Sarung Jadi Simbol Perlawanan Hegemoni Barat
Sarung tidak hanya digunakan untuk beribadah saja, tetapi menjadi alat perlawanan hegemoni barat
Context.id, JAKARTA – Sejak puluhan tahun yang lalu, sarung menjadi salah satu ciri khas warga nahdliyin Nahdlatul Ulama (NU). Namun, masih banyak masyarakat yang belum mengerti makna memakai sarung dan sejarah sarung bahkan alasan warga nahdliyin NU menggunakan sarung dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa sejarawan menyebutkan bahwa sarung tidak tiba-tiba ada di Indonesia, tapi dibawa oleh bangsa lain, bahkan diperkenalkan ke masyarakat Indonesia sejak puluhan tahun lalu.
Ada yang menyebutkan bahwa sarung dibawa oleh para pedagang Gujarat Arab dan Yaman, ada juga yang mengatakan sarung berasal dari beberapa negara yaitu India, Bangladesh dan Thailand. Hingga saat ini belum ada temuan pasti dari negara mana sarung berasal.
Intelektual NU, Ada Faisal Alami mengungkapkan bahwa beberapa puluh tahun lalu sarung seringkali dipakai oleh para saudagar melayu dan intelektual muslim Nusantara yang pergi menimba ilmu ke negara lain.
Setelah para intelektual muslim itu kembali ke Nusantara, mereka membangun pondok pesantren yang berjejaring dan membentuk jam’iyah (jamaah) NU.
Selanjutnya, pada saat kolonialisme semakin mencengkram Indonesia dan hegemoni negara barat semakin tidak terbendung di Indonesia, kelompok ningrat yang semula mengenakan sarung mulai beralih mengenakan jas, dasi dan celana panjang.
Gaya tersebut pada akhirnya mulai menghegemoni para santri yang semula memakai jubah dan sarung, kemudian beralih menggunakan jas, dasi, tetapi dengan tetap menggunakan sarung untuk mempertahankan identitas Nusantara, seperti yang dilakukan oleh putra pendiri NU, Kiai Haji Wahid Hasyim dalam menghadiri beberapa acara resmi.
Dari sana bisa dilihat bahwa budaya non material sarung memiliki berbagai nilai yaitu sebagai simbol santri, kepahlawanan, kelas sosial, kebaikan dan kehormatan. Dari aspek budaya, sarung juga bisa menjadi pembeda dari budaya lain, salah satunya bisa jadi pembeda dengan budaya ke arab-araban.
RELATED ARTICLES
Sarung Jadi Simbol Perlawanan Hegemoni Barat
Sarung tidak hanya digunakan untuk beribadah saja, tetapi menjadi alat perlawanan hegemoni barat
Context.id, JAKARTA – Sejak puluhan tahun yang lalu, sarung menjadi salah satu ciri khas warga nahdliyin Nahdlatul Ulama (NU). Namun, masih banyak masyarakat yang belum mengerti makna memakai sarung dan sejarah sarung bahkan alasan warga nahdliyin NU menggunakan sarung dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa sejarawan menyebutkan bahwa sarung tidak tiba-tiba ada di Indonesia, tapi dibawa oleh bangsa lain, bahkan diperkenalkan ke masyarakat Indonesia sejak puluhan tahun lalu.
Ada yang menyebutkan bahwa sarung dibawa oleh para pedagang Gujarat Arab dan Yaman, ada juga yang mengatakan sarung berasal dari beberapa negara yaitu India, Bangladesh dan Thailand. Hingga saat ini belum ada temuan pasti dari negara mana sarung berasal.
Intelektual NU, Ada Faisal Alami mengungkapkan bahwa beberapa puluh tahun lalu sarung seringkali dipakai oleh para saudagar melayu dan intelektual muslim Nusantara yang pergi menimba ilmu ke negara lain.
Setelah para intelektual muslim itu kembali ke Nusantara, mereka membangun pondok pesantren yang berjejaring dan membentuk jam’iyah (jamaah) NU.
Selanjutnya, pada saat kolonialisme semakin mencengkram Indonesia dan hegemoni negara barat semakin tidak terbendung di Indonesia, kelompok ningrat yang semula mengenakan sarung mulai beralih mengenakan jas, dasi dan celana panjang.
Gaya tersebut pada akhirnya mulai menghegemoni para santri yang semula memakai jubah dan sarung, kemudian beralih menggunakan jas, dasi, tetapi dengan tetap menggunakan sarung untuk mempertahankan identitas Nusantara, seperti yang dilakukan oleh putra pendiri NU, Kiai Haji Wahid Hasyim dalam menghadiri beberapa acara resmi.
Dari sana bisa dilihat bahwa budaya non material sarung memiliki berbagai nilai yaitu sebagai simbol santri, kepahlawanan, kelas sosial, kebaikan dan kehormatan. Dari aspek budaya, sarung juga bisa menjadi pembeda dari budaya lain, salah satunya bisa jadi pembeda dengan budaya ke arab-araban.
POPULAR
RELATED ARTICLES