Share

Home Stories

Stories 22 Mei 2023

Naiknya Angka Perceraian, Anak Jadi Korban

Dikutip dari laman BPS, secara total ada 516.344 pasangan memilih bercerai pada 2022

Ilustrasi keretakan rumah tangga. -Freepik-

Context.id, JAKARTA - Baru-baru ini, kita mendengar isu perceraian yang beruntun tiap bulannya dari kalangan artis. Pemberitaan tersebut menghebohkan masyarakat khususnya generasi muda yang memasuki usia dewasa ataupun mereka yang sedang memasuki tahap hubungan serius.

Faktor terjadinya perceraian memanglah beragam. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 menyebutkan, perselisihan menjadi sebab utama dengan banyaknya tuntutan di pengadilan sebanyak 284.169 kasus. Lalu, disusul oleh masalah ekonomi sebanyak 110.939 kasus dan setelahnya meninggalkan satu pihak sebanyak 39.359 kasus.

Adapun, dikutip dari laman BPS, secara total ada 516.344 pasangan memilih bercerai pada 2022. Jumlah ini meningkat 15,3 persen dari tahun sebelumnya, yaitu 447.743 kasus.

Mirisnya, sepuluh tahun lalu, Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) bahkan mengabarkan bahwa Indonesia pernah memegang predikat sebagai negara yang menduduki peringkat tertinggi perceraian se-Asia Pasifik. 

Jumlah tersebut kian meningkat dari tahun ke tahun. Fakta tersebut menunjukkan Indonesia darurat perceraian. Pasalnya, keretakan hubungan suami istri memicu timbulnya masalah baru yakni anak broken home.

Sepuluh tahun lalu, Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) mengabarkan bahwa Indonesia pernah memegang predikat sebagai negara yang menduduki peringkat tertinggi perceraian se-Asia Pasifik. 

Jumlah tersebut kian meningkat dari tahun ke tahun. Fakta tersebut menunjukkan Indonesia darurat perceraian. Pasalnya, keretakan hubungan suami istri memicu timbulnya masalah baru yakni anak broken home.

Penelitian menyebutkan bahwa perceraian dapat berdampak serius bagi kondisi anak broken home. Runtuhnya struktur keluarga bisa berdampak pada motivasi belajar anak hingga masalah psikologis lainnya.

Lebih lanjut, menilik maraknya perpisahan dalam keluarga, membuat sebagian orang berpikir ulang tentang kesulitan untuk mempersatukan dua orang dari latar belakang dan budaya yang berbeda. Tantangan tersebut sebenarnya bisa teratasi dengan adanya komitmen serta perasaan untuk saling mempertanggung jawabkan keputusan kedua belah pihak. 

Sedangkan kandasnya hubungan percintaan bisa disebabkan oleh faktor-faktor seperti ketidakcocokan, kurangnya perhatian, pasangan yang sudah mulai berubah, dan bahkan kehadiran orang ketiga dalam hubungan. 



Penulis : Nisrina Khairunnisa

Editor   : Context.id

Stories 22 Mei 2023

Naiknya Angka Perceraian, Anak Jadi Korban

Dikutip dari laman BPS, secara total ada 516.344 pasangan memilih bercerai pada 2022

Ilustrasi keretakan rumah tangga. -Freepik-

Context.id, JAKARTA - Baru-baru ini, kita mendengar isu perceraian yang beruntun tiap bulannya dari kalangan artis. Pemberitaan tersebut menghebohkan masyarakat khususnya generasi muda yang memasuki usia dewasa ataupun mereka yang sedang memasuki tahap hubungan serius.

Faktor terjadinya perceraian memanglah beragam. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 menyebutkan, perselisihan menjadi sebab utama dengan banyaknya tuntutan di pengadilan sebanyak 284.169 kasus. Lalu, disusul oleh masalah ekonomi sebanyak 110.939 kasus dan setelahnya meninggalkan satu pihak sebanyak 39.359 kasus.

Adapun, dikutip dari laman BPS, secara total ada 516.344 pasangan memilih bercerai pada 2022. Jumlah ini meningkat 15,3 persen dari tahun sebelumnya, yaitu 447.743 kasus.

Mirisnya, sepuluh tahun lalu, Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) bahkan mengabarkan bahwa Indonesia pernah memegang predikat sebagai negara yang menduduki peringkat tertinggi perceraian se-Asia Pasifik. 

Jumlah tersebut kian meningkat dari tahun ke tahun. Fakta tersebut menunjukkan Indonesia darurat perceraian. Pasalnya, keretakan hubungan suami istri memicu timbulnya masalah baru yakni anak broken home.

Sepuluh tahun lalu, Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) mengabarkan bahwa Indonesia pernah memegang predikat sebagai negara yang menduduki peringkat tertinggi perceraian se-Asia Pasifik. 

Jumlah tersebut kian meningkat dari tahun ke tahun. Fakta tersebut menunjukkan Indonesia darurat perceraian. Pasalnya, keretakan hubungan suami istri memicu timbulnya masalah baru yakni anak broken home.

Penelitian menyebutkan bahwa perceraian dapat berdampak serius bagi kondisi anak broken home. Runtuhnya struktur keluarga bisa berdampak pada motivasi belajar anak hingga masalah psikologis lainnya.

Lebih lanjut, menilik maraknya perpisahan dalam keluarga, membuat sebagian orang berpikir ulang tentang kesulitan untuk mempersatukan dua orang dari latar belakang dan budaya yang berbeda. Tantangan tersebut sebenarnya bisa teratasi dengan adanya komitmen serta perasaan untuk saling mempertanggung jawabkan keputusan kedua belah pihak. 

Sedangkan kandasnya hubungan percintaan bisa disebabkan oleh faktor-faktor seperti ketidakcocokan, kurangnya perhatian, pasangan yang sudah mulai berubah, dan bahkan kehadiran orang ketiga dalam hubungan. 



Penulis : Nisrina Khairunnisa

Editor   : Context.id


RELATED ARTICLES

Dilema Kebijakan Rokok: Penerimaan Negara Vs Kesehatan Indonesia

Menkeu Purbaya ingin menggairahkan kembali industri rokok dengan mengerem cukai, sementara menteri sebelumnya Sri Mulyani gencar menaikkan cukai d ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 15 October 2025

Di Tengah Ketidakpastian Global, Emas Justru Terus Mengkilap

Meskipun secara historis dianggap sebagai aset lindung nilai paling aman, emas kerap ikut tertekan ketika terjadi aksi jual besar-besaran di pasar ...

Jessica Gabriela Soehandoko . 13 October 2025

China Terus Mencoba Menyaingi Teknologi Cip AS

China terus memperkuat industri cipnya untuk menghadapi tekanan dari Amerika Serikat yang memboikot pengiriman cip ke Negeri Tirai Bambu itu

Renita Sukma . 06 October 2025

Sushila Karki, Perdana Menteri Perempuan Pertama di Nepal

Setelah meredanya gelombang protes di Nepal, Sushila Karki ditunjuk sebagai Perdana Menteri Sementara dan disebut menandakan tumbuhnya kepercayaan ...

Renita Sukma . 16 September 2025