33 Tahun Perkembangan Pariwisata di Indonesia Timur: Sumba
Tidak ada air. Tidak ada klinik. Tidak ada jalan besar. Kamu harus jalan kaki untuk pergi ke kota. Begitulah kondisi Sumba pada tahun 1988 dulu.
Tiga dekade lalu, butuh perjalanan berat yang memakan waktu 2,5 hari untuk sampai ke Pulau Sumba yang saat itu belum tersentuh.
Terbang dari Bali, Lombok, Bima, ke Waingapu. Seorang pria bermimpi untuk membangun resor bintang 5 di sebuah pulau tanpa air, tanpa klinik, dan tanpa jalan raya. Namun saat tiba, dia hanya melihat orang-orang sekarat karena malnutrisi dan malaria - ini adalah kondisi Sumba pada 1988.
Banyak hal telah terjadi sejak saat itu. Apakah pulau ini benar-benar siap untuk pariwisata? Mari kita mundur selangkah untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
RELATED ARTICLES
33 Tahun Perkembangan Pariwisata di Indonesia Timur: Sumba
Tidak ada air. Tidak ada klinik. Tidak ada jalan besar. Kamu harus jalan kaki untuk pergi ke kota. Begitulah kondisi Sumba pada tahun 1988 dulu.
Tiga dekade lalu, butuh perjalanan berat yang memakan waktu 2,5 hari untuk sampai ke Pulau Sumba yang saat itu belum tersentuh.
Terbang dari Bali, Lombok, Bima, ke Waingapu. Seorang pria bermimpi untuk membangun resor bintang 5 di sebuah pulau tanpa air, tanpa klinik, dan tanpa jalan raya. Namun saat tiba, dia hanya melihat orang-orang sekarat karena malnutrisi dan malaria - ini adalah kondisi Sumba pada 1988.
Banyak hal telah terjadi sejak saat itu. Apakah pulau ini benar-benar siap untuk pariwisata? Mari kita mundur selangkah untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
POPULAR
RELATED ARTICLES