Kerek Pajak Motor Demi Subsidi Transportasi Massal
Peningkatan pajak sepeda motor itu dilakukan untuk menambah subsidi transportasi massal
Context.id, JAKARTA - Menteri Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan Pemerintah ingin menekan penggunaan kendaraan konvensional dengan cara menaikkan pajak.
Peningkatan pajak sepeda motor itu dilakukan untuk mengerek pajak kendaraan konvensional atau internal combustion engine (ICE) berbahan bakar minyak (BBM) untuk dialihkan sebagai subsidi transportasi umum seperti LRT, dan Kereta Cepat.
Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah sedang mencari formulasi titik ekuilibrium kebijakan dalam konteks mengurangi polusi udara.
“Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan menaikkan pajak untuk sepeda motor konvensional sehingga nanti itu bisa subsidi ongkos-ongkos seperti LRT atau kereta cepat,” ujarnya dalam sambutan video peluncuran mobil listrik BYD di Jakarta, yang dikutip Jumat (19/1/2024).
Lebih lanjut, dia mengatakan segala upaya sedang dilakukan mulai dari penerapan ganjil-genap, menaikkan pajak, hingga mempersiapkan infrastruktur agar masyarakat dapat menitipkan mobil maupun motornya.
BACA JUGA
Kemenko Marves disebut akan melakukan rapat pada 22 Januari 2024 mengenai kebijakan yang akan diberlakukan tersebut sebelum mengadakan rapat terbatas (ratas) bersama Presiden Joko Widodo.
“Beberapa bulan terakhir ini kami sudah menemukan situs-situs masalahnya dan saya pikir ini kesempatan yang bagus untuk membuat Jakarta menjadi bersih,” katanya.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi kemenko Marvesi Rachmat Kaimuddin mengatakan pemakaian bahan bakar fosil mencapai 84% sepanjang 2022.
Kemudian konsumsi batu bara sekitar 41%, dengan 30% merupakan BBM termasuk untuk LPG. Adapun, sekitar 50% dari subsidi merupakan komoditas yang didatangkan dari luar negeri atau impor.
“Karena itu memang diperlukan berbagai jenis strategi untuk mendorong bertransisi dari yang tadi energi impor dan subsidi ini,” tuturnya.
Rencana ini ditanggapi berbagai pihak, termasuk Tifatul Sembiring, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika di era kepempimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tifatutl meminta rencana itu tidak direalisasikan.
“Jangan naikkan Bang. Kalau bisa seperti biasa aja dulu. Beban rakyat sudah berat ini. Apalagi sepeda motor, yang pakai kan ekonomi kelas bawah. Jangan, kasihanilah bang,” ujarnya meallui akun X, @tifsembiring.
RELATED ARTICLES
Kerek Pajak Motor Demi Subsidi Transportasi Massal
Peningkatan pajak sepeda motor itu dilakukan untuk menambah subsidi transportasi massal
Context.id, JAKARTA - Menteri Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan Pemerintah ingin menekan penggunaan kendaraan konvensional dengan cara menaikkan pajak.
Peningkatan pajak sepeda motor itu dilakukan untuk mengerek pajak kendaraan konvensional atau internal combustion engine (ICE) berbahan bakar minyak (BBM) untuk dialihkan sebagai subsidi transportasi umum seperti LRT, dan Kereta Cepat.
Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah sedang mencari formulasi titik ekuilibrium kebijakan dalam konteks mengurangi polusi udara.
“Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan menaikkan pajak untuk sepeda motor konvensional sehingga nanti itu bisa subsidi ongkos-ongkos seperti LRT atau kereta cepat,” ujarnya dalam sambutan video peluncuran mobil listrik BYD di Jakarta, yang dikutip Jumat (19/1/2024).
Lebih lanjut, dia mengatakan segala upaya sedang dilakukan mulai dari penerapan ganjil-genap, menaikkan pajak, hingga mempersiapkan infrastruktur agar masyarakat dapat menitipkan mobil maupun motornya.
BACA JUGA
Kemenko Marves disebut akan melakukan rapat pada 22 Januari 2024 mengenai kebijakan yang akan diberlakukan tersebut sebelum mengadakan rapat terbatas (ratas) bersama Presiden Joko Widodo.
“Beberapa bulan terakhir ini kami sudah menemukan situs-situs masalahnya dan saya pikir ini kesempatan yang bagus untuk membuat Jakarta menjadi bersih,” katanya.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi kemenko Marvesi Rachmat Kaimuddin mengatakan pemakaian bahan bakar fosil mencapai 84% sepanjang 2022.
Kemudian konsumsi batu bara sekitar 41%, dengan 30% merupakan BBM termasuk untuk LPG. Adapun, sekitar 50% dari subsidi merupakan komoditas yang didatangkan dari luar negeri atau impor.
“Karena itu memang diperlukan berbagai jenis strategi untuk mendorong bertransisi dari yang tadi energi impor dan subsidi ini,” tuturnya.
Rencana ini ditanggapi berbagai pihak, termasuk Tifatul Sembiring, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika di era kepempimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tifatutl meminta rencana itu tidak direalisasikan.
“Jangan naikkan Bang. Kalau bisa seperti biasa aja dulu. Beban rakyat sudah berat ini. Apalagi sepeda motor, yang pakai kan ekonomi kelas bawah. Jangan, kasihanilah bang,” ujarnya meallui akun X, @tifsembiring.
POPULAR
RELATED ARTICLES