, hingga militer
Setelah Hafez tidak lagi memimpin, kekuasaannya diturunkan kepada anaknya yakni Bashar al-Assad yang akhirnya dijatuhkan oleh pemberontak.
Runtuhnya dinasti Assad sebagai pemimpin negara langsung direspon oleh para diplomat Suriah. Secara serentak, kedubes Suriah di berbagai negara termasuk Indonesia langsung mengganti benderanya menjadi bendera versi pemberontak.
POPULAR
RELATED ARTICLES