Share

Home Stories

Stories 02 Juni 2023

Sarung Jadi Simbol Perlawanan Hegemoni Barat

Sarung tidak hanya digunakan untuk beribadah saja, tetapi menjadi alat perlawanan hegemoni barat

Peringatan Seabad NU: Presiden dan Wapres Kompak Kenakan Sarung dan Sendal - Setwapres

Context.id, JAKARTA – Sejak puluhan tahun yang lalu, sarung menjadi salah satu ciri khas warga nahdliyin Nahdlatul Ulama (NU). Namun, masih banyak masyarakat yang belum mengerti makna memakai sarung dan sejarah sarung bahkan alasan warga nahdliyin NU menggunakan sarung dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa sejarawan menyebutkan bahwa sarung tidak tiba-tiba ada di Indonesia, tapi dibawa oleh bangsa lain, bahkan diperkenalkan ke masyarakat Indonesia sejak puluhan tahun lalu.

Ada yang menyebutkan bahwa sarung dibawa oleh para pedagang Gujarat Arab dan Yaman, ada juga yang mengatakan sarung berasal dari beberapa negara yaitu India, Bangladesh dan Thailand. Hingga saat ini belum ada temuan pasti dari negara mana sarung berasal.

Intelektual NU, Ada Faisal Alami mengungkapkan bahwa beberapa puluh tahun lalu sarung seringkali dipakai oleh para saudagar melayu dan intelektual muslim Nusantara yang pergi menimba ilmu ke negara lain. 

Setelah para intelektual muslim itu kembali ke Nusantara, mereka membangun pondok pesantren yang berjejaring dan membentuk jam’iyah (jamaah) NU.

Selanjutnya, pada saat kolonialisme semakin mencengkram Indonesia dan hegemoni negara barat semakin tidak terbendung di Indonesia, kelompok ningrat yang semula mengenakan sarung mulai beralih mengenakan jas, dasi dan celana panjang.

Gaya tersebut pada akhirnya mulai menghegemoni para santri yang semula memakai jubah dan sarung, kemudian beralih menggunakan jas, dasi, tetapi dengan tetap menggunakan sarung untuk mempertahankan identitas Nusantara, seperti yang dilakukan oleh putra pendiri NU, Kiai Haji Wahid Hasyim dalam menghadiri beberapa acara resmi.

Dari sana bisa dilihat bahwa budaya non material sarung memiliki berbagai nilai yaitu sebagai simbol santri, kepahlawanan, kelas sosial, kebaikan dan kehormatan. Dari aspek budaya, sarung juga bisa menjadi pembeda dari  budaya lain, salah satunya bisa jadi pembeda dengan budaya ke arab-araban.



Penulis : Sholahuddin Ayyubi

Editor   : Thomas Mola

Stories 02 Juni 2023

Sarung Jadi Simbol Perlawanan Hegemoni Barat

Sarung tidak hanya digunakan untuk beribadah saja, tetapi menjadi alat perlawanan hegemoni barat

Peringatan Seabad NU: Presiden dan Wapres Kompak Kenakan Sarung dan Sendal - Setwapres

Context.id, JAKARTA – Sejak puluhan tahun yang lalu, sarung menjadi salah satu ciri khas warga nahdliyin Nahdlatul Ulama (NU). Namun, masih banyak masyarakat yang belum mengerti makna memakai sarung dan sejarah sarung bahkan alasan warga nahdliyin NU menggunakan sarung dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa sejarawan menyebutkan bahwa sarung tidak tiba-tiba ada di Indonesia, tapi dibawa oleh bangsa lain, bahkan diperkenalkan ke masyarakat Indonesia sejak puluhan tahun lalu.

Ada yang menyebutkan bahwa sarung dibawa oleh para pedagang Gujarat Arab dan Yaman, ada juga yang mengatakan sarung berasal dari beberapa negara yaitu India, Bangladesh dan Thailand. Hingga saat ini belum ada temuan pasti dari negara mana sarung berasal.

Intelektual NU, Ada Faisal Alami mengungkapkan bahwa beberapa puluh tahun lalu sarung seringkali dipakai oleh para saudagar melayu dan intelektual muslim Nusantara yang pergi menimba ilmu ke negara lain. 

Setelah para intelektual muslim itu kembali ke Nusantara, mereka membangun pondok pesantren yang berjejaring dan membentuk jam’iyah (jamaah) NU.

Selanjutnya, pada saat kolonialisme semakin mencengkram Indonesia dan hegemoni negara barat semakin tidak terbendung di Indonesia, kelompok ningrat yang semula mengenakan sarung mulai beralih mengenakan jas, dasi dan celana panjang.

Gaya tersebut pada akhirnya mulai menghegemoni para santri yang semula memakai jubah dan sarung, kemudian beralih menggunakan jas, dasi, tetapi dengan tetap menggunakan sarung untuk mempertahankan identitas Nusantara, seperti yang dilakukan oleh putra pendiri NU, Kiai Haji Wahid Hasyim dalam menghadiri beberapa acara resmi.

Dari sana bisa dilihat bahwa budaya non material sarung memiliki berbagai nilai yaitu sebagai simbol santri, kepahlawanan, kelas sosial, kebaikan dan kehormatan. Dari aspek budaya, sarung juga bisa menjadi pembeda dari  budaya lain, salah satunya bisa jadi pembeda dengan budaya ke arab-araban.



Penulis : Sholahuddin Ayyubi

Editor   : Thomas Mola


RELATED ARTICLES

Hitungan Prabowo Soal Uang Kasus CPO Rp13,2 Triliun, Bisa Buat Apa Saja?

Presiden Prabowo Subianto melakukan perhitungan terkait uang kasus korupsi CPO Rp13,2 triliun yang ia sebut bisa digunakan untuk membangun desa ne ...

Renita Sukma . 20 October 2025

Polemik IKN Sebagai Ibu Kota Politik, Ini Kata Kemendagri dan Pengamat

Terminologi ibu kota politik yang melekat kepada IKN dianggap rancu karena bertentangan dengan UU IKN. r n r n

Renita Sukma . 18 October 2025

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025